Peran Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri cukup sentral menentukan arah partai menjelang Pemilu 2024. Hal ini termasuk sinyal kemana arah dukungan partai soal sosok calon presiden yang diusung nanti.
Oleh
M Toto Suryaningtyas
·5 menit baca
Kekuatan sosok ketua umum dan kapabilitas politik yang relatif merata menjadi dasar keunggulan PDI Perjuangan dalam survei nasional Litbang Kompas. Bagaimanakah Megawati Soekarnoputri memimpin partai wong cilik mengarungi kontestasi politik nasional yang makin deras saat ini?
“Awas lho kalau nyarinya tukang bakso”, adalah gurauan Megawati pada saat Rakernas partai (21/6) yang hari-hari ini kencang dibahas di media. Meski pidato ini sudah diimbuhi kata maaf dan diterangkan sebagai candaan tentang kebhinekaan Indonesia, toh berbagai pihak tetap memandang hal itu dengan nada negatif, dinilai tak selaras dengan nasib orang kecil.
Pada Maret 2022 lalu, situasi pro kontra juga muncul setelah pernyataan Megawati tentang merebus makanan ketimbang menggoreng, juga dinilai menyinggung situasi ketergantungan masyarakat pada minyak goreng sedang mahal. Yang paling keras, tentunya adalah pidato di Rakernas tentang kader partai banteng yang dianggap bermanuver untuk capres Pemilu 2024 atau “bermain di dua kaki”.
Di sana ada nama kader partai dan gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang dalam berbagai survei opini publik menjadi kandidat yang dinominasikan tertinggi di pemilu capres.
Alih-alih diberi lampu hijau sebagaimana harapan publik, Ganjar tampak “dikerjai” di Rakernas untuk membacakan rekomendasi. Salah satu poin penting hasil Rakernas, penentuan calon presiden dan wakil presiden Pemilu 2024 merupakan hak prerogatif ketua umum.
Berbagai dinamika partai berlambang kepala banteng moncong putih itu boleh saja ditanggapi secara pro dan kontra di ruang publik. Namun dengan seluruh tarik menarik tanggapan publik, satu hal yang pasti adalah gambaran kuatnya magnitude PDI Perjuangan dan Megawati.
Sulit diingkari, sosok PDI Perjuangan dan Megawati Soekarnoputri saat ini adalah yang paling disegani dalam konteks entitas politik kepartaian nasional.
Disegani, karena faktanya meski acapkali menimbulkan polemik di masyarakat, di bawah kepemimpinan Megawati, PDI Perjuangan menjadi partai yang paling solid dan mapan selama lebih dua dekade. Selain mampu bangkit dari tekanan politik di masa lalu, juga mencetak kemenangan dua kali berturut-turut di pemilu pascareformasi.
Hasil survei Litbang Kompas juga menunjukkan potensi kuat kemenangan partai ini berikutnya di Pemilu 2024 mendatang dengan elektabilitas 22,8 persen suara. Angka ini tetap bergeming alias sama dengan penilaian Januari 2022, di saat elektabilitas partai lain naik turun salip menyalip.
Jika dirunut, elektabilitas ini juga ditunjang tingkat kecocokan publik terhadap partai yang mencapai 23,7 persen, tertinggi dari parpol lain. Pesaing terdekatnya adalah Demokrat dan Gerindra dengan elektabilitas dan kecocokan sekitar 12 persen suara responden.
Meski memiliki magnitude politik terbesar, faktanya PDIPerjuangan juga memiliki angka negasi yang terbesar dengan 18,2 persen responden. Angka ini jauh di atas parpol lain dengan rata-rata negasi responden sebesar di bawah 5 persen. Angka negasi ini menggambarkan keengganan responden dalam memilih partai politik tertentu pada saat pemilu.
Kombinasi angka elektabilitas dan kecocokan sekaligus negasi tinggi menggambarkan satu hal saat ini: partai ini mapan dalam jumlah dan kategori pemilih, alias sudah memiliki “captive market” di tengah pandangan kontra dari sebagian publik.
Hal itu agaknya menjelaskan kenapa di tengah pro kontra narasi di ruang publik, angka elektabilitas PDIP cenderung tetap bertahan di puncak.
Keunggulan dalam elektabilitas, tentu tak hanya ditopang oleh soal sosok ketum dan popularitas partai dibandingkan partai lain.
Survei Litbang Kompas Juni 2022 menunjukkan, apresiasi publik terhadap partai ini paling merata dalam hal kekuatan ideologi (24 persen), tokoh berpengaruh (23 persen), manajemen program (16 persen), dan visi misi (22 persen).
Satu hal yang sangat menonjol dimiliki parpol ini dibandingkan lainnya adalah pengakuan responden bahwa mereka sudah menyukai dan memilih parpol ini sejak lama (58 persen). Pernyataan ini sangat besar dan dominan dinyatakan responden dibandingkan pemilih partai-partai lain termasuk pesaing terdekat, yakni Gerindra, Golkar, dan Demokrat.
Betapapun demikian, kekuatan yang paling besar membentuk jati diri parpol, yakni ideologi tampaknya tidak menjadi kekuatan terbesar dalam pandangan pemilih partai. Di dalam lingkup pemilihnya, tumpuan daya tarik partai berurutan dari yang tertinggi adalah: adanya tokoh berpengaruh, popularitas partai, program kerja, ideologi, visi misi parpol, dan dari dahulu memilih.
Relatif minimnya kekuatan ideologi di dalam pemilih bisa jadi memang tak bisa dilihat sebagai satu elemen mandiri. Bagaimanapun, saat ini sebagai partai penguasa yang menjalankan pemerintahan maka ideologi parpol sudah mewujud dalam kerja dan pembangunan itu sendiri oleh partai dan pemerintah.
Hal itu tecermin dari tingkat kepuasan responden pemilih PDI Perjuangan yang dalam kuadran berada pada tingkat keyakinan dan kepuasan tertinggi terhadap kinerja pemerintah, jauh di atas pemilih partai lain. Demikian pula dalam pilihan capres seandainya pemilu dilakukan hari ini, sosok Ganjar Pranowo menjadi dominan difavoritkan 40 persen responden PDIP.
i
Meski demikian, patut dicatat bahwa gejala relatif rendahnya daya tarik ideologi sebagai entitas murni partai banteng moncong putih mengindikasikan nilai pragmatisme tertentu.
Hal ini bisa dikroscek dengan kekuatan ideologi di dalam partai bernuansa atau berbasis Islam. Aspek ideologi dalam pandangan pemilih PKB, PPP, dan PKS, menunjukkan nilai yang lebih tinggi sebagai alasan memilih.
Kekuatan politik PDIP di parlemen saat ini tampaknya akan segera diuji dengan soliditas dalam menyongsong Pemilu 2024. Meski kekuatan koalisi pemerintah di DPR sekarang mencapai lebih 80 persen dengan bergabungnya ketua umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan ke kabinet, namun agenda politik segera datang menguji. Sejumlah menteri terindikasi akan mencalonkan diri sebagai calon presiden.
Di sisi lain, internal PDIP jelas tampak perbedaan aras pencalonan presiden di tengah penegasan Megawati tentang hak prerogatif ketua umum.
Responden pemilih PDIP tampak terbagi dalam dua kelompok jika aras pencalonan capres tak kunjung menemukan titik temu. Presiden Joko Widodo berkepentingan agar pembangunan proyek strategis nasional tetap terjamin pascapemilu 2024 demi kesejahteraan rakyat.
Kini rakyat kembali menunggu bagaimana Megawati akan mengaransemen perbedaan aras politik dalam pencapresan maupun dalam agenda setting nasional kepartaian lainnya.
Bagaimanapun, seperti disinggung di awal tulisan ini, sosok ketua umum PDIP akan menjadi sejarah manis dan pahit bagi PDIP dan di sana rakyat menunggu keputusan terbaik seorang Ibu. (LITBANG KOMPAS)