Harmoni Politik ”Reshuffle” Kabinet Presiden Jokowi
Selama menjabat dalam dua periode kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo telah melakukan sembilan kali pergantian menteri. Harapannya, bukan semata demi kepentingan elite politik, melainkan demi kepentingan masyarakat.
Jamuan makan siang bersama sejumlah ketua umum partai menjadi tontonan awal sebelum pelantikan dua menteri dan tiga wakil menteri baru. Presiden Joko Widodo telah berhasil menunjukkan kendali penuh atas pemerintahannya di tengah ketegangan Pilpres 2024. Bagaimanapun, pergantian menteri diharapkan mampu berpihak pada kepentingan rakyat sepenuhnya.
Dalam dua periode menjabat, Presiden Jokowi telah melakukan perombakan (reshuffle) kabinet sebanyak sembilan kali. Tercatat, enam perombakan terjadi di periode pertama kepresidenan (2015-2018) dan tiga kali di periode pertama kepresidenan (2020-2022). Perombakan pertama terjadi pada Rabu, 12 Agustus 2015, dengan mengganti enam menteri.
Di perombakan kabinet kedua (Rabu, 27 Juli 2016), bisa jadi momen mengejutkan karena 12 menteri dan satu badan diubah susunannya oleh Presiden Jokowi. Terjadinya perombakan kabinet kali ini dilatarbelakangi oleh situasi ekonomi nasional yang lesu dan muncul juga sejumlah figur menteri yang cenderung membuat kegaduhan (noise) di ranah publik. Meski begitu, presiden tetap akomodatif terhadap partai politik dengan memasukkan empat menteri parpol dalam jajaran kabinetnya (Wiranto-Hanura, Airlangga-Golkar, Eko-PKB, dan Asman-PAN).
Berselang tiga bulan (Jumat, 14 Oktober 2016), Presiden Joko Widodo menggunakan hak prerogatif untuk mengangkat Ignasius Jonan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral serta Arcandra Tahar sebagai Wakil Menteri ESDM.
Selanjutnya, Presiden Jokowi mengganti menteri sosial dan kepala staf kepresidenan di medio tahun ketiga pemerintahannya yang bersamaan dengan tahun politik, tepatnya Rabu, 17 Januari 2018.
Presiden Jokowi melantik politisi Partai Golkar Idrus Marham sebagai Menteri Sosial menggantikan Khofifah Indar Parawansa yang maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur dan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan menggantikan Teten Masduki. Kala itu, muncul kritik publik kepada Presiden Jokowi yang masih mempertahankan Airlangga di posisi Menteri Perindustrian, padahal sebelumnya presiden menyatakan bahwa tidak memperbolehkan menterinya merangkap sebagai pemimpin partai.
Pada 15 Agustus 2018, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur digantikan oleh Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin. Pengunduran diri Asman murni karena pilihan politik. Sebab, partai asal Asman, yaitu Partai Amanat Nasional, mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pemilu 2019.
Hanya hitungan hari (Jumat, 24 Agustus 2018), Presiden Jokowi mengganti Menteri Sosial Idrus Marham yang terjerat kasus korupsi terkait dengan kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau 1 di Provinsi Riau dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Posisi Idrus di kabinet lalu diganti oleh rekannya dari Partai Golkar, Agus Gumiwang Kartasasmita. Pergantian yang mendesak ini didorong juga oleh penanganan pascagempa di Nusa Tenggara Barat dan Program Keluarga Harapan yang dimulai 2019.
Selanjutnya, reshuffle kabinet yang ketujuh terjadi di periode kedua masa kepresidenan Jokowi, tepatnya pada Rabu, 23 Desember 2020. Sebanyak enam menteri dirombak dalam jajaran Kabinet Indonesia Maju. Pandemi Covid-19 yang terus meningkat, program vaksinasi yang membutuhkan energi besar, krisis ekonomi, dan tensi sosial yang cenderung meningkat menjadi pemicu utama dilakukannya reshuffle kabinet.
Perombakan kabinet kedelapan terjadi pada Rabu, 28 April 2021, sekaligus perubahan nomenklatur di sejumlah kementerian. Nadiem Anwar Makarim yang sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dilantik menjadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Bahlil Lahadalia, sebelumnya Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dilantik menjadi Menteri Investasi merangkap kepala BKPM.
Kesembilan, Presiden Jokowi melantik dua menteri dan tiga wakil menteri pada Rabu, 15 Juni 2022. Rincinya, Hadi Tjahjanto sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan, John Wempi Wetipo sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri, Afriansyah Noor sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan, dan Raja Juli Antoni sebagai Wakil Menteri ATR/BPN.
Maka, selama dua periode menjabat, Presiden Jokowi telah melakukan bongkar pasang kepada 34 posisi menteri di sembilan momen. Memang, secara umum pergantian dilakukan pada Rabu dan Jumat atau weton Pon atau Pahing menurut perhitungan Jawa. Namun, pergantian menteri bukan semata karena ramalan, ada masalah tertentu yang harus ditangani dengan cepat.
Alasan perombakan
Spekulasi para pengamat, pakar, dan masyarakat selalu bergulir tiap terjadi perombakan menteri di jajaran kabinet pemerintahan. Setidaknya, ada empat alasan kuat yang menjadi pemicu perombakan menteri di pemerintahan Presiden Jokowi.
Pertama, terkait permasalahan mendesak yang sedang terjadi di masyarakat. Kembali ke 23 Desember 2020, perombakan kabinet yang terjadi di tengah pandemi Covid-19 dipicu oleh ketegangan antara penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi yang berimbas pada kebijakan publik yang kerap menuai kegaduhan atau kebingungan publik. Presiden membutuhkan sosok menteri yang memiliki kecakapan komunikasi publik sehingga dapat meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah dan menggerakkan birokrasi untuk melayani masyarakat.
Dalam konteks reshuffle kabinet kali ini, sorotan utama tentu pada persoalan kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng yang terjadi dari awal tahun. Selain itu, naiknya sejumlah harga bahan pangan turut menjadi agenda Menteri Perdagangan yang baru. Bagi Menteri ATR/Kepala BPN, tugas yang perlu segera diselesaikan ialah persoalan sengketa tanah dan pemberian sertifikat tanah yang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo.
Kedua, tindak korupsi yang dilakukan sejumlah menteri. Tercatat, empat menteri di bawah pemerintahan Jokowi telah terjerat kasus korupsi. Keempatnya ialah bekas Menteri Sosial Idrus Marham (Partai Golkar), bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi (Partai PKB), bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (Partai Gerindra), dan bekas Menteri Sosial Juliari Batubara (Partai PDI-P).
Ketiga, pengunduran diri menteri karena kepentingan dukungan politik atau kampanye. Hal ini terjadi ketika Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mundur dari kabinet karena maju dalam pemilihan gubernur Jawa Timur. Selain itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur juga mundur di Agustus 2018 karena PAN bergabung dalam koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pemilu 2019.
Keempat, konsolidasi partai politik atau koalisi partai yang kerap mengundang spekulasi dan interpretasi berbagai pihak. Alasan keempat ini begitu kental nuansa politisnya, terkait partai politik yang masih patuh pada koalisi utama atau yang terindikasi mulai memisahkan diri.
Contoh teranyar, pada perombakan kabinet kali ini, Jokowi tetap mempertahankan tiga ketua umum partai masih berada di jajaran Kabinet Indonesia Maju dan menambah satu ketua umum partai sehingga konsolidasi dapat terjaga. Keempatnya ialah Prabowo Subianto (Ketum Partai Gerindra), Airlangga Hartarto (Ketum Partai Golkar), Suharso Monoarfa (Ketum Partai PPP), dan Zulkifli Hasan (Ketum PAN) yang baru saja dilantik.
Harapan
Terjadinya reshuffle kabinet sendiri lazim terjadi pada tiap periode pemerintahan. Para menteri dan wakil menteri yang dipilih diharapkan memiliki loyalitas tunggal kepada presiden sebagai kepala pemerintahan. Kekuasaan yang dimiliki seorang yang memimpin kementerian hendaknya didedikasikan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Di sisi lain, Presiden Jokowi berhasil memperlihatkan kekuatan politiknya dengan mengundang para ketua umum untuk makan siang dan berjalan bersama dalam ruangan sebelum pelantikan dilaksanakan. Komunikasi politik melalui jamuan makan siang atau malam masih menjadi kekhasan seorang Joko Widodo sejak menjabat sebagai Wali Kota Solo. Tontonan jamuan makan siang kali ini menunjukkan nuansa harmonis antarpartai di tengah mulai memanasnya persaingan dalam isu Pilpres 2024.
Para pengamat politik beranggapan bahwa reshuffle kabinet ini hanya manuver politik untuk menunjukkan stabilitas dan koalisi yang masih solid. Terlepas dari itu, solidnya koalisi diharapkan membawa dampak positif ke masyarakat, baik dari segi kebijakan yang saling bersinergi maupun persaingan yang sehat antarkelompok pendukung. Semoga, rekonsiliasi yang terjadi di jajaran menteri membawa kebaikan demi kepentingan rakyat. (LITBANG KOMPAS)