Survei Litbang ”Kompas”: Kemiskinan Masih Jadi Pekerjaan Rumah
Naiknya harga-harga barang dan jasa berdampak pada upaya mengatasi kemiskinan. Akibatnya, kepuasan publik pada kinerja penanggulangan kemiskinan turun signifikan.

Turunnya kepuasan atas kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat didominasi oleh anjloknya kepuasan pada aspek penanggulangan kemiskinan. Meski demikian, masih kuatnya kepuasan aspek pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, dan gotong royong dapat didorong untuk mengatasi problem kemiskinan.
Secara umum, kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di bidang kesejahteraan sosial yang terekam dalam survei Litbang Kompas, Juni 2022, masih tergolong tinggi, yaitu 73,4 persen.
Meski mengalami penurunan dari survei periode Januari 2022, apresiasi yang diberikan hampir tiga perempat responden ini paling tinggi dibandingkan dengan apresiasi kinerja bidang ekonomi, politik dan keamanan, serta penegakan hukum.
Turunnya kepuasan kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat didominasi oleh anjloknya kepuasan pada aspek penanggulangan kemiskinan.
Jika dilihat catatan hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan secara berkala sejak Januari 2015, kepuasan publik atas kinerja pemerintah di bidang kesejahteraan sosial pada survei terakhir ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan kepuasan sebelum pandemi, pada Oktober 2019 tercatat sebesar 59,4 persen. Bahkan, mencapai puncak tertinggi pada survei Januari 2022 di mana mendapat apresiasi dari 78,3 responden.
Apresiasi publik tersebut tak lepas dari kepuasan atas keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan pandemi Covid-19 yang mengguncang dua tahun terakhir, khususnya dalam pelayanan kesehatan. Bahkan, dari sekitar 20 indikator penilaian kinerja pemerintahan, kepuasan tertinggi diutarakan publik terhadap kinerja dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat ini.

Jika dilihat berdasarkan indikator penilaian kinerja bidang kesejahteraan sosial pada survei Juni 2022, kepuasan publik atas pelayanan kesehatan juga menempati proporsi tertinggi, yaitu sebesar 76,9 persen.
Diikuti kepuasan dalam mengembangkan budaya gotong royong (73,7 persen), meningkatkan kualitas pendidikan (64,9 persen), memberikan bantuan langsung untuk kesejahteraan masyarakat seperti bantuan langsung tunai (BLT), bantuan sosial, dan lainnya (64 persen), dan terakhir kepuasan dalam mengatasi kemiskinan (49 persen).
Baca juga : Lonjakan Harga Gerus Kepuasan Publik
Kemiskinan ekstrem
Meski derajat penurunan kepuasan publik atas kinerja pemerintah bidang kesejahteraan sosial relatif tidak dalam, penurunan didominasi anjloknya kepuasan mengatasi kemiskinan yang cukup dalam, yaitu turun 10 persen dibandingkan dengan Januari 2022. Dari 59 persen pada survei Januari 2022 menjadi 49 persen pada survei Juni 2022.
Survei Litbang Kompas selama periode pandemi Covid-19 dari Agustus 2020 juga menunjukkan kepuasan terhadap indikator mengatasi kemiskinan selalu mendapat apresiasi terendah dibandingkan dengan empat indikator kesejahteraan sosial lainnya.
Pekerjaan rumah pemerintah dan kerja kabinet bidang kesejahteraan sosial tampaknya masih berat dalam upaya mengatasi kemiskinan ini. Baru saja perekonomian mulai bangkit setelah pandemi mereda, perekonomian nasional kembali diguncang dengan adanya konflik bersenjata Rusia-Ukraina yang berdampak pada ekonomi global.

Pemulung mengumpulkan rongsokan di samping gerobaknya di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Minggu (9/8/2020). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, terakhir kali ekonomi Indonesia tumbuh negatif pada triwulan I-1999, yakni minus 6,13 persen, sedangkan pada triwulan II-2020, perekonomian Indonesia tumbuh minus 5,32 persen secara tahunan. Pada Maret 2020, ada 26,42 juta orang miskin di Indonesia.
Rantai pasok sejumlah komoditas menjadi terganggu sehingga mengakibatkan kenaikan harga bahan bakar, listrik, dan transportasi. Dampak lebih luas dirasakan masyarakat dengan naiknya inflasi dan harga-harga bahan pokok.
Hal ini tecermin dari anjloknya kepuasan ekonomi paling dalam terjadi pada aspek pengendalian harga-harga barang dan jasa yang turun hingga 19 persen dibandingkan dengan periode Januari 2022. Angka ini bahkan terendah selama periode kedua pemerintahan Jokowi.
Tak dapat dimungkiri, ancaman dan tantangan di bidang ekonomi tersebut berimbas pada kesejahteraan sosial masyarakat. Naiknya harga BBM, harga minyak goreng yang melejit enam bulan terakhir, dan naiknya beberapa harga bahan pangan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan.
Padahal, angka kemiskinan berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) September 2021 sudah mengalami penurunan 1,04 juta jiwa dan persentasenya kembali menjadi satu digit (9,71 persen).

Ancaman lebih besar lagi justru pada angka kemiskinan ekstrem. Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan ekstrem sebagai kondisi pengeluaran penduduk per hari di bawah 1,90 dollar AS PPP (purchasing power parity), untuk mengukur berapa penduduk bekerja dan tidak bekerja yang hidup dalam kemiskinan. Artinya, meskipun bekerja, pendapatan yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar rumah tangganya.
Pada Maret 2021, tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia 4 persen atau 10,86 juta jiwa. Padahal, merujuk data BPS, persentase penduduk miskin ekstrem sejak 2014 telah menurun secara perlahan hingga 3,7 persen pada 2019. Tantangan bagi pemerintah karena jumlah kemiskinan ekstrem terbesar justru ada di provinsi-provinsi yang sudah maju (Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah).
Sementara jika dilihat dari persentasenya, terbanyak di wilayah yang masih memiliki banyak daerah tertinggal (Papua Barat, Papua, dan Nusa Tenggara Timur).
Baca juga : Korupsi Membayangi Kinerja Penegakan Hukum
Pendekatan non-moneter
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Apalagi pemerintah menargetkan penurunan tingkat kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada tahun 2024.
Memberikan bantuan langsung untuk kesejahteraan masyarakat seperti bantuan sosial regular (Program Keluarga Harapan dan Kartu Sembako) atau bantuan sosial khusus (BLT desa, BLT minyak goreng, dan lain-lain) merupakan salah satu strategi pengurangan beban pengeluaran masyarakat.
Strategi lain untuk mempercepat penurunan kemiskinan ekstrem adalah peningkatan pendapatan dan program yang berfokus pada wilayah-wilayah kantong kemiskinan. Bahkan, Presiden Joko Widodo pada 8 Juni 2022 mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.

Kondisi perumahan nelayan di Kampung Muara Baru, Jakarta Utara, Selasa (24/12/2019). Pemerintah telah mengevaluasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, yang hasilnya kemiskinan dan inflasi mencapai target. Pencapaian target tersebut berupa pemerintah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan menjadi satu digit pada tahun 2018. Sebelumnya, tingkat kemiskinan jauh di atas 10 persen dan pada akhir tahun 2019 dapat diturunkan di kisaran 9,2 persen.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan pada 2022 juga menggulirkan berbagai program perlindungan sosial senilai Rp 431,5 triliun dengan memberikan tambahan bantuan sosial ke masyarakat yang paling rentan serta kepada para UMKM pedagang kaki lima di bidang pangan dalam menghadapi pukulan gejolak global dan tekanan pandemi.
Sekitar 64 persen responden dalam survei Litbang Kompas mengaku puas dengan upaya pemberian bantuan sosial dan perlindungan sosial yang telah diberikan pemerintah selama ini.
Meski demikian, selain pendekatan moneter, perlu ditingkatkan juga pendekatan non-moneter, seperti dengan meningkatkan kualitas pendidikan, baik infrastruktur, kurikulum, maupun kualitas guru.
Mengingat, di samping learning loss akibat pandemi, pendidikan masih menghadapi permasalahan antara lain wajib belajar belum mencapai 12 tahun (rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas 2021 adalah 8,97 tahun atau setara dengan kelas tiga SMP/sederajat). Selain itu, 3 dari 10 penduduk usia 7-24 tahun tidak/belum pernah sekolah dan tidak bersekolah lagi tahun 2021.

Demikian pula dengan kualitas kesehatan (kemudahan akses pelayanan fasilitas kesehatan maupun pemerataan distribusi tenaga kesehatan) perlu diperbaiki. Meskipun memperoleh apresiasi tertinggi di bidang kesejahteraan sosial, pelayanan kesehatan kepada masyarakat harus terus ditingkatkan. Apalagi kesehatan masyarakat masih terancam dengan belum berakhirnya pandemi Covid-19.
Dengan memperoleh pendidikan dan kesehatan yang baik, harapannya dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat sehingga mampu bertahan hidup dengan lebih baik.
Langkah-langkah besar perlu didorong untuk mengatasi kemiskinan dan kemiskinan ekstrem dengan pendekatan dimensi-dimensi tersebut, dengan kolaborasi kuat semua pihak, yakni pemerintah pusat, kementerian/lembaga, pemerintah daerah, BUMN, swasta, dan dukungan masyarakat tentunya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Survei Litbang ”Kompas”: Gejolak Politik Mengikis Apresiasi Publik