Dukungan terhadap Ganjar Pranowo menjadi berlipat di paruh akhir 2021. Akan tetapi, jika hanya mengandalkan modal selama ini, tampaknya peluang melipatgandakan dukungan di tahun-tahun mendatang menjadi serba terbatas.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Tahun 2021, dalam dunia perpolitikan, khususnya dalam persaingan popularitas calon presiden, menjadi milik Ganjar Pranowo. Mengapa Ganjar? Dibandingkan tokoh politik lain, Gubernur Jawa Tengah itu dalam pencermatan survei sepanjang tahun 2021 menunjukkan performa spektakuler.
Buktinya, tingkat elektabilitas Ganjar berdasarkan hasil survei periodik Litbang Kompas. Pada bulan Januari 2021, elektabilitas Ganjar baru sebesar 7,1 persen. Begitu pula di bulan April 2021, masih 7,3 persen. Dengan proporsi dukungan sebesar itu, posisinya masih di bawah Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Namun, enam bulan kemudian, sontak berubah. Survei di bulan Oktober 2021 menunjukkan lonjakan dukungan terhadap Ganjar hingga dua kali lipat. Tingkat elektabilitasnya menjadi 13,9 persen. Ia bersanding dalam posisi teratas bersama Prabowo.
Peningkatan dukungan hingga dua kali lipat jelas spektakuler. Belum ada satu pun tokoh pada peta persaingan politik saat ini yang mampu menggandakan dukungan dalam waktu singkat. Malah yang terjadi justru penurunan ataupun stagnasi dukungan. Prabowo, misalnya, sepanjang tahun 2021 justru dihadapkan pada kecenderungan penurunan dukungan. Sementara Anies Baswedan sepanjang tahun cenderung mandek.
Begitu pula para tokoh politik yang berada pada papan tengah dan bawah persaingan. Pada papan tengah, tokoh-tokoh politik seperti Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Tri Rismaharini, dan Basuki Tjahaja Purnama setahun terakhir sebenarnya juga mencatatkan kenaikan dukungan. Hanya, peningkatannya tidak sebesar pada Ganjar.
Dengan capaian spektakuler seperti itu, menjadi persoalan apakah Ganjar mampu mengulang kesuksesannya di tahun 2022?
Apabila capaian sepanjang tahun 2021 dijadikan titik tolak pencermatan, tren positif peningkatan elektabilitas yang diciptakan sepanjang tahun dengan sendirinya akan berlanjut. Tentunya, dengan catatan jika faktor-faktor lain dianggap tetap.
Pada momen yang sama, posisi keterpilihan Ganjar berpotensi bertengger pada puncak persaingan. Pasalnya, dari semua pesaing terdekatnya, baik Prabowo maupun Anies, tren peningkatan elektabilitasnya tidak sebesar capaian Ganjar. Begitu juga, masih terlalu jauh bagi para pesaing lain, seperti Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno, mengejar dengan hanya bersandar pada laju capaian mereka selama ini.
Peningkatan dukungan pada Ganjar akan berlanjut semakin diperkuat pula oleh derajat penolakan atau resistensi yang relatif kecil jika dibandingkan dengan tokoh politik lain.
Penolakan publik menjadi indikator penting bagi perluasan dukungan. Dalam berbagai kontestasi politik, keunggulan seorang tokoh faktanya belum menjadi jaminan kekuatan jika tokoh tersebut mendapat penolakan publik yang juga tinggi.
Resistensi publik yang tinggi terhadap seorang sosok justru memilah publik secara diametral dalam kubu yang berseberangan. Jika demikian yang terjadi, penetrasi dukungan menjadi semakin terbatas.
Sepanjang tahun 2021, Ganjar berhasil terhindar dari jebakan resistensi publik. Hasil survei Litbang Kompas di bulan Oktober 2021 menunjukkan, penolakan terhadap Ganjar masih di bawah 1 persen. Jika disandingkan dengan besaran elektabilitasnya di waktu yang sama (13,9 persen), Ganjar surplus dukungan.
Surplus dukungan pada Ganjar sepanjang tahun ini jauh melebihi capaian tokoh politik lain. Membandingkan capaian Anies Baswedan, misalnya, berjarak sangat lebar.
Saat ini, Anies tidak hanya dihadapkan pada stagnasi dukungan, ia juga tengah dihadapkan pada derajat penolakan atau resistensi publik yang relatif besar (7,6 persen). Dengan proporsi penolakan yang semakin mendekati besaran elektabilitas publik padanya (9,6 persen), surplus dukungan yang dikuasai Anies tergolong kecil.
Berbekal rendahnya resistensi publik, potensi peningkatan dukungan pada Ganjar semakin realistis tercapai. Apalagi, ruang terhadap perluasan dukungan pada dirinya masih luas tersedia.
Sejauh ini, karakteristik pendukung Ganjar masih terpusat pada kelompok masyarakat yang berada dalam wilayah kekuasaan pemerintahannya. Artinya, ia masih relatif jago kandang. Sosoknya belum menasional.
Dukungan terhadap Ganjar yang menjadi berlipat di paruh akhir 2021, misalnya, belum juga menempatkan Ganjar dalam panggung nasional. Hasil survei menunjukkan, limpahan dukungan lebih banyak terkonsentrasi pada masyarakat Jawa Tengah dan para simpatisan pemilih PDI-P.
Dengan mengoptimalkan segenap peluang yang dimiliki, terbuka lebar kesempatan Ganjar menguasai panggung persaingan 2022. Hanya saja, dengan bekal capaian selama ini, apakah momen peningkatan dukungan yang berlipat ganda kembali mampu diraih?
Peluang melipatgandakan dukungan masih tetap terbuka. Akan tetapi, dengan hanya mengandalkan modal selama ini tampaknya menjadi serba terbatas. Pasalnya, peningkatan dukungan yang berhasil diraih selama ini lebih banyak bersandar pada pemanfaatan momentum dan bukan dari cerminan hasil kualitas kepemimpinan sesungguhnya.
Apabila dikaji dari sisi kualitas ataupun prestasi kepemimpinan yang selama ini ditunjukkan, prestasi Ganjar terbatas. Benar, di antara provinsi lain, Jawa Tengah selama dalam kepemimpinan Ganjar menorehkan ratusan penghargaan. Baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan, maupun akuntabilitas pembangunan, Jawa Tengah berkilau dalam pentas nasional.
Namun, semua capaian itu belum mendudukkan Jawa Tengah dalam posisi papan atas capaian kesejahteraan di negeri ini. Laju pertumbuhan ekonomi daerah, misalnya, belum menjadi yang terbaik di antara provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa. Begitu pula dalam capaian kesejahteraan akibat pembangunan. Merujuk pada beberapa indikator dalam Indeks Pembangunan Manusia, peningkatan Jawa Tengah masih tergolong rata-rata saja.
Sebenarnya, pertaruhan kualitas kepemimpinan setiap kepala daerah terjadi dalam masa badai pandemi belakangan ini. Namun, semenjak pandemi, Jawa Tengah tidak luput dari situasi yang serba problematik. Jawa Tengah dalam kepemimpinan Ganjar belum menjadi acuan terdepan dalam upaya mencegah, menangani, hingga mengatasi dampak pandemi.
Menggunakan acuan Indeks Penanggulangan Covid-19 Kompas, misalnya, baik dari sisi manajemen infeksi maupun pengobatan, yang menjadi indikator utama pengukuran, kinerja Jawa Tengah enam bulan terakhir di bawah rata-rata nasional. Posisinya masih di bawah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan DI Yogyakarta.
Begitu pula dalam mengatasi dampak pandemi, terutama terkait dengan perekonomian, provinsi ini tidak moncer. Posisi pertumbuhan ekonomi daerah pada masa pandemi hingga triwulan kedua 2021, yang didasarkan perkembangan kegiatan ekonomi pada berbagai sektor lapangan usaha, masih di bawah DKI Jakarta, Banten, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Dengan hanya mengandalkan capaian selama ini, tampaknya upaya mengulang keberhasilan melipatgandakan dukungan di tahun 2022 terbilang terjal. Namun, dalam kalkulasi politik tetap saja tidak ada yang mustahil. (LITBANG KOMPAS)