Dua Perpres Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung sudah melahirkan dua peraturan presiden untuk menopangnya. Pembengkakan biaya menjadi salah satu pertimbangan.
Proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung sudah memasuki tahun keenam sejak disepakati Pemerintah Indonesia dengan pihak konsorsium China. Percepatan penyelesaiannya diupayakan pemerintah dengan memberikan dukungan pembiayaan lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pemerintah pun menerbitkan peraturan presiden yang baru untuk mewujudkan proyek kereta cepat pertama di Indonesia ini.
Biaya proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung diestimasi akan membengkak sebesar 1,6 miliar dollar Amerika Serikat hingga 1,7 dollar AS (Rp 23,2 triliun-Rp 24,65 triliun).
Total nilai proyek pada estimasi awal adalah sebesar 6,07 miliar dollar AS atau Rp 88 triliun. Dengan perkiraan pembengkakan biaya, nilai proyek akan mencapai 7,77 miliar dollar AS atau Rp 112 triliun (Kompas, 13/11/2021)
Pembengkakan ini disebabkan kenaikan biaya nilai kontrak, rekayasa, pengadaan, dan konstruksi. Juga karena kenaikan biaya pembebasan lahan yang bertambah luas atau naik 31 persen menjadi 7,6 juta hektar.
Selain itu, keterlambatan proyek menyebabkan kenaikan biaya, antara lain biaya konsultan, opersional ofisial, serta jasa operasi dan pemeliharaan. Ada pula tambahan biaya jaringan telekomunikasi khusus kereta api (GSM-R) yang sebelumnya belum dianggarkan.
Pihak pembuat kereta cepat Jakarta-Bandung, PT Kereta Cepat Indonesia China, membuka negosiasi dengan Bank Pembangunan China (CDB) untuk mendapatkan tambahan pinjaman guna menutupi pembengkakan biaya.
Selain itu, konsorsium badan usaha milik negara (BUMN) Indonesia yang menjadi pemegang saham proyek ini, dalam memenuhi ekuitas awal meminta pemerintah menyuntik dana melalui penyertaan modal negara (PMN).
Pada saat estimasi nilai awal, pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini adalah melalui pinjaman CDB sebesar 4,55 miliar dollar AS (75 persen) dan sisanya berasal dari ekuitas dari para pemegang saham sebesar 1,52 miliar dollar AS. Adapun pemegang saham adalah konsorsium perusahaan asal China dan konsorsium BUMN Indonesia.
Baca juga : Progres Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Payung hukum
Proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung berjalan dengan berpijak pada payung hukum berupa Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Perpres yang terbit pada 6 Oktober 2015 itu meredakan kontroversi dengan memberi keyakinan kepada publik bahwa proyek kereta cepat pertama di Indonesia ini tidak akan menggunakan anggaran negara atau APBN.
Menteri BUMN pada saat itu, Rini Soemarno, menyebutkan, terpilihnya proposal China (ketimbang proposal Jepang) terkait dengan proyek kereta cepat dinilai sesuai dengan persyaratan yang diinginkan pemerintah, yaitu tidak menggunakan anggaran negara atau APBN dan tidak ada jaminan pemerintah.
”Ini bukan proyek pemerintah karena (pemerintah) tidak mengeluarkan anggaran dan jaminan,” kata Rini kala itu (Kompas, 3/10/2015). Proyek kereta cepat merupakan proyek antara BUMN Indonesia dan BUMN China.
Dalam Perpres Nomor 107 Tahun 2015 Pasal 4 Ayat (2) secara jelas disebutkan bahwa pendanaan proyek kereta cepat tidak menggunakan dana dari APBN serta tidak mendapatkan jaminan pemerintah.
Pendanaan proyek kereta cepat, menurut Pasal 4 Ayat (1), ada tiga. Pertama, melalui penerbitan obligasi oleh konsorsium BUMN atau perusahaan patungan. Kedua, melalui pinjaman konsorsium BUMN atau perusahaan patungan dari lembaga keuangan, termasuk lembaga keuangan dari luar negeri atau multilateral. Dan ketiga, pendanaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun, pemerintah merevisi soal pendanaan proyek kereta cepat ini dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung. Perpres tersebut ditetapkan per 6 Oktober 2021.
Dalam perpres baru ini disebutkan bahwa pendanaan lainnya dapat berupa pembiayaan APBN dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan proyek strategis nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal.
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sudah masuk dalam daftar proyek strategis nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Perpres soal proyek strategis nasional ini terbit pada 8 Januari 2016 atau 3 bulan setelah perpres mengenai proyek kereta cepat diterbitkan.
Baca juga : Biaya Proyek Kereta Cepat Membengkak, KCIC Minta China Tambahkan Pinjaman
Perubahan
Dalam Perpres No 93/2021, pembiayaan dari APBN untuk proyek kereta cepat dapat berupa penyertaan modal negara kepada konsorsium BUMN dan/atau penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium BUMN.
Pemerintah turut terlibat dalam menetapkan langkah yang perlu diambil untuk mengatasi bagian kewajiban perusahaan patungan dalam hal terjadi masalah kenaikan atau perubahan biaya proyek (cost overrun), yang meliputi perubahan porsi kepemilikan perusahaan patungan serta penyesuaian persyaratan dan jumlah pinjaman yang diterima oleh perusahaan patungan.
Bentuk dukungan pemerintah yang dapat diberikan untuk mengatasi bagian kewajiban perusahaan patungan dalam hal terjadi masalah kenaikan atau perubahan biaya proyek meliputi rencana penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium BUMN untuk keperluan proyek dan pemberian pinjaman pemerintah atas kewajiban pimpinan konsorsium BUMN dalam hal diperlukan, untuk pemenuhan modal proyek.
Dalam perpres yang baru ini, perubahan tidak hanya menyangkut soal pendanaan, tetapi juga terkait, antara lain, mengenai perubahan pimpinan konsorsium BUMN, jalur trase, dan pembentukan komite kereta cepat.
Semula, pimpinan konsorsium BUMN proyek kereta cepat berdasarkan Perpres No 107/2015 adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Namun, berdasarkan Perpres No 93/2021, pimpinan konsorsium beralih ke PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Selain dua perusahaan ini yang berganti posisi, BUMN lainnya yang termasuk di dalam konsorsium adalah PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Jalur trase pun berubah dari semula Jakarta-Walini-Bandung menjadi Jakarta-Padalarang-Bandung. Dalam perpres baru juga muncul pasal baru, yaitu Pasal 3A mengenai dibentuknya komite kereta cepat Jakarta-Bandung yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Komite beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan Menteri Perhubungan. Konsorsium BUMN kereta cepat akan menyampaikan laporan kepada pimpinan komite setiap enam bulan selama pembangunan prasarana kereta cepat Jakarta-Bandung berlangsung.
Pasal baru lainnya yang muncul adalah Pasal 14A terkait dengan penyediaan lahan. Menurut pasal tersebut, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota yang terkait dapat menyediakan pemanfaatan lahan sepanjang trase jalur Jakarta-Padalarang-Bandung kepada pimpinan konsorsium BUMN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Kaji Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya