Di tengah pandemi, minat memiliki hewan peliharaan cenderung meningkat, salah satunya melalui jalan adopsi. Mengasuh hewan telantar menebalkan nilai empati. Tertarik?
Oleh
Arita Nugraheni
·4 menit baca
KOMPAS/INGKI RINALDI
Hewan peliharaan di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2014).
Anekdot-anekdot kehidupan ”anak bulu” atau anabul berhasil membawa kehangatan. Polah tingkah anjing atau kucing di media sosial rasanya ingin juga diboyong ke rumah untuk menemani keterbatasan di masa pandemi.
Marley, si clearance puppy, adalah anak anjing labrador yang sangat aktif dan mampu mengunyah apa pun di sekelilingnya. Ia menemani perjalanan keluarga John dan Jen Grogan hingga ia tiada. Marley menjadi tokoh anjing yang memantik berbagai rasa, hangat sekaligus mengharukan.
Cerita Marley berasal dari memoar yang diangkat menjadi film bergenre komedi romantis berjudul Marley & Me. Cara genius dalam merepresentasikan kehidupan keluarga dan anjing peliharaan membuat film ini menjadi film nomor satu pada Natal 2008. Film ini pun mengalahkan rekor film-film Natal sebelumnya.
Cerita Marley & Me tak pernah usang. Apalagi, saat ini masyarakat semakin mempertimbangkan untuk memelihara anabuluntuk menemani kegiatan di rumah selama pandemi. Media sosial menunjukkan animo tersebut melalui anekdot-anekdot seputar kehidupan memelihara anjing atau kucing yang semakin banyak dan beragam.
Data dari The Humane Society menunjukkan, ada peningkatan jumlah rumah tangga di Amerika Serikat (AS) yang memelihara anjing atau kucing. Pada 2020, diperkirakan ada 84,9 juta rumah tangga atau 67 persen dari total rumah tangga di AS yang memiliki hewan peliharaan. Jumlah tersebut lebih tinggi dari tahun 2016 dengan estimasi 79,7 juta rumah tangga atau 65 persen.
Di Indonesia, keputusan memelihara anjing atau kucing juga menguat di masa pandemi. Frits Josef Roland Siwy di Tangerang Selatan, Banten, mengadopsi anak anjing jenis husky pada Agustus 2020.
Sementara itu, Sena El Rumi mendapatkan izin dari orangtuanya untuk memelihara kucing pada Juli 2020. Demikian pula dengan Yolenta Natania yang mendapatkan hadiah ulang tahun dari kedua orangtuanya berupa anjing shih tzu pada Juni 2020 (Kompas, 13/12/2020).
Para orangtua menyebut keputusan memelihara anabul terdorong situasi pandemi yang membatasi ruang gerak anak. Kehadiran anabul menjadi teman terbaik untuk melewati masa pandemi dan diharapkan membuat rumah semakin ramai.
Di tengah tren mengasuh hewan peliharaan yang meningkat di masa pandemi, pilihan untuk mengadopsi anjing atau kucing diharapkan turut meningkat. Meskipun setiap orang memiliki hak memilih, preferensi mengadopsi alih-alih membeli dapat berdampak baik bagi kesejahteraan hewan secara umum.
Adopsi memberikan dampak positif berganda. Mengasuh hewan telantar menebalkan nilai empati. Tidak hanya itu, mengadopsi hewan juga membantu mengontrol populasi hewan yang saat ini masih belum terkendali karena rendahnya tingkat sterilisasi.
The Humane Society merekam, jumlah hewan peliharaan yang berasal dari adopsi menurun dibandingkan hewan yang berasal dari membeli. Pada 2016, enam dari sepuluh (63 persen) anjing berasal dari adopsi.
Jumlah tersebut naik menjadi 73 persen pada tahun 2017. Namun, jumlah hewan peliharaan yang berasal dari adopsi kembali menurun menjadi 63 persen pada tahun 2020.
Hewan adopsi yang dimaksud berasal dari penampungan, keturunan dari hewan peliharaan kerabat, atau hewan liar dan telantar. Sementara hewan peliharaan yang dibeli berasal dari toko peliharaan atau dari peternak.
Penurunan tingkat adopsi juga dipantau oleh 24PetWatch. Dari 1.191 penampungan di AS sepanjang Maret 2020-Maret 2021, terekam ada penurunan adopsi sebesar 24 persen dari tahun sebelumnya. Tahun ini, jumlah anjing dan kucing yang diadopsi sebanyak 977.202 ekor.
KOMPAS/LASTI KURNIA
Cindy Kartika Sari dengan binatang peliharaan di rumahnya di kawasan Bintaro, Kota Tangerang Selatan, Banten, Jumat (16/11/2018). Semua anjing dan kucing yang dirawatnya diperlakukan sebagai anggota keluarga.
Meski demikian, ada kenaikan jumlah pengasuhan sementara (foster) sebesar 19 persen. Saat ini ada 34.753 hewan peliharaan yang diasuh sementara oleh keluarga atau individu.
Pengasuhan ini biasanya dilakukan untuk membantu hewan sembuh dari sakit atau trauma sebelum mendapatkan keluarga baru secara permanen.
Di Indonesia, pilihan untuk adopsi memiliki urgensi tinggi. Keterbatasan dana perawatan untuk anjing, kucing, atau hewan telantar lain di penampungan membuat kualitas hidup yang memadai bagi hewan sulit dipenuhi.
Hewan telantar juga berada dalam kondisi tidak prima sehingga membutuhkan perawatan ekstra. Pejaten Shelter menampung lebih dari seribu anjing yang kebanyakan dalam kondisi tidak sehat. Begitu pula Animal Defenders yang mencurahkan perhatian pada hewan-hewan korban banjir.
Mengasuh binatang peliharaan membutuhkan komitmen yang kuat. Keputusan yang diambil berdasarkan spontanitas, alih-alih empati, justru akan memperburuk ekosistem.
Hewan yang berada di penampungan ataupun berkeliaran liar tak jarang merupakan hewan rumahan yang dibuang oleh pemiliknya karena tak diinginkan lagi.
Untuk menghindari perbuatan yang justru berkebalikan dengan empati ini, keinginan untuk memiliki anabul dapat disalurkan dengan perbuatan baik lain. Misalnya saja dengan memberikan donasi, melakukan kerja sukarela untuk penyelamatan hewan, atau menjadi keluarga asuh.
Donasi dapat diberikan kepada organisasi pemerhati hewan telantar, misalnya saja Animal Friends Jogja, Jakarta Animal Aid Network, atau penampungan hewan lain yang dapat dijangkau melalui media sosial.
Kerja sukarela juga dapat dilakukan dengan mengikuti program penyelamatan hewan terdampak bencana atau program sterilisasi kucing atau anjing liar untuk mengontrol populasi. Langkah baik juga bisa dilakukan sendiri tanpa perlu organisasi atau orang lain, seperti memberi makan hewan telantar yang ditemukan di lingkungan sekitar.
Sejumlah penampungan hewan juga membuka kesempatan untuk menjadi keluarga asuh. Pilihan ini dapat menjadi kesempatan untuk mengenal bagaimana menjadi ”orangtua” bagi hewan yang membutuhkan perawatan.
Langkah-langkah kecil ini memperkaya rasa sekaligus menebalkan empati sebelum benar-benar berkomitmen merawat anabul. (LITBANG KOMPAS)