Berkah dan Tantangan Jalan Bebas Hambatan di Indonesia
Sejak 1978 hingga Agustus 2021, jalan tol yang sudah beroperasi di Indonesia sepanjang 2.430,52 kilometer. Sejumlah tantangan masih dihadapi untuk membangun infrastruktur jalan bebas hambatan yang terintegrasi.
Oleh
Agustina Purwanti
·5 menit baca
Pembangunan jalan tol di Indonesia sebagai salah satu infrastruktur pendukung pertumbuhan ekonomi telah menghasilkan sejumlah manfaat. Meski demikian, sejumlah tantangan masih dihadapi untuk membangun Indonesia yang terintegrasi.
Hampir setengah abad daerah-daerah di Indonesia yang terbentang luas menjadi terintegrasi dengan adanya jalan tol. Pembangunan jalan bebas hambatan itu pertama kali dilakukan pada tahun 1975. Tol Jagorawi sepanjang 59 kilometer (km) yang menghubungkan Jakarta-Bogor-Ciawi beroperasi sejak Maret 1978 dan menjadi jalan tol pertama di Indonesia.
Pembangunan tersebut didukung oleh pemerintah melalui dana dari APBN serta pinjaman luar negeri. PT Jasa Marga menjadi badan usaha milik negara yang dipercaya menyelesaikan proyek tersebut. Mulai 1987, pihak swasta turut berpartisipasi sebagai operator jalan tol.
Sejak saat itu, pembangunan jalan tol di Indonesia menjadi lebih masif. Satu dekade berikutnya, dilakukan upaya percepatan pembangunan jalan tol sepanjang 762 km melalui tender 19 ruas jalan tol.
Meski demikian, pembangunan jalan bebas hambatan itu tak lantas berjalan tanpa hambatan. Krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997 berujung pada penundaan proyek jalan tol yang tengah berlangsung. Karena penundaan tersebut, pembangunan jalan tol mengalami stagnasi. Dalam kurun waktu empat tahun (1997-2001), hanya 13,3 km jalan tol yang berhasil dibangun.
Setelah kondisi ekonomi berangsur-angsur membaik, pembangunan infrastruktur kembali diteruskan pada 2002. Bagai gaung bersambut, pemerintah kemudian menerbitkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 yang khusus mengatur tentang jalan.
Pada tahun 2005, konsentrasi pemerintah akan pembangunan jalan tol tampak makin menguat dengan dibentuknya Badan Pengaturan Jalan Tol (BPJT) sebagai regulator jalan tol di Indonesia. Panjang jalan bebas hambatan yang dibangun pun kian pesat. Hingga pada Agustus 2021, jalan tol yang sudah beroperasi di Indonesia sepanjang 2.430,52 km.
Manfaat
Upaya integrasi antarwilayah itu pun disambut positif oleh para pengguna jalan lantaran membuat perjalanan lebih efisien, bahkan sejak pertama kali diresmikan. Kompas mencatat, setahun setelah peresmian Tol Jagorawi, rata-rata 5.000 kendaraan melintasi jalan tersebut setiap hari (Kompas, 25 April 1979).
Padahal, hanya sekitar 3.000 kendaraan yang diproyeksikan akan melintas dalam satu hari. Artinya, jumlah kendaraan yang melintas hampir mencapai dua kali lipat dari target. Hingga pada Juli 1979, sebanyak 2,5 juta kendaraan telah melalui Tol Jagorawi. Dengan tingginya antusiasme tersebut, pemerintah optimistis akan mampu mengembalikan utang untuk proyek Jagorawi dalam kurun waktu tujuh tahun.
Tak hanya pengguna jalan, investor pun menyambut antusias pembangunan jalan tersebut. Sejumlah perusahaan swasta asing telah menawarkan diri untuk menanamkan modal mereka dalam bidang proyek jalan tol sejak diresmikannya Tol Jagorawi.
Kini, pembangunan jalan tol di Indonesia telah menjadi megaproyek. Tak sekadar antarkota, jalan tol telah menjadi penghubung antarprovinsi, bahkan antarpulau. Yang terbaru adalah Tol Trans-Jawa yang diresmikan pada 2018.
Tol tersebut menghubungkan dua kota besar di Indonesia, yakni Jakarta dan Surabaya. Bahkan, jangkauannya akan diperpanjang dari ujung barat Jawa (Cilegon) hingga ujung timur Jawa (Banyuwangi), yang diperkirakan selesai pada 2024.
Pembangunan itu pun tak lagi berkonsentrasi di Jawa, tetapi kian meluas hingga Sumatera dan Sulawesi agar membentuk Trans-Sumatera dan Trans-Sulawesi, bahkan Kalimantan dan Papua.
Dengan demikian, nilai investasinya pun semakin besar. Menurut catatan Badan Pengaturan Jalan Tol, dalam pembangunan sekitar 10 ruas jalan tol saja, nilai investasinya dapat mencapai Rp 280 triliun.
Integrasi antardaerah itu pun turut mempersingkat jalur distribusi yang selama ini membuat biaya logistik di Indonesia sangat tinggi. Biaya logistik di Indonesia mencapai Rp 1,820 triliun atau 24 persen dari total produk domestik bruto (PDB) setiap tahun.
Nilai tersebut membuat biaya logistik di Indonesia menjadi yang tertinggi di dunia. Sementara biaya logistik di Malaysia hanya 15 persen dari PDB, sedangkan Jepang dan Amerika Serikat masing-masing 10 persen.
Kemudahan distribusi itu pun membuat kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK) kian marak di wilayah yang dilintasi jalan tol. Di Jawa Tengah, misalnya, satu tahun setelah diresmikannya Trans-Jawa, pemerintah meresmikan KEK Kendal yang berkonsentrasi pada kegiatan industri.
Yang terbaru, KEK Gresik di Jawa Timur yang memiliki tiga pilar, yakni industri, perumahan, dan pelabuhan. Jika berhasil, keduanya diperkirakan akan mampu menyerap lebih dari 200.000 tenaga kerja dengan target investasi hampir mencapai Rp 300 triliun.
Tantangan
Meski demikian, jalan tol di Indonesia masih dihadapkan pada sejumlah tantangan. Derasnya aliran uang dari kegiatan pembangunan jalan tol itu tak lepas dari tindak korupsi. Sebagai contoh, praktik korupsi dari pembangunan Tol Padang-Pekanbaru.
Dalam kasus tersebut, terdapat 12 orang yang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga melakukan korupsi dalam pembebasan tanah milik warga yang akan dibagikan sebagai ganti rugi. Jumlah kerugian dari kasus tersebut diprediksi mencapai Rp 27,8 miliar.
Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dan ketegasan lantaran proyek jalan tol di Indonesia masih akan terus berlanjut. Hingga 2025, pembangunan jalan tol di Indonesia ditargetkan mencapai 6.000 km. Jika praktik-praktik serupa masih dan terus terjadi, alih-alih membawa manfaat, proyek jalan tol justru dapat menjadi lahan korupsi yang semakin besar.
Tantangan lain adalah masih tingginya angka kecelakaan di ruas jalan tol. Menurut catatan BPJT, masih terdapat 2.528 kecelakaan yang terjadi di jalan tol sepanjang 2020 dengan tingkat fatalitas 0,10. Sepanjang 2021, kecelakaan masih mewarnai jalan tol, yaitu sebanyak 1.304 kasus pada Januari-Oktober 2021.
Dari catatan tersebut, sejumlah faktor menjadi penyebabnya, salah satunya adalah kondisi jalan. Merujuk Buku Kondisi Jalan Nasional Semester I 2021, hanya 38,96 persen jalan nasional (termasuk tol) dalam kondisi baik. Sementara sisanya dalam kondisi sedang hingga rusak berat.
Situasi tersebut menuntut adanya pengawasan atas kualitas jalan yang telah dibangun. Hal ini menjadi sangat diperlukan untuk menjaga tujuan dan manfaat penyelenggaraan jalan tol di Tanah Air. (LITBANG KOMPAS)