logo Kompas.id
RisetKereta Listrik yang Melaju...
Iklan

Kereta Listrik yang Melaju dari Era Batavia hingga ke Jakarta

Jalanan Jakarta yang semakin padat membuat kereta api menjadi salah satu moda transportasi favorit warga Jabodebatabek. Jaringan kereta api yang kini dikenaL commuter line telah hadir sejak jaman kolonial.

Oleh
Martinus Danang Pratama Wicaksana
· 7 menit baca

JudulKereta Api di Jakarta dari Zaman Belanda hingga Reformasi
PengarangKartum Setiawan
PenerbitPenerbit Buku Kompas
Tahun terbit2021
Jumlah halaman/ISBNxii +308 halaman/ 978-623-346-299-0

https://cdn-assetd.kompas.id/QJqZJpnx8g2dDXrQbjHfxhTpDXc=/1024x768/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F12%2FP_20211207_093114_SRES_1638978222-e1639043669814.jpg
Kompas

Halaman muka berjudul 'Kereta Api di Jakarta dari Zaman Belanda hingga Reformasi'

Moda transportasi kereta api hadir di Hindia Belanda sejak abad ke-19 yang pembangunannya disponsori oleh pemerintah Belanda dan pihak swasta. Namun, keberadaan kereta api dipercaya orang Jawa telah diprediksi oleh Sri Aji Jayabaya seorang Raja Kediri abad ke-10. Dalam ramalannya yang dikenal Jangka Jayabaya terdapat dua kalimat yang berbunyi “Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran (Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda)” dan “Tanah Jawa kalungan wesi (Pulau Jawa berkalung besi)”.

Percaya atau tidak percaya terhadap ramalan tersebut, pada kenyataannya kereta api yang dibangun pada zaman Hindia Belanda merupakan salah satu bentuk kemajuan infrastruktur masa itu. Sebelumnya, masyarakat pribumi hanya mengenal transportasi darat dengan memanfaatkan tenaga hewan. Perjalanan dari satu kota ke kota lainnya masih membutuhkan waktu berhari-hari.

Kartum Setiawan dalam bukunya yang berjudul Kereta Api di Jakarta dari Zaman Belanda hingga Reformasi menampilkan sejarah perkeretaapian di Pulau Jawa merentang dari zaman Belanda, pendudukan Jepang, hingga terus berkembang di masa pemerintahan Indonesia. Penulis yang pernah berprofesi sebagai kurator museum pada unit Heritage PT Kereta Api Indonesia mengharapkan buku ini menjadi salah satu rujukan bagi sejarah kereta api Indonesia yang kini telah berumur lebih dari dua abad.

Jalur Kereta Api Pertama

Proyek pembangunan jalur kereta api pertama di Jawa telah mulai dibicarakan pada pertengahan abad ke-19. Pada awalnya ide pembangunan kereta api dimanfaatkan untuk pengiriman komoditas yang semakin meningkat sehingga membuat jarak dari pedalaman menuju pelabuhan menjadi sangat jauh. Pada saat itu pengiriman masih menggunakan cikar yang ditarik oleh hewan ternak seperti lembu, kuda, kerbau, dan sapi. Waktu pengiriman menjadi sangat lama sehingga beberapa komoditas seringkali membusuk.

Demi menghemat waktu pengiriman, pembangunan jalur kereta api disetujui oleh pemerintah Hindia Belanda. Tahap awal pembangunan dikerjakan oleh pihak swasta yakni seorang pengusaha perkebunan Hindia Belanda yang bernama Poolman. Poolman merintis transportasi berbasis rel dengan perusahaannya yang bernama NV Netherlandsche Indisch Spoorweg Maatschappij (NISM).

Pada tanggal 17 Juni 1864 pembangunan jalur kereta api pertama ditandai upacara pencangkulan pertama oleh Gubernur Jenderal Ludolf A.J.W. Baron Sloet van den Beele di Desa Kemijen. Proyek pertama ini rencananya menghubungkan Desa Kemijen menuju Desa Tanggung sepanjang 26 kilometer.

Keberhasilan NISM dalam membangun jalur dari Kemijen-Tanggung kemudian diikuti dengan pembangunan jalur lainnya. Tahun 1870, NISM menghubungkan  jalur Semarang-Surakarta. Keuntungan besar yang didapatkan NISM kemudian membuat beberapa perusahaan swasta beramai-ramai membangun jalur kereta api sendiri, termasuk pemerintah melalui perusahaannya yang bernama Staats Spoorwegen (SS).

Jalur kereta api pertama di Jakarta sendiri dibangun pada tahun 1864 oleh NISM dengan menghubungkan rute Batavia-Buitenzorg. Izin pembangunan proyek ini dengan mudah diberikan pemerintah karena memudahkan hubungan administrasi pemerintahan Hindia Belanda. Terlebih, istana gubernur jenderal berada di dua kota tersebut.

Selanjutnya, perusahaan-perusahaan swasta maupun pemerintah mulai membangun jalur-jalur lain di Batavia. Pada 1883 Factorij Nederlandsche Handel Maatschappij membangun jalur Batavia-Meester Cornelis-Bekasi, tahun 1884 Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij membangun jalur Batavia-Kemayoran-Pasar Senen-Meester Cornelis-Bekasi, dan lain sebagainya.

Namun, pada akhir abad ke-19 SS, perusahaan kereta api negara mulai menguasai jalur-jalur kereta api di Batavia. Beberapa jalur milik swasta dibeli oleh SS. Pemerintah memiliki alasan tersendiri menguasai jalur kereta api di Batavia. Penguasaan jalur kereta api oleh pemerintah terkait penguasaan daerah terutama yang mengalami pergolakan sosial dan pengembangan administrasi pemerintah.

Kereta Rel Listrik Pertama

Jalur Kereta Rel Listrik (KRL) atau kini yang bernama Commuter Line sebenarnya telah diperkenalkan jauh sejak zaman kolonial Belanda. Pemerintah Belanda telah berencana untuk membangun sistem kereta api listrik pada tahun 1911. Pembangunan KRL di Batavia bertujuan untuk menghemat energi. Beberapa stasiun di Batavia jaraknya tidaklah jauh, namun jumlah penumpangnya cukup banyak. Selain itu penggunaan KRL memiliki keuntungan akan minimnya polusi dibandingkan dengan kereta biasa yang mengeluarkan kepulan asap hitam.

KRL sendiri diperkenalkan di dunia pada tahun 1881 oleh seorang ahli mesin dan pengusaha kenamaan Jerman bernama Werner von Siemens. Awalnya, ia mengalirkan listrik melalui rel, yakni rel yang satu arus ke hilir sedangkan satunya ke hulu. Namun, hal ini kemudian diubah oleh Werner karena dianggap berbahaya. Aliran listrik yang di rel kemudian dipindah ke atas rangkaian kereta.

Pada tahun 1917, pemerintah Hindia Belanda meminta kepada Ir. P.A. Roelofsen untuk melakukan penelitian tentang sumber air yang dapat digunakan sebagai pembangkit listrik guna dialirkan ke KRL. Proyek ini mulai direalisasikan di tahun 1919 dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Cicacih (PLTA Ubrug ) dan Ciantan (PLTA Kracak).

Listrik yang dibangkitkan oleh PLTA disalurkan menggunakan transmisi tegangan tinggi ke gardu induk yang dibangun di Buitenzorg, Depok, Meester Cornelis, dan Ancol. Gardu induk mengubah tegangan dari 6.000 volt AC (bolak-balik) menjadi 1.500 volt DC untuk disalurkan ke jaringan listrik kereta api. Pada Agustus 1920, Dr. Ir. G. de Gelder mulai memasang tiang-tiang jaringan listrik beserta dengan jalur-jalur relnya di Batavia.

Dalam perayaan 50 tahun SS pada tanggal 6 April 1925, perusahaan kereta api milik negara itu meluncurkan untuk pertama kalinya kereta api listrik dengan rute Tanjung Priok-Meester Cornelis. Pada surat kabar Bintang Hindia digambarkan suasana peresmian tersebut cukup meriah apalagi penumpang bisa menjajal kereta api listrik secara gratis. Pada tahun-tahun selanjutnya SS membangun jalur-jalur KRL lainnya yang tidak berjauhan dengan Batavia.

Jalur-jalur KRL di Batavia kemudian dikuasai penuh oleh SS. SS kemudian mendirikan unit tersendiri khusus untuk KRL. Pada tahun 1930-an berdirilah Electrische Staats Spoorwegen, anak perusahaan SS yang bertugas untuk menangani sarana, prasarana, dan operasional KRL di Batavia dan sekitarnya.

KRL di Masa Pemerintahan Indonesia

Perkembangan kereta api di masa pendudukan Jepang (1942-1945) mengalami kelumpuhan. Perusahaan-perusahaan kereta api baik dari negara maupun swasta dibubarkan. Seluruh jaringan transportasi dikuasai oleh Jepang. Kereta api dimanfaatkan oleh Jepang untuk kepentingan perang, sehingga seluruh jadwal keberangkatan kereta api menjadi kacau.

Namun, kekalahan Jepang di Perang Dunia II membuat sistem kereta api diambil alih oleh para nasionalis. Seluruh fasilitas kereta api yang pernah dikuasai oleh Jepang diambil alih secara paksa oleh sekelompok pemuda Indonesia. Peristiwa ini sekaligus menandai berdirinya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia pada tanggal 28 September 1945 yang juga diperingati sebagai Hari Kereta api Indonesia.

Pengambilalihan jaringan kereta api di Indonesia tidak serta merta membuat transportasi tersebut kembali seperti semula. Hal ini disebabkan perang kemerdekaan yang membuat jalur-jalur kereta api rusak parah terutama pada KRL. Pada tahun 1960-an banyak kereta yang rusak dan mati pada bagian motor listrik penggeraknya. Bahkan,  tahun 1964 gardu listrik di Ancol dan Jatinegara yang merupakan pembangkit untuk KRL diberhentikan karena sudah rusak dan tidak ada dana perbaikan.

Perusahaan Nasional Kereta Api bahkan hanya menjalankan kereta api warisan dari zaman kolonial Belanda. Ketika itu hanya terdapat 13 lokomotif listrik dan 22 kereta bermotor listrik, namun hanya enam unit yang mampu menarik kereta. Sisanya 16 unit diubah menjadi kereta penumpang. Layanan KRL hanya menjalani rute Manggarai-Bogor, Jakarta-Tangjung Priok, dan Kemayoran-Jatinegara.

Perkembangan Ibu Kota Jakarta yang semakin padat membuat pemerintah Indonesia berencana memperbaiki sistem kereta api listrik. Pemerintah Orde Baru pada tahun 1982 mulai melaksanakan perencanaan pembangunan jalur ganda dan elektrifikasi di wilayah Jabodetabek. Pada awalnya mereka hanya memanfaatkan jalur-jalur KRL buatan Belanda yang sebelumnya hanya dilalui kereta api biasa.

Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) ketika itu juga menambahkan rangkaian kereta api listrik untuk memfasilitasi lonjakan penumpang KRL. Beberapa kereta api listrik didatangkan dari luar negeri salah satunya dari Belgia. PJKA juga menambah beberapa jalur-jalur KRL baru demi menjangkau penumpang terutama para pekerja ibu kota yang tinggal di daerah penyangga.

Pemanfaatan jalur KRL warisan Belanda di Jakarta tentunya membawa dampak yang cukup besar dalam perkembangan transportasi berbasis rel. Seakan-akan pemerintah Belanda telah memprediksi bahwa keberadaan KRL dapat menjadi salah satu solusi kepadatan Kota Jakarta. KRL yang kini dikenal  dengan sebutan Commuter Line terus berinovasi menghadirkan kereta api yang nyaman dan aman untuk penumpang. (Litbang Kompas)

Editor:
santisimanjuntak
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000