Potret Bidan di Daerah Tertinggal
Peran bidan penting bagi pembangunan bangsa. Kehadirannya menjaga dimulainya pembangunan Sumber Daya Manusia sejak dalam kandungan hingga memastikan tumbuh kembang sebagai manusia unggul.
Tantangan pembangunan kesehatan di daerah tertinggal masih menghadapi masalah kekurangan dan pemerataan distribusi tenaga kesehatan, termasuk bidan.
Tugas berat masih dijalani 4,7 persen bidan yang bertugas di daerah tertinggal. Tak berlebihan jika apresiasi diberikan kepada bidan sebagai pejuang kesehatan, khususnya di Hari Bidan Nasional Ke-71, hari ini, 24 Juni.
Bidan adalah srikandi-srikandi yang luar biasa. Tugasnya berat, tetapi mulia karena seorang bidan bertugas menjaga titik dimulainya pembangunan sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa.
Bidan adalah srikandi-srikandi yang luar biasa. Tugasnya berat, tetapi mulia.
Dimulai dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, anak balita, hingga kesehatan anak sekolah yang merupakan usia emas untuk mencetak manusia Indonesia yang unggul.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, tugas bidan adalah memberikan pelayanan kebidanan kepada perempuan selama masa sebelum hamil, masa kehamilan, persalinan, pascapersalinan, masa nifas, bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak prasekolah, termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Tugas bidan begitu berat untuk menjaga jangan sampai angka kematian ibu dan bayi meningkat, termasuk juga menjaga jangan sampai anak-anak kekurangan gizi. Tantangan yang dihadapi akan semakin berat ketika mereka bertugas di daerah 3T (terluar, terpencil, dan tertinggal).
Kondisi geografis serta infrastruktur serta sarana prasarana yang tidak sebaik di daerah yang sudah maju membuat tugas seorang bidan penuh tantangan. Bahkan di daerah yang tidak termasuk 3T pun, hambatan dalam bertugas masih sering ditemui.
Seperti kisah Ernesti, bidan di Desa Golo Ndari, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagaimana yang diberitakan Kompas.com (29/11/2021). Bidan Ernesti terpaksa membantu proses melahirkan seorang ibu di tengah perjalanan yang harus ditandu sejauh kurang lebih 5 kilometer karena jalanan rusak tidak bisa dilalui ambulans puskesmas.
Masih di NTT, Yasinta Jelita (32), ibu hamil asal Dusun Rempang, Desa Raba, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat, ditandu oleh warga menuju Poskesdes Raba yang jaraknya sekitar 8 kilometer pada Sabtu (14/5/2022).
Peristiwa yang viral di media sosial tersebut disebabkan infrastruktur jalan yang rusak sehingga kendaraan tidak bisa masuk ke dusun itu.
Perjalanan yang jauh membuat pasien mengalami pendarahan. Dengan penuh perjuangan, akhirnya pasien bisa ditolong oleh tenaga kesehatan di puskesmas kecamatan sehingga ibu dan bayi selamat.
Aksi heroik dua bidan juga viral dan menjadi sorotan publik saat berjuang membantu proses melahirkan seorang ibu di dalam perahu kecil di tengah cuaca dan ombak yang tidak bersahabat di Banggai Laut, Sulawesi Selatan.
Momen tersebut dibagikan Bidan Antania Ahmad lewat akun @tania_ahmad di TikTok, pada (31/8/2021). Proses melahirkan terpaksa dilakukan di tengah laut saat pasien dalam perjalanan menuju rumah sakit di kabupaten. Ketiga kisah tersebut hanyalah sebagian kecil kisah suka duka bidan-bidan dalam menjalankan profesinya.
Baca juga : Bidan Berperan Penting Turunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi
Bidan di daerah tertinggal
Selain menghadapi medan yang sulit di daerah tertinggal, bidan dan tenaga kesehatan lainnya menghadapi masalah kekurangan jumlah tenaga kesehatan. Merujuk data Profil Kesehatan Indonesia 2020, Kementerian Kesehatan, SDM Kesehatan (SDMK) di daerah tertinggal besarnya hanya 3,9 persen (31.374 orang) dari total SDMK nasional.
Jumlah tersebut tersebar di 62 kabupaten/kota yang berada di 11 provinsi yang dikategorikan daerah tertinggal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.
Jika dirinci proporsi berdasarkan jenis tenaga kesehatan di daerah tertinggal terhadap total tenaga kesehatan di Indonesia, tenaga kebidanan proprosinya paling besar (4,7 persen), yaitu 11.824 dari total 249.204 bidan, diikuti tenaga keperawatan sebesar 4,0 persen, dokter 2,2 persen, dokter gigi 1,4 persen, dan dokter spesialis sebesar 0,7 persen.
Dari 11 provinsi yang memiliki daerah tertinggal, jumlah SDMK di NTT dengan 13 kabupaten/kota daerah tertinggal adalah yang terbanyak dibanding 10 provinsi lainnya, yaitu 16.317 orang.
Demikian pula proporsi tenaga kebidanan yang tercatat sebanyak 3.692 orang, diikuti Sumatera Utara 1.991 bidan untuk 4 daerah tertinggal, dan terbanyak ketiga Provinsi Papua Barat sebanyak 1.667 bidan untuk 8 daerah tertinggal.
Sementara itu, jika dilihat rasio, jumlah tenaga kebidanan terhadap jumlah kabupaten/kota daerah tertinggal, Provinsi Papua sangat jauh tertinggal dibanding 10 provinsi lainnya, yakni hanya ada rata-rata 30 bidan per kabupaten/kota tertinggal. Terlihat masih terjadi ketimpangan di antara daerah tertinggal.
Ditambah lagi dDistribusi tenaga kesehatan khususnya dokter belum ada di semua puskesmas. Berdasarkan data dari Sistem Informasi SDM Kesehatan (SISDMK), tahun 2020 masih terdapat 6,9 persen puskesmas tanpa dokter.
Papua tercatat paling banyak, yakni hampir separuh puskesmas yang ada (48,2 persen) tidak memiliki dokter sehingga tugas pelayanan kesehatan dibebankan lagi ke tenaga medis lainnya seperti bidan.
Sementara itu, sebanyak 41,4 persen puskesmas di Papua juga masih kekurangan tenaga bidan. Provinsi lain dengan daerah tertinggal yang masih kekurangan tenaga bidan cukup banyak adalah Maluku (32,7 persen) dan Papua Barat (29,9 persen).
Baca juga : Optimalkan Peran Bidan dengan Layanan Telemedik
Tantangan dan upaya
Kapasitas tenaga kesehatan, khususnya bidan di daerah tertinggal, masih harus dioptimalkan. Pembangunan kesehatan di Indonesia juga masih menghadapi tantangan.
Hal ini mengingat angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) yang menjadi indikator derajat kesehatan dan keberhasilan penyelenggaraan pembangunan Kesehatan masih belum mencapai target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015 maupun Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030.
Meskipun selama tiga dekade (1991-2020) AKI dan AKB telah menunjukkan tren yang menurun, yakni AKI dari 390 pada tahun 1991 menjadi 230 pada tahun 2020 atau turun -1,80 persen per tahun, masih belum tercapai target MDGS 102 dan SDGs kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup.
Demikian pula AKB. Data menunjukkan tren menurun dari 68 pada tahun 1991 menjadi 24 pada tahun 2017 atau turun -3,93 persen per tahun, tetapi belum mencapai target MDGs 23 dan target SDGs 12 per 1.000 kelahiran hidup.
Tantangan kembali dihadapi dengan datangnya Pandemi Covid-19 yang berdampak pada menurunnya akses kesehatan ibu hamil, anak balita, maupun anak-anak sehingga tahun 2020 terjadi lonjakan angka kematian ibu dan bayi.
Angka kematian ibu tahun 2020 sekitar 4.400 kematian, meningkat 300 kasus dari 2019. Sementara angka kematian bayi pada 2019 sekitar 26.000 kasus, meningkat hampir 40 persen menjadi 44.000 kasus pada 2020 (Kompas, 8 Maret 2021).
Tak hanya itu, tantangan juga semakin berat manakala banyak tenaga kesehatan, termasuk bidan, menjadi korban keganasan Covid-19. Merujuk laman nakes.laporcovid19.org per 19 Juni 2022 tercatat 398 bidan meninggal karena Covid-19.
Upaya untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan, maupun daerah bermasalah kesehatan lainnya telah dilakukan pemerintah.
Salah satunya, sejak tahun 2015 Kementerian Kesehatan meluncurkan program penugasan khusus tenaga kesehatan Nusantara Sehat, meliputi penugasan khusus tenaga kesehatan berbasis tim dan individu.
Pada tahun 2020, tenaga kebidanan mengambil porsi 12,4 persen penempatan tenaga kesehatan pada tim Nusantara Sehat. Sementara itu, dari 2.345 tenaga kesehatan pada Nusantara Sehat individu tahun 2020, sebanyak 191 orang (8,2 persen) adalah bidan.
Oleh karena itu, di Hari Bidan Nasional Ke-71 pada 24 Juni ini, apresiasi dan dukungan perlu diberikan kepada seluruh bidan terlebih yang bertugas di daerah 3T, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat agar pembangunan kesehatan berjalan optimal untuk mencapai tujuan mewujudkan SDM unggul. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Hari Kesehatan Sedunia: Mengapresiasi Kerja Perawat dan Bidan