Pandemi, Kegembiraan Tetap, Stres Meningkat
Pandemi Covid-19 masih berlangsung hingga saat ini. Perlu kewaspadaan bersama untuk tetap menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah tertular Covid-19 agar tetap sehat dan menikmati kebahagiaan.
Akibat pandemi Covid-19, tahun 2020 bisa jadi merupakan tahun paling kelam bagi warga dunia sejak era Perang Dunia II. Bertambahnya kesedihan, mewarnai kehidupan umat manusia di tahun itu.
Stres, marah, sedih, dan khawatir adalah hal yang banyak dinyatakan warga dunia di tahun 2020. Ketika dampak pandemi mulai menunjukkan daya rusak signifikan pada kehidupannya, warga seluruh dunia kian merasakan kesedihan mendalam. Berpulangnya teman, sahabat, bahkan anggota keluarga mereka alami sendiri.
Bagi yang mampu selamat dari paparan Covid-19, tak luput dari dampak melemahnya perekonomian, baik skala nasional maupun lokal. Penghasilan menurun drastis, aset menipis, bahkan banyak warga menjadi papa akibat kehilangan sumber pendapatan. Sungguh tahun 2020 menjadi tahun yang suram dalam bayangan publik dunia.
Survei global yang dilakukan Gallup Poll terhadap 160.000 responden di 116 negara selama tahun 2020 dan awal 2021 mendapati hasil tersebut. Survei yang dirilis dalam tajuk Gallup’s Positive and Negative Experience Indexes merupakan sebuah indeks tentang pengalaman positif dan negatif seseorang selama masa pandemi.
Dipaparkan dalam laporan ”The 2021 Global Emotions Report”, survei itu mengukur pengalaman positif dan negatif warga dunia dalam aktivitas sehari-hari selama masa pandemi. Dalam laporan yang dirilis pertengahan 2021 lalu itu disimpulkan, tahun 2020 adalah tahun paling menekan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Tingkat stres orang dewasa di seluruh dunia mencapai 40 persen, naik 5 persen daripada tahun 2019. Angka 5 persen ini jika dikomparasikan ke populasi bisa dianggap mewakili hampir 190 juta orang di dunia.
Di tahun 2020, paling tidak 72 persen responden menyatakan mereka bisa beristirahat dengan baik (well rested), mengalami kegembiraan (experience enjoyment), dan tertawa (70 persen). Sementara indikator mendapat perlakuan baik/dengan hormat oleh orang lain juga masih dirasakan oleh mayoritas responden (86 persen). Angka-angka indikator ini tidak banyak berubah dibandingkan penilaian tahun 2019.
Dengan metode itu, secara global terpantau semakin sedikit warga dunia yang tersenyum atau tertawa dibandingkan sebelumnya, yakni hanya 70 persen, yang merupakan angka terendah sepanjang pengukuran oleh Gallup. Angka tersebut menurun 5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Memang jika merunut ke negara-negara tertentu, seperti Turki dan Lebanon (skor 46), penurunan ”angka kegembiraan” itu signifikan mencapai belasan persen. Namun, itu bukan gambaran global bergemingnya pengalaman positif warga dunia.
Dari lima pertanyaan indikatif tentang pengalaman positif yang dibentuk menjadi indeks oleh Gallup, menghasilkan angka indeks tahun 2020 menjadi 71, sama dengan kondisi penilaian tahun 2018 dan 2019. Artinya, kondisi pengalaman positif responden selama tahun 2020 sebenarnya relatif bergeming alias tetap meski diterpa pandemi.
Indonesia dalam laporan indeks Gallup 2021 ini, diperkirakan mengalami penurunan dalam aspek pengalaman positif akibat pandemi. Meski demikian, posisi start Indonesia sudah terhitung tinggi. Di laporan Gallup pada 2018, Indonesia berada di peringkat atas dengan skor 83 dari rata-rata skor global 71.
Negatif meningkat
Meski ekspresi pengalaman positif warga dunia masih relatif sama dengan tahun sebelumnya, simbol ekspresi negatif terpantau juga naik. Empat puluh persen responden menyatakan mereka merasa khawatir, sementara satu dari empat orang merasakan kesedihan (27 persen) atau kemarahan (24 persen).
Dibandingkan tahun 2019, angka-angka ini naik sekitar 1 persen sampai dengan 5 persen. Separuh dari warga dunia yang bekerja mengalami penurunan penghasilan, dan bahkan lebih sepertiga responden (32 persen) kehilangan pekerjaan. Mayoritas publik (80 persen) merasakan terdampak pandemi dalam satu atau lain hal.
Lima pertanyaan tentang pengalaman negatif yang dirasakan responden dibentuk menjadi indeks oleh Gallup, menghasilkan kenaikan angka indeks tahun 2020 menjadi skor 32, tertinggi sejak pengukuran global mulai dilakukan tahun 2006. Gallup memang menggunakan ekspresi emosional manusia sehari-hari untuk mengukur cerminan tingkat ”kegembiraan” yang esensial dari hidup manusia.
Kondisi di setiap negara bisa berbeda, seperti kondisi di Peru yang mencapai angka 66 persen tingkat stres yang dialami orang dewasa, hingga yang sangat rendah adalah Kirgistan dengan hanya 13 persen orang dewasa stres. Dalam hal stres, Indonesia tampaknya berada di tingkat negara yang warganya berada di skor tengah alias cukup berat terdampak oleh pandemi.
Indonesia ada di kelompok bersama negara-negara Amerika Latin yang warganya selalu murah senyum dan tawa. Dalam hal ini, aspek budaya juga diperhitungkan dalam survei meski tak diperhitungkan secara langsung. Di Asia Tenggara, Filipina tergolong masyarakat yang mudah merasa gembira dalam indikator survei Gallup ini.
Negara-negara Eropa yang terpapar Covid-19 secara cukup ekstrem seperti Inggris Raya mengalami penurunan pengalaman positif cukup besar karena dampak penutupan total (lockdown). Sementara di kawasan Eropa utara, situasi itu tak terlalu berdampak, terindikasi dengan skor indeks pengalaman negatif yang relatif rendah, dan pengalaman positif yang tinggi di antaranya Finlandia (79), Islandia (80), dan Norwegia (81).
Indeks lain
Ketiga negara Nordic itu juga tercatat dalam indeks yang lain, ”World Happiness Report”, masuk dalam 10 besar negara dengan kehidupan warga paling bahagia di dunia. Secara metodologi, indeks kebahagiaan adalah indeks yang disusun kalangan praktisi akademisi dan universitas kelas dunia. ”World Happiness Report” terbaru yang diluncurkan 20 Maret 2021 ini menyusun skor berdasarkan penilaian publik pada life evaluation.
Akademisi dari Columbia University, London School of Economics, University of British Columbia, Oxford University, berperan dalam survei ini. Meski demikian, survei indeks kebahagiaan ini juga banyak menggunakan basis data dari Gallup Poll.
Baca juga : Hobi Baru untuk Menghilangkan Kebosanan Selama Pandemi
Bagaimana dengan skor Indonesia di laporan itu? Dalam ”World Happiness Report 2020” ini, (data 2018-2019), ranking Indonesia berada di urutan ke-82 dari 149 negara dengan skor 5.345. Hasil ini jauh di bawah Brasil di urutan ke-35 dengan skor 6330; atau Thailand, urutan ke-54 dengan skor 5.985.
Di tengah situasi pandemi yang belum usai, dengan kekhawatiran lonjakan angka positif Covid-19 gelombang ke-3 (ataupun ke-5) di beberapa negara, perlu mempelajari aspek yang meningkatkan harapan dan menipiskan kekhawatiran.
Faktor pengaruh
Beberapa yang diidentifikasi dari ”World Happiness Report” adalah modal sosial kepercayaan (trust), kebersamaan, dan saling menolong. Orang menjadi lebih tenang jika bisa mengandalkan bantuan sukarela dari orang lain di sekitarnya ketimbang aparat publik. Trust bahkan dinilai bisa menjelaskan tingginya mortalitas Covid-19 di Amerika dan Eropa ketimbang di Asia Timur, Australasia, dan Afrika.
Selain trust, faktor lain adalah tingkat kepercayaan pada institusi publik (pemerintah) serta perbedaan kelas sosial. Semakin tinggi kepercayaan dan kepatuhan direktif pemerintah kepada warga negaranya, semakin terkontrol dampak negatif dari pandemi Covid-19. Demikian pula semakin tinggi kelas sosial, semakin memudahkan memperoleh akses kesehatan.
Betapapun, pandemi Covid-19 masih berlangsung hingga saat ini. Kedua survei di atas dilakukan sebelum terjadinya kulminasi dampak kesehatan pandemi pada Juli 2021. Perlu kewaspadaan bersama untuk tetap menjalankan protokol kesehatan mencegah tertular Covid-19. Tetap sehat, tetap tersenyum, dan menikmati kebahagiaan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Stress Melemahkan Kekebalan Tubuh