Konten Video Andalan Menggaet Warganet
Media sosial berupaya mengajak orang berlama-lama menggunakan layanan mereka. Salah satu perubahan yang dilakukan perusahaan media sosial secara cukup masif adalah mengakomodasi konten video secara lebih maksimal.

Konten buatan pengguna atau user generated content (UGC) berupa video menjadi andalan influencer untuk meningkatkan interaksi dengan warganet. Pengelola akun individu hingga perusahaan dapat memanfaatkan jenis konten video ini untuk meningkatkan interaksi hingga pemasaran.
Setiap hari pengguna media sosial menggulirkan layar gawai untuk terus mengikuti konten-konten yang disajikan. Data Digital 2022 yang disusun We Are Social dan Hootsuite menunjukkan, rata-rata warga dunia menghabiskan 2 jam 27 menit setiap harinya untuk mengakses media sosial.
Media sosial terus bertumbuh memikat warga dunia. Hingga Januari 2022 tercatat ada 4,62 miliar pengguna aktif media sosial di dunia. Jumlah tersebut naik 10 persen dari tahun 2021. Kini, jumlah pengguna media sosial tersebut setara dengan 58 persen total populasi dunia.
Popularitas media sosial terus meningkat karena perusahaan media sosial memang terus berupaya untuk mengajak orang berlama-lama menggunakan layanan mereka. Salah satu perubahan yang kini dilakukan oleh perusahaan media sosial secara cukup masif adalah dimulainya mengakomodasi konten video.
Transformasi yang cukup mencolok salah satunya terjadi pada Instagram. Semula Instagram didedikasikan sebagai platform berbagi foto atau gambar. Pada perkembangannya, di tahun 2018 diperkenalkan Instagram TV untuk mengakomodasi konten video berdurasi panjang.
Dua tahun kemudian, pada 2020, Instagram meluncurkan Reels, fitur video pendek berdurasi 15 detik. Terkini, Instagram Reels mendapat pembaruan hingga dapat menampilkan video sepanjang 90 detik.
Dominasi format video juga mendorong Twitter untuk beradaptasi di tengah kompetisi. Media sosial yang sekarang dimiliki oleh Elon Musk semula berbasis teks kini dapat digunakan untuk membagikan video pendek sepanjang 2 menit 20 detik.
Perjalanan Twitter bersama video dimulai sejak tahun 2012 dengan format video looping (berulang) berdurasi 6 detik. Dari sini dapat dilihat proses konten format video menapaki takhta tertinggi sebagai konten media sosial yang paling disukai oleh para pengguna.

Ilustrasi: pengguna membuka media sosial Twitter melalui ponselnya.
Kelompok pengguna media sosial yang setiap hari membuat dan menikmati konten digital direkam jejak aktivitasnya oleh perusahaan penyedia platform. Dari situ didapati pola perilaku bermedia sosial yang pada akhirnya dapat memunculkan selera mayoritas terhadap suatu format konten. Salah satu yang tampil dominan adalah konten buatan pengguna atau user generated content (UGC).
UGC dapat dimaknai sebagai segala jenis konten yang dibuat oleh pengguna dan diunggah melalui kanal-kanal media sosial. Kelompok pengguna yang dimaksud, antara lain, pengguna produk barang atau jasa, loyalis merek, bahkan karyawan perusahaan yang berafiliasi terhadap suatu merek atau organisasi. Berbeda dengan konten yang dibuat oleh suatu organisasi atau perusahaan untuk menampilkan produk mereka sendiri.
Apabila dipilah antara UGC dan konten dari produsen atau organisasi, konten buatan pengguna dapat dibilang cenderung lebih organik. Jenis konten ini oleh audiens dipandang memiliki sifat terbuka, jujur, dan apa adanya. Biasanya muatan UGC berupa testimoni produk, foto, video, ulasan (review), bahkan dalam rupa podcast.
Dari sederet muatan konten tersebut, format video menjadi yang laku keras. Apabila diperhatikan dari formatnya, UGC dengan performa yang baik disajikan dalam bentuk konten pendek, ringkas, dan ringan untuk dicerna audiens.
Keunggulan UGC didukung juga oleh tren media sosial yang kini mulai membentuk iklim video sentris. Algoritma media sosial turut mendukung larisnya konten buatan pengguna. Kini, algoritma media sosial menjalankan mekanisme distribusi konten pada taraf konten akan menemukan audiens yang tepat.
Berkali lipat
Daya tarik UGC terlihat dari hasil survei Deloitte tentang fenomena pengguna media sosial pada Maret 2022. Fenomena yang diteliti adalah kecenderungan audiens terlarut dalam aktivitas menonton dan menggulir konten di media sosial.
Survei yang melibatkan 2.000 responden dari gen-Z, milenial, dan gen-X di Amerika Serikat ini mengungkap bahwa 70 persen gen-Z mengaku bahwa mereka selalu menghabiskan waktu lebih banyak untuk mengonsumsi UGC lebih dari yang direncanakan. Misalnya, hanya berniat menonton selama sepuluh menit, tetapi tanpa disadari setengah jam sudah berlalu. Hal serupa juga terjadi pada 66 persen milenial dan 54 persen gen-X.
Hasil selanjutnya mengungkap tentang sejak kapan fenomena tenggelamnya audiens pada aktivitas menggulir konten UGC mulai dirasakan. Sejumlah 63 persen responden milenial mengaku bahwa dalam waktu enam bulan terakhir (Oktober 2021-Maret 2022) mengalami peningkatan durasi menggulir laman media sosial secara cukup signifikan. Fenomena serupa juga dialami oleh 59 persen responden gen-Z dan 56 persen gen-X.

Dalam era dominasi video sebagai raja konten, para responden milenial mengaku lebih banyak mengakses UGC berjenis video di media sosial. Temuan survei mengungkap bahwa durasi responden menggulir konten video di media sosial mengungguli alokasi waktu menonton acara televisi dan film melalui layanan streaming video on demand (VOD).
Apabila ditelusuri lebih jauh lagi, perubahan perilaku audiens konten digital salah satunya digiring oleh berbagai platform media sosial yang kini menempatkan video sebagai format konten unggulan. Menurut artikel dari Business Twitter, terdapat lebih dari 2 miliar penonton video di platform Twitter setiap harinya. Angka ini terus meningkat secara year on year mencapai 67 persen. Keunggulan konten video di Twitter adalah mampu menarik 10 kali lipat angka engagement atau keterlibatan pengguna Twitter.
Selain Twitter, pihak Instagram juga mengklaim respons positif pengguna ”IG” terhadap konten berformat video. Disebutkan bahwa 91 persen pengguna aktif Instagram menonton video melalui platform ini. Klaim terhadap daya dorong kepada audiens untuk melakukan aksi juga dimunculkan. Instagram menyatakan bahwa 50 persen pengguna yang melihat iklan dalam bentuk video mau mampir ke laman pengiklan.
Ragam manfaat
Dari kacamata pembuat konten, hal ini tentu berperan penting dalam meraup angka jangkauan (reach) konten yang dapat mencapai audiens. Terlebih lagi dengan adanya algoritma media sosial, bisa jadi konten yang direkomendasikan mencapai target audiens secara terarah dengan minat khusus.
Pemanfaatan UGC dapat diterapkan dalam berbagai bidang, mulai dari pemasaran produk, mengajak khalayak untuk melakukan aksi, hingga mengarahkan opini publik terhadap suatu isu. Hingga saat ini peran UGC yang paling terlihat adalah dari para pemengaruh (influencer). Mereka bertindak sebagai opinion leader yang diyakini menyuarakan kebenaran oleh para pengikutnya.
Meski demikian, kekuatan UGC untuk melegitimasi kebenaran tidak hanya bergantung pada ketokohan pemengaruh semata. Namun, bisa juga dicapai berdasarkan kesamaan suara sekelompok suatu khalayak digital. Ketika muncul tagar #MeToo terkait kasus kekerasan terhadap perempuan, melalui gerakan khalayak digital maka dapat dibentuk suatu kebenaran yang dapat diyakini oleh publik.

Tagar UGM Bohong Lagi" menjadi topik tren di Indonesia dalam media sosial Twitter, Selasa (17/12/2019). Ada sekitar 21.000 cuitan yang memuat tagar tersebut. Tagar itu mempertanyakan komitmen UGM menangani kasus kekerasan seksual di kampus.
Artinya, setiap pengguna media sosial memiliki kesempatan yang sama walau tidak memiliki modal sekuat pemengaruh yang sudah mapan. Pihak-pihak yang berkutat dengan isu-isu minor sekalipun juga berpeluang dapat menjaring pengaruh pada kelompok serupa lainnya dan juga komunitas lain yang lebih beragam. Misalnya, isu-isu yang digiring oleh komunitas tertentu yang cenderung minim pengikut seperti isu terkait kesejahteraan nelayan, petani, masyarakat adat misalnya yang sehari-hari terbilang jarang mencapai viral.
Isu-isu minor tersebut berkesempatan memanfaatkan UGC untuk bisa berebut perhatian warganet dan lebih jauh lagi mengumpulkan khalayak dengan perhatian yang sama terhadap suatu isu. Semakin besar jumlah khalayak, maka akan semakin banyak konten UGC yang muncul di media sosial.
Ibarat bola salju, ketika menggelinding maka akan semakin besar pula ukurannya. Demikian juga dengan UGC, akan semakin kuat pengaruhnya apabila semakin banyak pengguna yang secara sukarela turut membuatnya. Sampai pada titik ini, khalayak dapat memberdayakan media sosial demi tujuan komunal yang lebih baik. (LITBANG KOMPAS)