Daur Ulang Plastik di Era Ekonomi Sirkular
Banyaknya sampah plastik yang terbuang begitu saja merupakan bukti pengelolaan sampah yang masih buruk. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya daur ulang sampah di Indonesia.

Warga membersihkan botol plastik bekas yang telah dikumpulkan suaminya di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, sebelum dijual kepada pengepul untuk didaur ulang, Rabu (1/12/2021). Pengumpulan botol bekas selain memberi manfaat ekonomis karena dihargai Rp 5.000 per kilogram juga turut membantu menjaga kebersihan lingkungan.
Peluang daur ulang plastik di Indonesia bertambah besar seiring dengan dikembangkannya ekonomi sirkular. Keduanya akan sangat menguntungkan bagi lingkungan dan perekonomian jika dioptimalkan.
Pengelolaan sampah menjadi tantangan yang senantiasa dihadapi pemerintah dan masyarakat Indonesia. Berdasarkan data yang disampaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 2020 total produksi sampah nasional mencapai 67,8 juta ton. Jumlah itu diperkirakan terus meningkat seiring bertambahnya penduduk.
Sampah-sampah itu menjadi timbunan yang menggunung dan menyebabkan pencemaran. Merujuk data yang disampaikan Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ujang Solihin Sidik, rata-rata kapasitas pengelolaan sampah daerah-daerah di Indonesia masih di bawah 50 persen.
Berkaitan dengan sampah atau limbah plastik, Indonesia disorot dunia karena menjadi negara pengirim limbah plastik ke laut nomor dua terbesar di dunia. Penelitian berjudul Plastic Waste Inputs From Land Into The Ocean (2015) menyebutkan, berdasarkan analisis data per 2010 dan proyeksi pada 2025, Indonesia berkontribusi terhadap 10 persen sampah plastik di lautan sedunia.

Pengepresan botol plastik kemasan di Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) di Kompleks Bina Lindung, Kelurahan Jaticempaka, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (26/11/2021). TPS3R merupakan pola pendekatan pengelolaan sampah pada skala komunal atau kawasan yang melibatkan pemberdayaan masyarakat yang di dukung oleh pemerintah.
Banyaknya sampah plastik yang terbuang begitu saja adalah hasil pengelolaan sampah yang masih buruk. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya daur ulang sampah di Indonesia. Tingkat daur ulang plastik di Indonesia hanya 10 persen dari total sampah plastik yang mencapai 6,8 juta ton.
Berdasarkan laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF), mayoritas sampah plastik di Indonesia dibakar secara terbuka. Sisanya berakhir di pembuangan terkelola (20 persen), tempat pembuangan sampah (9 persen), pembuangan di darat (5 persen), dan sungai/danau/laut (9 persen).
Padahal, keuntungan lingkungan dan ekonomi yang didapatkan lebih banyak jika daur ulang plastik dimaksimalkan. Pencemaran plastik, rusaknya ekosistem, dan konsumsi zat-zat berbahaya dari plastik dapat dihindarkan. Secara ekonomi, daur ulang plastik juga akan menguntungkan dan berpotensi berkembang pada skala industri.

Industri daur ulang
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, saat ini terdapat sekitar 600 industri besar dan 700 industri kecil yang mengerjakan usaha daur ulang plastik. Nilai investasinya diperkirakan Rp 7,15 triliun. Kapasitas produksi dalam setahun mencapai 2,3 juta ton dengan nilai tambah lebih dari Rp 10 triliun per tahun.
Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI) menyebutkan, 70 persen dari total produk plastik daur ulang yang diproduksi diekspor. Menurut ADUPI, pasar luar negeri lebih menjanjikan dengan harga dan apresiasi lebih tinggi dibanding di dalam negeri.
Potensi ini dapat dikembangkan lebih besar lagi mengingat masih banyaknya sampah plastik di Indonesia yang belum terolah. Dalam hal ini, pelaku industri daur ulang plastik sudah mengambil bahan baku dalam negeri sebesar 913.000 ton. Akan tetapi, mereka juga mengeluhkan susahnya mencari bahan baku dari dalam negeri.
Alhasil, mereka mengandalkan bahan baku impor yang lebih mudah didapatkan dan sesuai kriteria industri. Indonesia pada 2018 tercatat sebagai 10 besar negara yang mengimpor limbah plastik terbanyak di dunia.

Sejumlah warga mendaur ulang sampah plastik di Kelurahan Randugunting, Kota Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (23/10/2021). Kegiatan daur ulang sampah setiap hari dilakukan di tempat tersebut sebagai bagian dari upaya menekan dampak perubahan iklim. Sejak 2019, komunitas itu didampingi oleh Pertamina Fuel Terminal Tegal dan diberi pelatihan.
Pada 2018, Indonesia mengimpor 320.500 ton limbah plastik. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 129.000 ton pada 2017 dan 121.000 ton pada 2016.
Sulitnya mendapatkan bahan baku dari dalam negeri disebabkan rendahnya perilaku masyarakat dalam memilah dan mengolah sampah. Masyarakat belum terbiasa memilah sampah berdasarkan jenis sekalipun di tempat-tempat publik dan di lingkungan tempat tinggal sudah tersedia tempat sampah yang dibedakan berdasarkan jenis.
Dalam mengelola sampah pun, masyarakat lebih memilih cara yang mudah, seperti membakar sampah. Hal ini dilakukan 66,8 persen rumah tangga di Indonesia. Sementara yang melakukan daur ulang sampah hanya 1,2 persen.

Pembuatan genteng dari limbah plastik di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (17/10/2021).
Hal tersebut juga berkaitan dengan pengelolaan sampah di Indonesia yang belum sepenuhnya mengumpulkan, memisahkan, dan mengelola sampah berdasarkan jenis.
Sampah-sampah yang tercampur hanya dikumpulkan dan dibawa ke tempat pembuangan akhir. Sekalipun akan dijual dan didaur ulang, itu pun dilakukan melalui pemulung atau bank sampah yang jumlahnya tidak seberapa.
Kondisi ini menyebabkan tidak semua sampah plastik dapat digunakan sebagai bahan baku daur ulang meskipun potensinya sangat besar di Indonesia. Misalnya plastik dengan material tertentu, seperti polyvinyl chloride dan polystyrene atau sampah plastik yang tercampur dengan sampah lain, seperti bahan organik.

Aktivitas Lukman Nurdiansyah (32) bekerja di tempat pengolahan sampah plastik miliknya, Rumah Pengolahan Sampah Citra (RPSC), di Kampung Jogjogan, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (11/4/2021). Dalam sehari, tempat ini mengolah 200-300 kilogram sampah plastik yang kemudian disetor ke pabrik biji plastik penerima daur ulang sampah untuk dijadikan produk baru.
Ekonomi sirkular
Hal ini pulalah yang menggerakkan kampanye produk ramah lingkungan untuk mendesak industri-industri menggunakan atau memproduksi produk dengan jenis plastik tertentu yang memiliki tingkat daur ulang tinggi.
Sejumlah industri telah mengupayakan pengembangan produk plastik yang ramah lingkungan, termasuk memikirkan bagaimana produk tersebut dapat didaur ulang dan digunakan kembali. Mulai dari mengurangi virgin plastic, menggunakan teknologi produksi yang dapat mengurangi penggunaan plastik, menggunakan bahan mudah didaur ulang, hingga menyediakan skema pengelolaan dan penggunaan ulang sampah plastik produknya.
Misalnya, PT Veolia Services Indonesia (Veolia Indonesia) yang bekerja sama dengan PT Tirta Investama (Danone-AQUA) membangun pabrik daur ulang plastik terbesar di Indonesia yang beroperasi di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Pabrik ini ditujukan mendorong penggunaan kemasan plastik daur ulang oleh PT Tirta Investama sebanyak 50 persen dari total kemasan produknya pada 2025.

Pekerja memeriksa kualitas konblok berbahan campuran sampah plastik di kawasan Pinang, Jakarta Selatan, Kamis (15/10/2020). Upaya pemanfaatan sampah plastik untuk material bangunan ini digagas oleh dua sahabat Ovy dan Novi melalui Rebricks.id.
Pada saat yang sama, berkembangnya industri daur ulang plastik juga disambut dengan pengembangan ekonomi sirkular di Indonesia. Konsep ekonomi sirkular menekankan pada peningkatan nilai produk dengan menggunakan bahan baku yang dapat dipakai ulang selama mungkin sehingga limbah yang dihasilkan sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Kegiatan daur ulang menjadi bagian penting dari keberhasilan ekonomi sirkular.
Plastik sudah dimasukkan ke dalam salah satu target penerapan ekonomi sirkular Indonesia bersama empat jenis sampah lain, yaitu makanan, tekstil, konstruksi, dan elektronik. Menurut Agenda Ekonomi Sirkular yang disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), ekonomi sirkular berpotensi mengurangi sampah plastik hingga 36 persen pada 2030 dibanding kondisi normal pada tahun yang sama.
Kendati demikian, masih banyak yang perlu disiapkan agar industri daur ulang plastik dan ekonomi sirkular dapat berjalan optimal. Meski menjanjikan, masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, mulai dari pengelolaan sampah hingga pemenuhan bahan baku industri daur ulang.

Karya seni dari kumpulan sampah plastik turut ditampilkan dalam pameran berjudul Merupakan di Jogja Gallery, Yogyakarta, Rabu (7/10/2020). Pameran ini menampilkan karya dari 33 seniman perupa.
Kapasitas pengelolaan sampah di daerah-daerah perlu ditingkatkan. Upaya ini termasuk manajemen pengumpulan, pemilahan, dan pengolahan sampah-sampah, khususnya jenis sampah yang dapat di daur ulang. Sistem ini perlu diterapkan hingga lingkup terkecil rumah tangga secara merata.
Contoh keberhasilan dari manajemen sampah rumah tangga dari hulu ke hilir adalah Swedia. Pemerintah Swedia membangun ribuan stasiun daur ulang di seluruh wilayah negara dan biasanya tidak lebih dari 300 meter jaraknya dari permukiman.
Baca juga : Dari Negara Mana Asal Limbah Plastik Indonesia?
Sistem pengumpulan sampah rumah tangga di Indonesia memang sudah berjalan. Namun, belum banyak melibatkan aspek pemilahan dan pengolahan. Pengumpulan dan pemilahan sampah yang lebih sistematis akan membantu industri daur ulang plastik dalam mendapatkan bahan baku produksi.
Pada akhirnya, permasalahan sampah sedikit demi sedikit teratasi. Industri daur ulang pun dapat berkembang dan menguntungkan secara ekonomi bagi pengusaha dan tenaga kerjanya. Di saat yang bersamaan, hal ini menjadi awal yang bagus untuk mengembangkan ekonomi sirkular. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Kontribusi ”Slow Fashion” Selamatkan Lingkungan