Meneguhkan Kembali Polri ”Presisi”
Polri menuai kritik akibat banyak oknumnya tersandung perkara. Pembenahan kualitas SDM dan peneguhan kembali reformasi kepolisian menjadi kunci.
Dalam beberapa bulan terakhir, Polri menuai banyak kritik publik akibat perbuatan sejumlah oknum yang tersandung bermacam perkara. Potret tersebut semestinya jadi pengingat untuk membenahi kualitas sumber daya manusia dan meneguhkan kembali gaung reformasi kepolisian ”Presisi”.
Rangkaian persoalan yang menyeret oknum anggota kepolisian dalam beberapa bulan terakhir menyita publik. Pada Oktober 2021, sembilan perwira di wilayah Kepolisian Daerah Sumatera Utara dicopot dari jabatannya.
Pencopotan para perwira di daerah tersebut hanya dilakukan dalam tempo waktu singkat tak lebih dari dua minggu menyusul tindakan tidak patut yang dilakukan terkait prosedur penanganan kasus hingga tersangkut tindak pidana pencabulan.
Di antaranya, Kepala Polsek Percut Sei Tuan harus dimutasi akibat kesalahan prosedur dalam memproses kasus penganiayaan. Dikabarkan seorang pedagang sayur yang membela diri saat dianiaya preman justru ditetapkan menjadi tersangka. Selain Kapolsek, Kepala Unit Reserse Kriminal serta para penyidik kasus tersebut turut pula dicopot (14/10/2021).
Tak hanya malaadministrasi dan proses penanganan kasus, perilaku oknum aparat kepolisian juga ramai menjadi perbincangan setelah sejumlah kasus pencabulan yang dilakukan polisi terungkap di muka publik.
Peristiwa pencopotan perwira di wilayah Polda Sumut berlanjut dengan diberhentikannya jabatan Kapolsek Kutalimbaru (26/10/2021). Dua perwira lainnya, Kanit Reskrim dan penyidik, turut serta dimutasi menyusul terjadinya dugaan kasus pencabulan yang dilakukan terhadap istri seorang tahanan.
Baru-baru ini, kasus yang tak jauh berbeda, pencabulan oleh anggota Polri juga ramai diperbincangkan publik di Mojokerto dan wilayah Sumatera Selatan.
Tindak pidana serius yang dilakukan oknum anggota Polri itu tentulah menjadi pengkhianatan besar dan mencoreng perwajahan institusi Bhayangkara sebagai garda negara untuk mengayomi masyarakat.
Baca juga : Tantangan Reformasi Polri pada Era Police 4.0
Kinerja dan citra
Kegeraman publik atas tindakan menyimpang sejumlah oknum kepolisian itu muncul bertubi-tubi lewat beragam kritik di dunia maya. Hal itu cukup wajar sebagai respons atas kekecewaan dari masyarakat.
Bagaimana tidak, anggota kepolisian yang seharusnya menjadi tempat bernaung masyarakat untuk memperoleh rasa aman dan nyaman justru berperilaku sebaliknya. Di percakapan kanal daring Twitter beberapa kali ramai dengan tagar #percumalaporpolisi.
Selain itu, ada pula tagar #1day1oknum, yang menggambarkan kejenuhan publik atas pengungkapan kasus dan tindakan di luar kewajaran oleh oknum polisi yang mencuat terus-menerus. Tagar itu menjadi wujud kekecewaan pada kehadiran Polri dalam menjalankan perannya di tengah masyarakat.
Potret nyata terhadap kondisi tersebut tecermin dari peristiwa terbaru yang dialami seorang ibu korban perampokan di wilayah Jakarta Timur. Korban yang melaporkan tindak pidana yang dialaminya justru mendapatkan respons dan pelayanan aduan yang tak semestinya dari pihak kepolisian.
Kabar yang viral di media sosial itu menjadi bukti perlunya pembenahan fungsi pelayanan masyarakat oleh Polri selain kerja penanganan dan penegakan hukum.
Berkaitan dengan itu, merujuk pada data dari Ombudsman RI, diketahui bahwa keluhan warga seputar kinerja Polri terkait penyidikan, penyelidikan, penetapan tersangka, visum, dan lainnya menjadi pengalaman yang paling jamak dirasakan publik (55 persen).
Dalam porsi yang juga cukup besar, tak kurang dari 23 persen, diungkapkan masalah pelayanan yang cenderung terjadi justru berkaitan dengan penerimaan laporan baik terkait bidang kriminal khusus, kriminal umum, maupun profesi dan pengamanan (propam).
Demikian juga tindakan represif sebagaimana yang dicatatkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada periode Juni 2020 hingga Mei 2021. Setidaknya terjadi 390 penembakan yang dilakukan anggota kepolisian dan tindak kekerasan penganiayaan hingga penyiksaan.
Ada pula tindakan penangkapan paksa yang mencapai 75 kejadian dan salah tangkap sebanyak 12 kali. Tindakan lain seperti pembubaran paksa dan intimidasi juga masih jamak ditemui dan hanya menyiratkan arogansi anggota kepolisian yang berpotensi menimbulkan ketidaksukaan, bahkan konflik dengan masyarakat sipil.
Sejatinya apa yang ditunjukkan Polri dalam kinerjanya sebagai pengayom masyarakat tentulah yang juga akan membentuk citra kelembagaan polisi di tengah publik.
Optimisme pembenahan untuk mengatasi segala bentuk kebobrokan institusi ini selayaknya dapat terpacu seiring masih adanya kepercayaan publik yang terbangun.
Dalam catatan survei Litbang Kompas, citra positif lembaga yang terbangun untuk Polri dalam setahun terakhir cukup memiliki capaian yang signifikan dan menyentuh di atas 75 persen pada periode April dan Oktober 2021.
Ini juga membuktikan, publik cukup bijak dalam memilah bahwa kesalahan yang dilakukan para oknum tak lantas turut dilimpahkan sebagai keburukan citra lembaga. Hal tersebut tentu tak terlepas dari komitmen untuk mereformasi seluruh lini penopang Korps Bhayangkara yang terus digencarkan.
Baca juga : Modal Awal yang Baik bagi Kapolri Baru
Reformasi SDM
Elite pimpinan Polri pun sebetulnya menyadari bahwa perbuatan oknum yang mencitrakan buruk Korps Bhayangkara sangatlah merugikan lembaga. Langkah penanganan lewat reformasi sumber daya manusia (SDM) anggota Polri pun perlu dilakukan secara signifikan.
Pembentukan SDM Polri yang berkualitas tak hanya cukup dengan pemberian apresiasi ataupun sanksi tegas, tetapi ada proses penempaan kompetensi yang komprehensif sebagai bekal yang wajib dimiliki setiap polisi saat bertugas di tengah masyarakat.
Berkaca dari apa yang terjadi beberapa waktu terakhir, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo secara langsung memberikan arahan untuk melakukan pembenahan di internal organisasinya.
”Output yang kita harapkan, mereka memiliki kompetensi teknis, kompetensi etika, dan kompetensi leadership sehingga betul-betul bisa dilahirkan personel Polri yang memiliki kemampuan sebagai Polri yang memiliki SDM mumpuni, unggul, dan profesional. Dengan demikian, kita mampu lahirkan dan wujudkan personel Polri yang pada saat melaksanakan tugasnya menjadi Polri yang betul-betul bisa dekat dengan masyarakat, bisa dipercaya masyarakat, dan dicintai masyarakat. Ini adalah PR kita.”
Demikian penggalan arahan Kapolri dalam sidang pleno Dewan Pendidikan dan Pelatihan (Wandiklat), Rabu (8/12/2021). Secara khusus Kapolri juga menekankan peran sentral Lembaga Diklat untuk membentuk SDM berkualitas.
Kapolri mengibaratkan tanggung jawab besar Lembaga Diklat itu sebagai ”dapur” yang menjadi wadah untuk mengolah atau menatar SDM Polri sehingga memiliki kapasitas mumpuni, baik secara teknis, etika, maupun kepemimpinan.
Semangat pembenahan besar internal di tubuh Polri itu pun mengingatkan kembali pada satu konsepsi besar yang dibawa Listyo Sigit saat diangkat menjadi orang nomor satu di Korps Bhayangkara, yaitu Polri yang ”Presisi” (prediktif, responsibilitas, transparansi, berkeadilan).
Saat itu, secara garis besar dalam konsepsi Presisi tersebut setidaknya ada 16 program prioritas yang akan direalisasikan untuk mewujudkan Polri yang lebih baik.
Di antaranya mencakup pula berbagai hal penting yang secara eksplisit mencakup reformasi SDM dan kinerja Polri yang lebih optimal dalam melayani masyarakat.
Beberapa program prioritas yang dicanangkan itu meliputi menjadikan SDM Polri yang unggul di era Police 4.0, pemantapan kinerja pemeliharaan keamanan, penegakan hukum, serta penguatan komunikasi dengan publik. Termasuk pula fungsi fundamental pelayanan publik yang lebih efisien dan terintegrasi.
Pembentukan SDM Polri yang berkualitas tak hanya cukup dengan pemberian apresiasi ataupun sanksi tegas, tetapi ada proses penempaan kompetensi yang komprehensif sebagai bekal yang wajib dimiliki setiap polisi saat bertugas di tengah masyarakat.
Sikap tegas lembaga untuk menindak para oknum bersalah secara transparan sehingga diputuskan pula untuk memutasi hingga pemberhentian tidak hormat merupakan wujud nyata komitmen Polri kepada publik dalam menghadirkan pembenahan internal secara adil.
Pembentukan kualitas SDM yang berkualitas dalam sisi teknis, kepemimpinan, dan etika memang sepatutnya perlu terus dioptimalkan, tak lain sebagai bagian konsistensi untuk menghadirkan Polri yang ”Presisi” di tengah masyarakat. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Polri Presisi Perlu Perubahan Besar