Dalam hal usia harapan hidup, kaum perempuan boleh unggul daripada laki-laki. Namun, dalam urusan keluhan kesehatan, proporsi perempuan lebih besar ketimbang laki-laki.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga lansia yang mayoritas perempuan menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Betang Ensaid Panjang di Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Kamis (14/10/2021). Sebulan sekali, warga lansia yang tinggal di Rumah Betang Ensaid Panjang tersebut mengikuti pemeriksaan kesehatan.
Meskipun usia harapan hidup kaum perempuan relatif lebih lama daripada laki-laki, urusan keluhan kesehatan tampak lebih besar.
Tahun ini, kabar baik dalam kesehatan kembali datang. Setelah sebelumnya salah satu indikator kualitas hidup manusia, khususnya angka harapan hidup setiap kelahiran, di negeri ini meningkat, kali ini kabar semakin membaiknya kondisi kesehatan penduduk terwujud.
Melalui salah satu hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja memublikasikan bahwa proporsi keluhan penduduk terhadap kesehatan yang mereka alami saat ini menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan hasil survei, kali ini kurang dari 30 persen penduduk yang mengeluhkan kondisi kesehatannya. Padahal, semenjak tahun 2019 lalu, proporsi penduduk yang mengeluhkan kondisi kesehatan mereka lebih besar.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Warga antre mendapatkan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis yang digelar dalam rangka peringatan Hari Kesehatan Nasional Ke-57 Provinsi Banten di Kompleks Kantor Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (25/11/2021).
Dalam survei, salah satu bagian pertanyaan yang diajukan terkait dengan keluhan kesehatan yang dirasakan responden, seperti panas, batuk, diare, dan pusing, termasuk berbagai penyakit kronis yang dialami sebulan terakhir saat wawancara dilakukan. Selain itu, ditanyakan pula pola penanganan ataupun pengobatan yang dilakukan hingga biaya yang dikeluarkan.
Menariknya, jika ditelusuri lebih jauh, selain menunjukkan adanya kecenderungan perbaikan kondisi, hasil survei juga mengindikasikan, keluhan kaum perempuan terhadap kesehatan lebih besar proporsinya ketimbang laki-laki.
Saat ini, 28,3 persen dari total kaum perempuan yang menjadi responden survei mengeluhkan kesehatannya. Besaran proporsi tersebut relatif lebih tinggi daripada keluhan yang disampaikan oleh 26,2 persen kaum laki-laki.
Bahkan, jika ditelusuri dari hasil survei sebelumnya, proporsi keluhan perempuan yang lebih besar daripada laki-laki ini konsisten terjadi. Sejak hasil Susenas 2009 lalu, sekalipun terdapat dinamika perbaikan ataupun perburukan kondisi, hingga kini proporsi perempuan yang mengeluhkan kesehatannya tetap saja masih lebih besar.
Membandingkan dengan data indikator kesehatan lain, fakta bahwa perbedaan jenis kelamin turut membedakan kondisi kesehatan individu menjadi semakin menarik dicermati.
Pasalnya, sebagai rujukan, BPS juga mengumumkan, terjadi peningkatan kualitas hidup manusia, termasuk dimensi kesehatan, di negeri ini sebagaimana dinyatakan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sebagai salah satu indikator penunjangnya, umur harapan hidup saat lahir (UHH).
Menurut BPS, rata-rata UHH tahun ini sebesar 71,57 tahun. Artinya, mereka yang lahir tahun 2021 ini berpotensi memiliki usia harapan hidup selama itu. Besaran saat ini tergolong lebih lama 0,1 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada tahun sebelumnya. Dari waktu ke waktu, terjadi peningkatan angka harapan hidup.
Menjadi persoalan, dari sisi pemilahan latar belakang jenis kelamin, justru kaum perempuan memiliki UHH lebih tinggi daripada kaum laki-laki. Pada tahun lalu, misalnya, harapan hidup laki-laki menjadi 69,6 tahun. Sementara pada waktu yang sama, harapan hidup perempuan sudah mencapai 73,5 tahun. Selisih jarak yang terbangun di antara keduanya selama 3,9 tahun sekaligus menunjukkan sisi lebih perempuan.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Potret perempuan desa yang hidup sebagai petani dan perajin gerabah di Desa Karanganyar, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (19/11/2021). Sejak 2019, keluhan kesehatan di kalangan masyarakat perdesaan lebih besar terjadi ketimbang di perkotaan.
Dari kedua indikator kesehatan yang terpublikasikan, jika dikaitkan, tampaknya sekalipun proporsi usia harapan hidup kaum perempuan relatif lebih lama, terbilang lebih besar juga jumlah perempuan yang mengeluhkan kondisi kesehatannya ketimbang laki-laki. Relasi dua indikator ini lebih banyak mendukung pandangan kaum perempuan yang relatif lebih berdaya tahan ketimbang laki-laki.
Di sisi lain, hasil Susenas ini juga menunjukkan perbedaan keluhan kesehatan yang tersebar di setiap provinsi di negeri ini. Baik di Aceh, DKI Jakarta, maupun Papua, proporsi keluhan perempuan selalu lebih tinggi.
Jurang perbedaan keluhan perempuan yang paling besar terjadi di Aceh. Tahun 2021, jurang perbedaan mencapai 5 persen. Hasil survei menunjukkan, 27,66 persen kaum perempuan mengeluhkan kondisi kesehatan. Sementara itu, sebesar 22,65 persen kaum laki-laki yang mengeluhkan kondisi kesehatannya.
Sebaliknya, hasil survei juga menunjukkan wilayah provinsi dengan perbedaan proporsi keluhan terkecil. Kalimantan Tengah, Bali, Papua, Kalimantan Utara, dan Bangka Belitung secara berturut memiliki perbedaan terkecil (di bawah 1 persen) antara laki-laki dan perempuan.
Masih berdasarkan hasil survei, besar ataupun kecilnya selisih jarak yang terbangun di antara kaum perempuan dan laki-laki pada setiap provinsi tidak dengan sendirinya menggambarkan derajat problem kesehatan yang dihadapi.
Membandingkan besaran keluhan yang terjadi pada 34 provinsi di Indonesia, terdapat sejumlah provinsi yang tergolong problematik lantaran proporsi keluhan kesehatannya di atas rata-rata nasional. Jika diinventarisasi, tahun ini ada setidaknya 12 provinsi dengan proporsi keluhan di atas rata-rata nasional.
Terbesar terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Di provinsi ini, tidak kurang dari 44,36 persen kaum perempuan mengeluhkan kesehatannya. Dalam proporsi lebih kecil, 39,87 persen keluhan disampaikan kaum laki-laki.
Berada pada posisi paling bawah jelas menjadikan NTB sebagai provinsi yang paling problematik. Terlebih, jika ditelusuri lebih jauh, problem NTB tidak hanya pada besarnya proporsi keluhan kesehatan yang disampaikan ataupun besaran problem yang dialami kaum perempuannya.
Selain kedua aspek tersebut, hasil survei juga menunjukkan, sejak tahun 2019, keluhan kesehatan di kalangan masyarakat perdesaan lebih besar terjadi ketimbang di perkotaan. Padahal, secara umum di setiap provinsi, tampak jamak bahwa proporsi keluhan masyarakat perkotaan justru lebih besar.
Selain NTB, secara berturut Kalimantan Selatan, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Gorontalo, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Banten, Lampung, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan juga tergolong di atas rata-rata nasional.
Sebaliknya, terdapat pula 22 provinsi yang berada di bawah ambang rata-rata keluhan kesehatan nasional. Dari semua provinsi yang berada di bawah rata-rata, Papua paling menarik dicermati. Jika berbagai indeks nasional kerap menempatkan Papua dalam posisi bawah capaian, tidak dalam keluhan kesehatan.
Hasil Susenas justru menunjukkan Papua menjadi provinsi dengan keluhan kesehatan paling rendah. Tahun ini, hanya 13,2 persen kaum perempuan yang mengeluhkan kondisi kesehatan mereka. Pada kaum laki-laki tercatat sebesar 12,33 persen.
Menjadi semakin menarik lagi, dari waktu ke waktu terdapat penurunan tren keluhan kesehatan yang terbilang konsisten di Papua. Satu dasawarsa lalu (2010), misalnya, masih tercatat 26,57 persen kaum perempuan yang mengeluhkan kondisi kesehatan. Begitu juga kaum laki-laki, terbilang seperempat bagian saja yang mengeluhkan kondisinya. Artinya, dibandingkan saat ini, terjadi penurunan hingga separuhnya! (LITBANG KOMPAS)