Perkuat Kembali Pengendalian Pandemi
Kasus infeksi yang disebabkan oleh subvarian BA.4 dan BA.5 adalah salah satu dampak dari kondisi pandemi saat ini. Virus penyebab Covid-19 akan terus bermutasi selama terjadi transmisi antarindividu dan kelompok.
Indonesia melaporkan kenaikan kasus infeksi Covid-19 dalam sepekan terakhir. Kenaikan kasus diduga karena banyaknya kerumunan dan pelonggaran protokol kesehatan di tengah masyarakat. Selain itu, kondisi pandemi bisa saja memburuk setelah ada laporan infeksi subvarian BA.4 dan BA.5 di Indonesia. Oleh sebab itu, perlu perkuat kembali upaya pengendalian wabah korona.
Sejak Maret 2022, kondisi pandemi di Indonesia terpantau lebih terkendali. Penambahan kasus terus menurun hingga akhir Mei 2022. Penurunan kasus tentu sangat melegakan bagi masyarakat dan pemerintah, mengingat sebelumnya terjadi gelombang infeksi besar-besaran. Awal tahun 2022, terjadi gelombang Omicron yang menyebabkan kasus penularan harian melebihi 50.000 kasus dalam sehari.
Di tengah terkendalinya kondisi pandemi saat itu, sebenarnya ada titik krusial yang perlu diwaspadai, yaitu perayaan Idul Fitri pada awal Mei 2022. Kala itu, kasus positif harian masih berkisar 100-200 orang. Sayangnya, situasi yang kondusif tersebut relatif tidak direspons dengan bijak.
Terjadi banyak pelonggaran aturan pengendalian Covid-19 yang dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah tidak ada batasan mudik dan ditiadakannya syarat tes Covid-19 bagi pelaku perjalanan. Alhasil, performa pemeriksaan Indonesia terjun bebas. Demikian pula pelacakan yang berjalan sangat minim.
Dampak pelonggaran aturan dan menurunnya kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan tentu tidak terlihat dalam tempo singkat. Ada gap waktu yang dibutuhkan untuk inkubasi virus hingga terdeteksi positif. Sebulan berlalu, kasus penularan Covid-19 mulai meningkat.
Indonesia mencatat kenaikan kasus hingga 67 persen seminggu terakhir. Minggu pertama Juni 2022, kasus infeksi harian berkisar 300 orang dan bertambah lagi menjadi lebih dari 500 orang di minggu kedua. Untuk sementara, jumlah kasus terbanyak 627 orang pada 10 Juni 2022.
Pemerintah melihat kenaikan kasus yang tengah terjadi adalah pola lazim setiap kali ada perayaan agama, seperti Idul Fitri serta Natal dan Tahun Baru. Dengan pola yang sudah relatif ”rutin” ini seharusnya pemerintah dapat lebih bijak untuk mengantisipasi. Tujuannya agar dampak yang muncul dapat ditekan serendah mungkin atau dihilangkan sehingga tidak terjadi lonjakan kasus di kemudian hari.
Lonjakan kasus yang terjadi saat ini patut diwaspadai. Pasalnya, Pemerintah Indonesia mengonfirmasi kasus infeksi itu merupakan subvarian BA.4 dan BA.5 yang jauh lebih infeksius. Kedua subvarian tersebut berasal dari galur varian Omicron yang telah terlebih dahulu menyebabkan lonjakan besar awal tahun 2022.
Konfirmasi kasus kedua subvarian Omicron dilaporkan pada 6 Juni 2022. Setidaknya ada empat orang yang terinfeksi subvarian BA.4 dan BA.5. Tiga di antaranya adalah warga negara asing yang menghadiri konferensi internasional di Bali pada 23-28 Mei 2022. Selain Indonesia, ada lebih dari 50 negara yang telah melaporkan kasus infeksi kedua subvarian tersebut.
Subvarian Covid-19
Kasus infeksi yang disebabkan oleh subvarian BA.4 dan BA.5 adalah salah satu dampak dari kondisi pandemi saat ini. Virus penyebab Covid-19 akan terus bermutasi selama terjadi transmisi antarindividu dan kelompok. Mutasi yang terjadi adalah bentuk adaptasi virus agar bisa bertahan hidup di dalam inangnya.
Subvarian BA.4 dan BA.5 adalah turunan mutasi dari varian Omicron. Artinya, total ada lima varian baru yang lahir dari Omicron, yaitu BA.1, BA.2, BA.3, BA.4, dan BA.5. Saat ini Omicron adalah satu-satunya varian virus Covid-19 paling berbahaya (Variants Of Concern/VOC) yang masih dipantau aktif oleh WHO. Dulunya, VOC berisikan varian Alpha, Beta, Gamma, dan Delta.
Dua subvarian Omicron pertama kali terdeteksi pada 10 Januari 2022 di Limpopo, Afrika Selatan. Saat ini subvarian ini telah ditemukan di seluruh wilayah negara tersebut. Kemampuan infeksi yang sangat tinggi menyebabkan lonjakan penularan yang tajam di Afrika Selatan.
Persentase kasus subvarian pada Januari 2022 masih sangat kecil, yaitu kurang dari 1 persen. Tak berselang lama, kasus infeksi BA.4 telah mencapai 35 persen dan BA.5 sebanyak 20 persen pada akhir April 2022. Negara-negara yang juga telah melaporkan kasus yang sama adalah Austria, Amerika Serikat, Inggris, Denmark, Jerman, dan Portugal.
Bagi Indonesia, keberadaan BA.4 dan BA.5 tidak bisa diremehkan karena sangat mungkin menyebabkan perburukan situasi pandemi. Meskipun gejala infeksi yang ditimbulkan tergolong ringan, setiap pasien Covid-19 tetap berisiko, khususnya mengalami penyakit long covid.
Ada dua hal yang membuat subvarian BA.4 dan BA.5 patut diwaspadai. Pertama, keduanya membawa mutasi jenis L452R, yaitu mutasi yang juga ditemukan di varian Delta. Mutasi jenis tersebut membuat virus mampu menginfeksi lebih mudah sel-sel manusia, termasuk terhindar dari serangan sel-sel imun.
Kedua, BA.4 dan BA.5 juga memiliki mutasi jenis F486V dekat jaringan protein virus (spike) yang bertugas untuk mengikat sel-sel manusia. Serupa dengan L452R, mutasi jenis F486V membuat virus memiliki kemampuan untuk menghindari serangan sel-sel imun manusia.
Kemampuan menghindari antibodi manusia, baik yang terbentuk secara alami karena infeksi virus maupun hasil injeksi vaksin, masih perlu diteliti lebih dalam. Salah satu penelitian di Afrika Selatan yang melibatkan 39 orang yang telah pulih dari varian Omicron menunjukkan kurang efektifnya kemampuan antibodi melawan BA.4 dan BA.5.
Konsisten
Kemampuan varian baru yang lebih infeksius, bahkan mampu menghindari sel imun manusia, adalah pesan kuat bagi setiap individu dan pemangku kebijakan untuk tetap waspada dan tidak melakukan hal-hal yang mampu memperburuk kondisi pandemi. Tiga hal yang perlu diperkuat kembali adalah vaksinasi, protokol kesehatan, dan aturan pengendalian pandemi.
Vaksinasi masih menjadi pekerjaan besar Pemerintah Indonesia. Capaian penerima dosis lengkap vaksin Covid-19 belum tuntas hingga pertengahan 2022. Tercatat jumlah penduduk yang menerima vaksin dosis lengkap sebanyak 168,03 juta jiwa pada 11 Juni 2022 atau sekitar 62 persen dari total penduduk Indonesia.
Apabila vaksin dosis lengkap saja belum tuntas, capaian dosis ketiga pasti jauh lebih rendah. Satgas Penanganan Covid-19 Nasional melaporkan dosis ketiga baru diterima oleh 47,5 juta orang. Jumlah tersebut baru 17,6 persen dari seluruh penduduk. Hingga awal Juni 2022, hanya lima provinsi yang capaian dosis ketiga lebih dari 30 persen. Ironisnya, ada 20 provinsi yang capaiannya masih di bawah 20 persen.
Vaksin Covid-19 penting dalam upaya pengendalian pandemi, khususnya di tengah peluang lonjakan kasus karena varian baru. Riset di Afrika Selatan menyebutkan bahwa 38,5 persen dari jumlah sampel uji menunjukkan antibodi yang terbentuk dari vaksinasi jauh lebih efektif melawan varian BA.4 dan BA.5, dibandingkan yang muncul dari infeksi alami.
Oleh sebab itu, cakupan vaksinasi Covid-19 harus terus ditingkatkan. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga harus terus menguatkan protokol kesehatan melalui komunikasi publik yang tepat. Pelonggaran-pelonggaran protokol kesehatan saat ini justru berpeluang besar pada perburukan situasi.
Protokol kesehatan yang telah dijalankan oleh semua orang sepanjang dua tahun terakhir sebaiknya tidak dilonggarkan, melainkan dijadikan sebagai pedoman umum saat beraktivitas. Apalagi, pada tahun 2020, pemerintah menggaungkan slogan kenormalan baru yang menitikberatkan pada protokol kesehatan.
Sayangnya, slogan tersebut kini relatif diabaikan oleh sebagian masyarakat. Apabila diperhatikan, banyak masyarakat yang tidak lagi mematuhi protokol kesehatan. Banyak dari mereka yang melepas masker, tidak menjaga jarak, melakukan kontak fisik, dan mengabaikan kebersihan tangan. Penguatan protokol kesehatan tentu akan lebih efektif dengan penguatan kebijakan pengendalian pandemi. Misalnya, memberlakukan kembali syarat perjalanan dengan tes Covid-19 dan peningkatan pemeriksaan serta pelacakan yang telah lama kendur.
Akhirnya, kemunculan subvarian BA.4 dan BA.5 memang harus dipandang sebagai peringatan bersama baik untuk masyarakat dan pemerintah. Celah-celah penularan yang semakin banyak seperti kerumunan pada acara keagamaan dan kegiatan publik lainnya, hanya akan membawa Indonesia pada perburukan kondisi pandemi.
Rencana pelonggaran aturan dan sejenisnya perlu dikembalikan pada pemikiran bahwa pandemi adalah kondisi yang penuh ketidakpastian. Oleh karena itu, upaya-upaya pengendalian pandemi, baik secara regulasi maupun komunikasi adalah mutlak untuk terus dilakukan tanpa dapat ditawar. (LITBANG KOMPAS)