Mulai bergeraknya perekonomian seiring pelonggaran mobilitas berdampak positif bagi kinerja penerimaan pajak nasional tahun ini. Jelang akhir tahun 2021, upaya terus dilakukan agar memenuhi target penerimaan tahun ini.
Oleh
Antonius Purwanto
·6 menit baca
Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal tahun 2020 hingga tahun ini telah memberikan tantangan besar terhadap penerimaan pajak Indonesia seiring dengan menurunnya aktivitas ekonomi. Pasalnya, penerimaan pajak, di luar penerimaan cukai, bea masuk, dan bea keluar, masih menjadi penopang utama pendapatan negara. Di sisi lain, kebijakan fiskal countercyclical yang diterapkan pemerintah pada masa pandemi ini membutuhkan dukungan pendapatan negara yang optimal.
Tahun ini, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp 1.229,6 triliun atau lebih tinggi 14,7 persen dari realisasi penerimaan pajak tahun 2020. Dengan target sebesar itu, penerimaan pajak akan berkontribusi sebesar 41,3 persen dari total APBN 2021. Target itu dinilai cukup memadai untuk menopang kebutuhan belanja penanganan pandemi dan mendukung program pemulihan ekonomi nasional.
Kementerian Keuangan mencatat sepanjang tahun ini tren penerimaan pajak terus meningkat karena dipicu oleh adanya pemulihan ekonomi yang semakin kuat. Indikasi menguatnya kinerja pajak tahun ini terlihat selama September-November 2021. Pertumbuhannya di atas 13 persen secara tahunan.
Pada periode semester I tahun 2021, pemerintah mencatat realisasi penerimaan pajak senilai Rp 557,77 triliun atau tumbuh 4,89 persen dari periode yang sama tahun lalu. Selanjutnya, pada Juli 2021, penerimaan pajak tercatat tumbuh sebesar 7,6 persen, Agustus (9,52 persen), September (13,25 persen), dan Oktober (15,3 persen).
Sementara pada November tahun ini, penerimaan pajak telah mencapai Rp 1.082,6 triliun atau sekitar 88,04 persen dari target tahun ini. Artinya, pada Desember ini otoritas pajak tinggal mengumpulkan sisa penerimaan pajak senilai Rp 147 triliun agar mencapai target yang telah ditetapkan. Dengan tren positif tersebut, peluang tercapainya target penerimaan pajak masih sangat terbuka.
Sebagai informasi, penerimaan pajak tahun lalu tidak mencapai target atau shortfall Rp 128,8 triliun. Saat itu, penerimaan pajak hanya mampu terkumpul Rp 1.069,98 triliun atau 89,25 persen dari target yang ditetapkan Rp 1.198,8 triliun dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020. Adapun pemerintah sempat mencatatkan penerimaan pajak gemilang atau mencapai target pada tahun 2008 sebesar Rp 571 triliun atau 106,7 persen dari target Rp 535 triliun.
Tren positif penerimaan pajak itu tak terlepas dari kasus Covid-19 yang melandai dan meningkatnya vaksinasi di Indonesia. Dampaknya, masyarakat kian percaya diri untuk melakukan aktivitas ekonomi. Dengan demikian, perbaikan pendapatan pajak merupakan cerminan dari semakin pulihnya perekonomian Indonesia.
Sementara itu, Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada November 2021 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi Indonesia masih terus menguat. Hal ini tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) November 2021 sebesar 118,5 atau lebih tinggi dari 113,4 pada Oktober 2021.
Penguatan IKK November 2021 terutama didorong oleh membaiknya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, tecermin dari Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) sebesar 99,2 yang meningkat dari 91,8 pada bulan sebelumnya.
Pajak sektoral
Untuk mencapai target hingga akhir tahun, Kementerian Keuangan menyebutkan ada tiga sektor utama yang akan menjadi penopang penerimaan pajak, yaitu sektor perdagangan, industri pengolahan, serta sektor pertambangan.
Ketiga sektor ini menjadi andalan karena harga-harga komoditas yang mengalami lonjakan, terutama batubara. Jika pergerakan positif seperti ini terus terjadi, pemerintah meyakini penerimaan pajak hingga akhir tahun ini bisa terpenuhi.
Secara sektoral, mayoritas kinerja penerimaan pajak mengalami pertumbuhan positif sampai dengan Oktober 2021. Dua sektor utama yang berkontribusi lebih dari 50 persen penerimaan, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, mampu tumbuh hingga dua digit.
Sektor industri pengolahan sebagai sektor dengan kontribusi terbesar mampu tumbuh 14,6 persen (year on year) pada Januari-Oktober 2021. Begitu pula dengan sektor perdagangan, yang mampu tumbuh 25 persen (year on year) sejak awal tahun hingga Oktober 2021.
Membaiknya kinerja penerimaan pajak kedua sektor tersebut ditopang oleh pulihnya permintaan global dan domestik yang mendorong peningkatan produksi, konsumsi, ekspor, dan impor.
Hal itu ditunjukkan dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang berada di posisi 53,9 pada November 2021. Angka ini turun 5,8 persen dari bulan sebelumnya yang sebesar 57,2. Kendati menurun, indeks manufaktur tersebut masih dalam kondisi ekspansif karena berada di atas 50. Ekspansi ini didorong dari ancaman varian Delta Covid-19 yang semakin berkurang.
IHS Markit menjelaskan, produksi manufaktur Indonesia mengalami ekspansi selama tiga bulan berturut-turut. Sama halnya dengan produksi, output mengalami ekspansi selama tiga bulan berturut-turut. Output ini didukung oleh kenaikan permintaan. Kendati demikian, ekspansi output dan produksi November 2021 lebih rendah dari Oktober 2021.
Sektor lain yang mencatatkan pertumbuhan positif sampai dengan Oktober 2021 adalah sektor informasi dan komunikasi yang tumbuh 17,8 persen (year on year). Sektor informasi dan komunikasi mengalami capaian yang mengagumkan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam memenuhi aktivitas di masa pandemi.
Sementara sektor pertambangan pada Januari-Oktober 2021 kembali mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu 43,4 persen. Peningkatan itu dipicu oleh menguatnya kembali harga komoditas setelah kehilangan tenaga pada pertengahan 2021.
Adapun sektor transportasi dan pergudangan tumbuh 5,9 persen, sebagai dampak dari meningkatnya mobilitas masyarakat dan lalu lintas barang, terutama dari subsektor angkutan laut.
Tantangan pajak 2022
Dalam APBN 2022, pemerintah menargetkan penerimaan pajak tahun depan sebesar Rp 1.262,92 triliun atau meningkat 10,5 persen jika dibandingkan dengan outlook penerimaan tahun ini yang sebesar Rp 1.142,5 triliun. Pertumbuhan penerimaan pajak tersebut seiring dengan pulihnya aktivitas perekonomian dan didukung oleh reformasi perpajakan yang akan dilakukan.
Pendapatan negara pada tahun 2022 diproyeksikan tetap dapat melanjutkan kinerja positif seiring prospek pemulihan ekonomi pada tahun 2022. Namun, secara nominal pendapatan negara pada tahun 2022 belum dapat kembali pada posisi sebelum pandemi Covid-19.
Faktor yang memengaruhi hal tersebut antara lain karena sektor ekonomi yang diperkirakan belum pulih sepenuhnya, insentif fiskal yang sifatnya permanen, serta basis penerimaan pajak tahun 2020 yang turun mendekati realisasi tahun 2015 karena dampak pandemi Covid-19.
Sebagai catatan, pemerintah sebelumnya menyatakan target penerimaan perpajakan yang tertuang dalam APBN 2022 masih belum memperhitungkan potensi tambahan penerimaan dari UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). UU HPP diperkirakan akan memberikan tambahan penerimaan senilai Rp 130 triliun untuk kas negara.
Hampir sama seperti tahun ini, penerimaan pajak pada tahun depan diperkirakan masih akan menghadapi sederet tantangan. Sejumlah tantangan itu antara lain ketidakpastian kegiatan ekonomi, penurunan basis pajak, jenis pajak tertentu yang sulit untuk rebound, dominasi sektor komoditas dan perdagangan dalam penerimaan negara, tingginya shadow economy, hingga situasi dan kebijakan pajak global.
Menghadapi tantangan tersebut, pemerintah akan melakukan sejumlah strategi, di antaranya memperluas basis pemajakan dengan meningkatkan kepatuhan sukarela, ekstensifikasi, dan inovasi penggalian potensi melalui pengawasan wajib pajak (WP) strategi dan pengawasan berbasis kewilayahan.
Kemudian perluasan kanal pembayaran, optimalisasi data melalui AEoI dan data perbankan, penegakan hukum yang adil, serta kelanjutan reformasi perpajakan, salah satunya melalui pengembangan core tax system, yaitu sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP, termasuk automasi proses bisnis. (LITBANG KOMPAS)