Memahami Sembilan Kluster Perilaku Audiens Berita Digital
Munculnya keragaman audiens berita digital didorong oleh perkembangan teknologi digital yang begitu cepat. Dengan mengenali perilaku audiens, perusahaan media dapat mengakomodasi keragaman konten dan kemasan beritanya.
Perilaku audiens dalam mengakses berita digital sangat beragam. Keragaman ini didorong perubahan ekosistem informasi digital yang begitu cepat. Dengan mengenali kluster perilaku audiens, perusahaan media dapat mengakomodasi keragaman konten dan kemasan berita yang cocok untuk audiens yang akan dilayani.
Era informasi digital menempatkan audiens dan pelaku bermedia pada perubahan yang begitu cepat. Pada masa booming internet dan dot com sejak 1990-an, berbagai media massa konvensional beramai-ramai membangun platform daring. Rangkaian peristiwa ini diteruskan dengan kemunculan media sosial pada dekade 2000-an dan terus berkembang hingga kini.
Laporan dari “Digital News Report 2021” yang disusun Reuters Institute menyebutkan audiens berita di dunia mayoritas (82 persen) mengonsumsi berita digital baik dari aplikasi, portal berita, dan juga platform media sosial secara bersamaan. Secara khusus, audiens berita yang sumber berita utamanya dari media sosial mencapai 56 persen. Data ini menunjukkan bahwa media sosial memainkan peran besar sebagai penyalur konten berita digital untuk mencapai audiens.
Publikasi “Digital 2021: Global Overview Report” dari We Are Social - Hootsuite menyebutkan saat ini pengguna media sosial mencapai 4,20 miliar orang atau sekitar 53 persen dari total penduduk dunia. Dibandingkan tahun 2020, ada pertumbuhan 490 juta orang yang menggunakan media sosial.
Ekosistem media yang terdiri dari berbagai jenis platform menimbulkan kerumitan dalam keseharian bermedia. Keadaan ini menciptakan persoalan bagi audiens dan pelaku media di tengah arus banjir informasi. Dari lanskap media inilah munculkan beragam perilaku audiens dalam mengakses berita di kanal digital.
Fenomena keragaman gaya mengakses berita oleh para audiens dipelajari oleh dua profesor jurnalistik dari Vrije University Amsterdam, Belanda yaitu Irene Costera Meijer dan Tim Groot Kormelink. Mereka melakukan penelitian kualitatif terhadap lebih dari 1.000 transkrip wawancara dan rekaman video etnografi.
Riset yang dituangkan dalam buku Changing Use News, Unchanged News Experienced? (2020), Meijer dan Kormelink mengajak media supaya tidak sekedar merespon topik yang menjadi minat audiens, melainkan mengakomodasi dari aspek kebiasaan cara mengonsumsi media.
Dari situ akan terpetakan perilaku audiens berita digital dalam kehidupan bermedia sehari-hari. Fenomena ini terjadi karena sekarang manusia tidak hanya hidup berdampingan dengan media, melainkan sudah pada tataran hidup di dalam media. Maksudnya adalah setiap individu memiliki peran aktif dalam memilih, mengakses, bahkan mengintervensi konten dengan turut berpartisipasi sebagai produsen informasi.
Ragam perilaku
Hasil riset dari Meijer dan Kormelink mengungkap terdapat 24 jenis perilaku audiens berita yang dikelompokkan berdasar intensitas keterlibatan atau engagement ke dalam sembilan kluster. Kluster pertama terdiri dari audiens yang melakukan kegiatan membaca, menonton, dan mendengarkan berita. Ciri khas perilaku audiens dalam tataran ini menggunakan berita digital untuk memahami suatu informasi atau menghibur diri dengan mempelajari hal baru.
Selanjutnya, di kluster kedua terdapat aktivitas pencarian dan trianggulasi atau mengecek kebenaran informasi. Perilaku ini didorong oleh banyaknya misinformasi dan disinformasi yang beredar. Audiens bertindak aktif untuk menemukan informasi yang akurat dari sumber terpercaya.
Pada kluster ketiga audiens mengakses berita dengan cara memeriksa, memindai (scanning), dan memantau perkembangan suatu peristiwa. Perilaku audiens pada kelompok ini didorong oleh kepentingan yang mendesak, misalnya memantau perkembangan cuaca, kondisi pasar modal, atau peristiwa lainnya yang relevan dengan kehidupan audiens.
Kluster keempat diisi dengan model mengakses berita dengan cara sepintas melirik, menempatkan berita sebagai selingan atau mengisi waktu luang, serta menggulir (scrolling) rentetan judul berita. Audiens pada kluster ini mengakses berita dengan maksud sekedar mengetahui kabar terkini dalam kondisi santai.
Ragam perilaku audiens selanjutnya, yaitu dengan cara mendengar dan melihat, cara ini termasuk dalam kluster kelima. Audiens mengakses berita dalam kondisi santai dan cenderung untuk memenuhi kebutuhan relaksasi dibanding informasi. Biasanya konten berita dijadikan latar atau menemani melakukan aktivitas lainnya.
Aktivitas audiens dalam kluster keenam diwarnai aksi meng-klik berbagai tautan yang ada pada sajian berita. Perilaku ini bagai pisau bermata dua. Pasalnya, di satu sisi audiens bisa memperoleh informasi yang lebih mendalam. Namun sebaliknya berisiko disesatkan pada konten yang tidak relevan.
Audiens yang termasuk dalam kluster ketujuh sering menyimpan berita untuk dibaca di kemudian waktu. Perilaku menunda membaca bisa mengindikasikan dua hal. Pertama, seseorang gemar menunda sehingga pada akhirnya koleksi berita tidak terbaca. Kedua, audiens menyimpan berita untuk dibaca di saat tersedia cukup waktu untuk berkonsentrasi.
Kelompok audiens pada kluster kedelapan merupakan orang-orang yang berusaha mengurangi paparan terhadap berita atau informasi tertentu. Mereka menghindari dan tidak menghiraukan berita digital. Hal ini bisa banyak ditemui misalnya pada individu yang menghindari pemberitaan tentang Covid-19, politik, bencana, atau tindak kriminal.
Terakhir, kluster kesembilan muncul dari peran media sosial sebagai platform distribusi berita. Audiens merespon berita dengan menyukai, membagikan, menghubungkan, merekomendasikan, mengomentari, voting, dan menandai (tagging). Tujuh ragam tindakan tersebut merupakan wujud tindakan komunikasi yang berskala kecil atau small acts of communication.
Saran penyajian
Mencermati sembilan kluster tersebut, muncul dua fenomena yang dapat diungkap dari perilaku audiens. Pertama adalah orientasi dalam mencari berita. Apabila diurutkan dari kluster pertama hingga sembilan, tampak adanya penurunan komitmen dan perhatian terhadap isi berita secara gradual.
Ada kelompok audiens yang serius dalam mengakses berita, dengan meluangkan waktu khusus untuk membaca, mendengarkan, menonton, bahkan mengecek kebenaran informasi. Mereka yang berada dalam kluster-kluster ini membutuhkan pemahaman isu berita lebih mendalam dibanding yang hanya melihat sekilas atau sekedar scrolling judul berita.
Meijer dan Kormelink menyatakan bahwa audiens dengan literasi digital yang baik dapat menakar porsi seberapa dalam ia menyelami informasi yang tersaji di layar gawainya. Audiens berita digital yang cakap, cenderung membaca lebih banyak berita sebagai pengayaan pengetahuan, dan memperdalam beberapa topik yang diperlukan saja.
Fenomena berikutnya yang dapat dicermati dari kluster-kluster ini adalah alokasi waktu audiens dalam mengakses berita. Di era serba cepat ini, memahami beragam isu secara mendalam tentu membutuhkan upaya yang tidak mudah. Kondisi ini menuntut audiens untuk selektif terhadap paparan informasi. Ketika era media konvensional, pada surat kabar misalnya, konten yang disajikan terbatas oleh medium kertas.
Positifnya, audiens disuguhkan informasi yang ringkas dan padat, sesekali ada juga artikel yang mendalam. Kurasi informasi berada di ruang redaksi lembaga media. Kini tiap individu harus mengurasi atau memilah sendiri informasi yang diterima.
Munculnya 24 ragam cara audiens mengakses berita didorong oleh arus informasi yang begitu deras. Maka menjadi lazim ketika individu tidak lagi mengonsumsi berita secara utuh, melainkan hanya pada bagian-bagian tertentu saja, misalnya pada judul dan ringkasan berita.
Menanggapi perilaku audiens yang demikian, beberapa media mulai mengakomodasinya. Sebagai contoh Forbes dalam versi digitalnya menyediakan Topline atau ringkasan berita. Juga terdapat poin-poin yang disebut Key Facts seputar peristiwa yang diberitakan.
Selain itu etalase produk jurnalistik tidak terbatas hanya di aplikasi khusus atau website saja, melainkan juga berada di berbagai platform media sosial. Meijer dan Kormelink mencatat bahwa audiens dapat terpapar berita dari konten media sosial dan tautan yang dibagikan melalui aplikasi chatting.
Dari kacamata audiens, berita sekilas yang dilihat ketika menggulir media sosial menjadi lebih menarik karena cocok dengan perilaku keseharian mereka yang lebih banyak menggunakan media sosial. Bagi pihak penyedia konten atau institusi media, pola perilaku ini dapat digunakan untuk menyediakan model sajian atau kemasan berita yang relevan dengan perilaku pembaca digital yang ingin dilayani. (LITBANG KOMPAS)