Tarik Ulur Pembatasan Kegiatan Masyarakat Saat Akhir Tahun
Pemerintah membatalkan penerapan PPKM level 3 di seluruh Tanah Air saat periode Natal dan Tahun Baru. Meski demikian, sejumlah syarat perjalanan dan pembatasan mobilitas akan tetap diterapkan.
Pemerintah membatalkan penerapan PPKM level 3 di seluruh Tanah Air saat periode Natal dan Tahun Baru. Namun, sejumlah syarat perjalanan dan pembatasan mobilitas akan tetap diterapkan.
Masa libur panjang menjadi mimpi buruk bagi Pemerintah Indonesia dalam upaya pengendalian pandemi Covid-19. Dalam beberapa momentum seusai liburan, kasus Covid-19 mengalami lonjakan. Beberapa contoh adalah periode libur Idul Fitri 2020, kasus positif korona naik hingga 93 persen, sementara tingkat kematian mingguan meningkat sampai 66 persen.
Periode libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 pun meningkatkan kasus konfirmasi 78 persen dan kematian hingga 46 persen. Lonjakan tertinggi terjadi setelah masa liburan Idul Fitri 2021. Kasus Covid-19 terus meningkat hingga pemerintah menerapkan PPKM darurat sejak 3 Juli 2021.
Pada masa-masa itu Indonesia mencatat rekor tertinggi penambahan kasus baru dan kematian harian. Bahkan, Indonesia pernah mencatatkan rekor tertinggi kasus kematian harian di dunia pada 24 Juli 2021 dengan 1.566 kematian.
Mengingat masa-masa kritis pengendalian pandemi yang menguras energi seluruh bangsa, Pemerintah Indonesia berupa menekan laju penularan Covid-19 di masa liburan Natal dan Tahun Baru 2021. Untuk mengantisipasi tingginya mobilitas warga saat Natal dan Tahun Braau, pemerintah bakal menerapkan PPKM level 3 di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam rumusannya, kebijakan tersebut rencananya akan dilaksanakan mulai 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Namun, pada 7 Desember 2021, pemerintah membatalkan penerapan PPKM level 3 di seluruh Tanah Air. Meski begitu, pemerintah menegaskan sejumlah syarat perjalanan dan pembatasan mobilitas akan tetap diterapkan. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan rumusan pembatasan khusus tersebut akan dibahas bersama para kepala daerah.
Sejatinya, kebijakan yang tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2021 tersebut juga ditujukan mengatur pembatasan kegiatan masyarakat. Melihat tujuan utama dari kebijakan tersebut, penekanan mobilitas warga dan mencegah terjadi kerumunan di titik-titik tujuan favorit, seperti taman rekreasi, pusat perbelanjaan, obyek wisata, dan fasilitas akomodasi seperti hotel atau penginapan.
Ketentuan tersebut juga mengatur para pekerja formal, seperti karyawan swasta, ASN, serta jajaran TNI dan Polri, untuk dilarang mengambil cuti di akhir tahun. Bahkan, pembagian rapor sekolah semester ganjil tahun ajaran 2021 ditunda hingga Januari 2022.
Merunut kebijakan sebelumnya, upaya serupa telah dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mencegah penyebaran virus korona. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri 2020. Tujuan kebijakan ini memiliki napas serupa, yaitu mencegah meluasnya kontak erat, isolasi zona merah, dan memutus risiko penularan antarmanusia.
Demikian pula pada libur Natal dan Tahun Baru 2020. Pemerintah mengeluarkan kebijakan pengetatan protokol kesehatan bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan antar daerah. Tahun lalu, Kementerian Perhubungan menerbitkan empat surat edaran tentang petunjuk pelaksanaan perjalanan orang dan transportasi dalam masa pandemi Covid-19.
Contoh aturan ketat tersebut adalah pelaku perjalanan moda transportasi udara, laut, dan kereta api wajib menunjukkan surat hasil negatif tes cepat antigen sebelum perjalanan. Adapun bagi pelaku perjalanan moda transportasi udara ke Bali wajib menunjukkan surat hasil negatif tes PCR.
Curi start
Ragam upaya pembatasan mobilitas dikeluarkan pemerintah untuk menekan jumlah pelaku perjalanan dalam periode liburan. Dengan adanya aturan pengetatan, masyarakat akan berpikir berulang kali untuk melakukan perjalanan tanpa tujuan yang sangat mendesak.
Kementerian Perhubungan memperkirakan ada 19,9 juta masyarakat yang berkeinginan melakukan mudik pada masa libur Natal dan Tahun Baru 2021. Sebanyak 4,4 juta orang di antaranya adalah warga Jabodetabek. Data tersebut menggambarkan cukup besarnya potensi meningkatnya risiko lonjakan penularan Covid-19.
Saat ini saja sudah terjadi peningkatan mobilitas warga dengan moda transportasi kereta api, jalur udara, dan jalur laut. Di tengah melandainya kasus baru penularan Covid-19, BPS mencatat pada bulan Oktober 2021 terjadi peningkatan jumlah penumpang kereta api jarak jauh di wilayah Jawa sebesar 119 persen. Disusul oleh angkutan udara dengan peningkatan jumlah penumpang 49 persen dan moda transportasi laut 8 persen.
Melihat angka mobilitas yang sudah begitu tinggi, memunculkan dua poin yang patut jadi perhatian terkait kondisi di lapangan. Pertama adalah fenomena masyarakat sudah mencuri start untuk dapat berlibur sebelum kebijakan pengetatan diberlakukan. Poin kedua adalah seberapa tegas dan lurus aturan ini diterapkan di lapangan untuk membendung mobilitas selama Natal dan Tahun Baru.
Selain peningkatan penumpang transportasi publik, indikasi fenomena memajukan liburan terlihat dari data tingkat penghunian kamar (TPK) hotel berbintang yang dirilis oleh BPS. Dibandingkan dengan bulan Agustus 2021, tingkat penghunian kamar nasional tumbuh hampir 12 persen pada bulan September 2021 dan meningkat lagi menjadi 37 persen pada bulan Oktober 2021.
Mobilitas masyarakat semakin tinggi sehingga keterisian kamar hotel terus meningkat. Fenomena lokal yang dapat diamati adalah bertambahnya jumlah tamu yang dilayani oleh Balai Ekonomi Desa (Balkondes) di wilayah Kabupaten Magelang pada November 2021.
Balkondes Borobudur mencatat peningkatan jumlah wisatawan, terutama ketika akhir pekan. Biasanya pengunjung terbanyak pada akhir pekan hanya 100 orang per hari. Saat ini jumlah pengunjung di akhir pekan berkisar 150-200 per hari.
Mayoritas wisatawan berasal dari luar kota, seperti dari Jakarta, Bandung, dan kota-kota di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Alasan para pelancong berlibur di bulan November dan awal Desember demi menghindari pembatasan kegiatan yang mulai berlaku pada 24 Desember 2021.
Ketegasan pemerintah
Keputusan untuk berwisata sebelum masa pengetatan tentu tidak melanggar aturan pemerintah. Namun, mobilitas dan kerumunan yang ditimbulkan dari kegiatan berlibur berpotensi menimbulkan konsekuensi peningkatan penularan Covid-19.
Bukan persoalan apabila selama pergi berlibur setiap individu selalu menaati protokol kesehatan, menghindari kerumunan, memilih lokasi wisata yang aman dari risiko penularan, dan melakukan tes Covid-19, baik sebelum perjalanan maupun sesudahnya.
Menjadi persoalan ketika masyarakat abai dengan berbagai ketentuan yang diberlakukan guna mencegah penularan Covid-19. Ketika seseorang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 bukan berarti dapat mengabaikan protokol kesehatan. Pasalnya, antibodi yang diberikan oleh vaksin seiring berjalannya waktu pascavaksinasi akan terus menurun.
Hasil survei BPS yang berjudul ”Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19” yang dipublikasikan pada Oktober 2021 menunjukkan adanya beberapa alasan orang abai dengan protokol kesehatan. Alasan paling dominan (55 persen) adalah tidak adanya sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar. Temuan ini mengindikasikan bahwa kepatuhan seseorang ditentukan berdasarkan sanksi.
Karena itu, di luar tarik ulur bentuk kebijakan pembatasan sosial di masa Natal dan Tahun Baru 2021 ini, ketegasan pemerintah pusat dan daerah menjadi hal yang paling penting untuk menentukan seberapa efektif kebijakan tersebut dijalankan.
Disiplin menerapkan protokol kesehatan adalah contoh nyata bagaimana peraturan yang berkenaan dengan pengendalian pandemi sudah mulai tidak dijalankan masyarakat. Hal ini perlu dilakukan karena dengan kondisi kasus penularan di Indonesia yang semakin terkendali justru menimbulkan rasa aman yang semu.
Singapura menerapkan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan dengan denda senilai Rp 3 juta setelah mendapatkan teguran 3 kali. Apabila melanggar lagi setelah denda pertama, denda berlipat ganda menjadi Rp 6 juta.
Tanpa sanksi yang jelas, kebijakan pemerintah yang diberlakukan musiman ketika menjelang masa libur panjang terancam kurang efektif. Tanpa kepedulian dan partisipasi masyarakat, kondisi pengendalian pandemi yang sudah tercapai dapat kembali bergejolak. Dalam hal ini, ketegasan pemerintah dan kepedulian masyarakat menjadi kunci keberhasilan mempertahankan penularan Covid-19 di Indonesia tetap landai. (LITBANG KOMPAS)