Bukan sebuah kebetulan jika Kabupaten Gresik ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Dalam sejarahnya, kegiatan perniagaan di Gresik sudah berlangsung sejak era Kerajaan Majapahit.
Oleh
Agustina Purwanti
·5 menit baca
Dalam lintasan sejarahnya, Gresik memiliki jejak perdagangan sejak abad ke-11. Letaknya yang strategis membuat daerah niaga itu layak menjadi lokasi kawasan ekonomi khusus. Beragam fasilitas yang tersedia pun berpotensi mendorong industrialisasi di Gresik maupun kawasan sekitarnya.
Terpilihnya Kabupaten Gresik, Jawa Timur, menjadi salah satu lokasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia bukan tanpa alasan. Sejarah mencatat, daerah yang juga dikenal sebagai kota santri ini merupakan salah satu kawasan niaga tertua di Tanah Air.
Pada abad ke-11, Gresik mulai dikenal dan tumbuh menjadi pusat perdagangan di Tanah Air. Di era Kerajaan Majapahit tersebut, Gresik yang dikenal dengan Pelabuhan Ujung Galuh, menjadi bandar laut utama bersama Tuban.
Lokasinya di muara Sungai Bengawan Solo menjadikan kegiatan niaga di Gresik tak hanya sebatas perdagangan antarpulau, tapi juga antarnegara. Pedagang dari China, Arab, Gujarat, dan Kalkuta cukup sering singgah di Gresik untuk melakukan aktivitas perdagangan pada masa itu.
Terlebih pasca-hadirnya Maulana Malik Ibrahim, nama Gresik kian berkibar. Ia dikenal sebagai tokoh pertama penyebar agama Islam di tanah Jawa. Dianggap sebagai orang yang berpengaruh, tokoh yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gresik itu pun diangkat oleh penguasa Majapahit menjadi syahbandar atau kepala pelabuhan.
Mayoritas pedagang beragama Islam melatarbelakangi pengangkatan tersebut. Saat itu, mereka hanya mau dipimpin oleh tokoh yang beragama Islam. Dengan demikian, kepercayaan pun menguat dan aktivitas perdagangan kian bertumbuh.
Tak hanya Sunan Gresik, Sunan Giri juga menjadi salah satu tokoh yang erat kaitannya dengan tonggak berdirinya Gresik. Ia adalah anak angkat Nyai Ageng Pinatih, saudagar kaya raya yang juga merupakan salah seorang syahbandar di Gresik.
Pada 1487, pemuda yang juga akrab disapa Jaka Samudra itu dinobatkan menjadi penguasa pemerintahan. Tahun tersebut kemudian dijadikan sebagai hari lahirnya Gresik, tepatnya pada 9 Maret.
Selain sebagai sultan atau penguasa pemerintahan, ia juga terkenal sebagai salah satu tokoh Wali Songo karena perannya yang cukup besar dalam penyebaran agama Islam di Tanah Air. Pengaruhnya bahkan sampai ke Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Sebagai sultan, ia memerintah selama 30 tahun dan dilanjutkan oleh keturunannya selama lebih kurang 200 tahun.
Hingga pada tahun 1617 Saka, Kyai Ngabehi Tumenggung Poesponegoro menjabat sebagai bupati pertama. Semula, wilayah ini bernama Kabupaten Surabaya. Seiring perkembangan wilayah, kegiatan pemerintahan berangsur-angsur dipindahkan ke Gresik. Merujuk PP Nomor 38 Tahun 1974, nama daerahnya kemudian diganti sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II Gresik.
Strategis
Masifnya perdagangan di Gresik sejak abad ke-11 itu tak lepas dari lokasinya yang sangat strategis. Terletak di pesisir Pantai Utara Jawa, Gresik memiliki potensi besar untuk aktivitas pelabuhan dan perdagangan. Sebelah utara Gresik berbatasan dengan Laut Jawa dan sebelah timur berbatasan dengan Selat Madura dan Kota Surabaya.
Kondisi itu pula yang membuat pemerintah meresmikan Gresik sebagai lokasi kawasan ekonomi khusus Java Integrated Industrial and Ports Estate (KEK JIIPE). Padahal, KEK yang berkonsentrasi di bidang industri akan difokuskan di Luar Jawa sebagai upaya pemerataan. Namun, sejumlah keunggulan yang dimiliki oleh JIIPE termasuk kepemilikan pelabuhan yang luas dengan laut dalamnya membuat JIIPE sah menjadi KEK.
Apalagi, pemerintah telah merencanakan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Hal itu membuat letak JIIPE di Gresik kian strategis dan mampu memperkuat posisi Gresik sebagai kota bandar di Nusantara.
Merujuk publikasi PT Pelabuhan Indonesia, Pelabuhan Gresik mulai berdiri pertengahan abad ke-14. Pelabuhan Gresik kian ramai seiring penyebaran agama Islam di Jawa sehingga mampu menggeser peran Pelabuhan Tuban pada masa itu. Sayangnya, masa keemasaan itu sempat redup akibat politik kekuasaan. Karena kekuatan letak yang strategis, aktivitas Pelabuhan Gresik kembali dibangkitkan.
Pada tahun 2011, melalui Perda Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTWR) Kabupaten Gresik, pembangunan Gresik dibagi dalam empat wilayah pembangunan, Gresik Selatan diperuntukkan menjadi area permukiman dan wilayah Gresik Utara menjadi Kawasan agropolitan, agroindustri, serta minapolitan.
Wilayah ketiga adalah pengembangan pariwisata di Pulau Bawean. Kemudian wilayah keempat fokus pada pembangunan Pelabuhan Kalimireng sebagai pelabuhan internasional yang mencakup wilayah Gresik, Kebomas, dan Manyar. Pembangunan pelabuhan itu kian mendorong bangkitnya aktivitas ekonomi, khususnya industri di Kabupaten Gresik.
Tonggak industrialisasi
Salah satu tonggak sejarah industrialisasi di Gresik adalah berdirinya Pabrik Semen Gresik pada 1953. Semen Gresik menjadi salah satu pemilik dari delapan terminal khusus di Pelabuhan Kalimireng. Selain Semen Gresik, industri yang juga memiliki terminal khusus di Pelabuhan Kalimireng antara lain PT Petrokimia Gresik, PT Wilmar Nabati, dan PT Maspion.
Kini, bertambahnya pelabuhan di Gresik, yakni pelabuhan milik JIIPE, berpotensi mendorong aktivitas pelabuhan dan industrialiasi di Kabupaten Gresik semakin masif. Apalagi, JIIPE juga memiliki keunggulan lain, yakni terjangkaunya lokasi tersebut dari sejumlah fasilitas penghubung di Jawa Timur.
KEK JIIPE didukung akses tol KLBM (Krian-Legundi-Bunder-Manyar). Tol tersebut melintas di daerah Manyar, Gresik, di mana jarak pintu keluar Tol Manyar ke JIIPE hanya 3,5 km.
Dengan bantuan tol tersebut, jarak JIIPE ke Surabaya menjadi 30 km dan jarak JIIPE ke Bandara Juanda hanya 55 km. Hal tersebut membuat kemudahan distribusi dari kegiatan industri di JIIPE terjamin. JIIPE juga dekat dengan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, salah satu pelabuhan terbesar di Jawa yang juga melayani perdagangan internasional.
Beragam fasilitas, yang semakin mendukung lokasi Gresik yang sudah stategis sejak awal, berpotensi meningkatkan masuknya investasi Kabupaten Gresik. Menurut catatan Pemerintah Kabupaten Gresik, investasi yang masuk meningkat tajam, baik jumlah proyek maupun nilai investasinya.
Pada 2020, terdapat 1.596 proyek yang mendapatkan persetujuan investasi. Jumlahnya naik dua kali lipat dibandingkan proyek investasi yang disetujui pada 2019.
Adapun nilai investasinya mencapai Rp 12,38 triliun untuk investasi dalam negeri tahun 2020. Besaran tersebut empat kali lebih besar dari nilai investasi di 2019. Sementara, nilai investasi asing yang masuk mencapai 127,28 juta dollar AS, setara Rp 1,85 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya, nilai investasi itu naik 29 persen.
Besarnya investasi tersebut berpotensi mendorong kegiatan industri yang sudah menjadi ikon bagi Gresik. Separuh dari produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Gresik berasal dari sektor tersebut.
Seiring dengan meningkatnya investasi, peran sektor industri pengolahan Kabupaten Gresik turut meningkat setelah mengalami penurunan sejak 2016. Pada 2020, kontribusinya mencapai 49,59 persen atau naik 1,64 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa industrialisasi yang selama ini menjadi unggulan Kabupaten Gresik berangsur pulih di tengah terpaan pandemi Covid-19. Hadirnya KEK JIIPE dengan segala keunggulannya bukan tidak mungkin akan membawa industrialisasi di Gresik kian besar dan memperkuat aktivitas industri di Tanah Air. (LITBANG KOMPAS)