Kaltara menjadi potret wilayah perbatasan yang masih bergulat dengan penanganan pandemi Covid-19. Sudah saatnya pemerintah pusat memberikan perhatian lebih bagi wilayah-wilayah terluar Indonesia.
Oleh
Yohanes Mega Hendarto
·5 menit baca
Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-Kompas (IPC-19) menunjukkan capaian skor Provinsi Kaltara terbilang rendah. Hingga 1 November 2021, Provinsi Kaltara menempati posisi kedelapan terendah dari 34 provinsi yang dinilai. Percepatan dan pemerataan vaksinasi masih perlu diutamakan dalam pengendalian pandemi.
Kendati sudah mengalami penurunan jumlah kasus positif Covid-19, Provinsi Kaltara masih perlu meningkatkan upaya dalam mengatasi pandemi. Pada periode pengukuran per 1 November 2021, Kaltara mengumpulkan skor indeks 74. Dengan skor tersebut, Kaltara berada di kelompok sepuluh provinsi dengan skor terendah, tepatnya delapan dari bawah.
Posisi ini juga membawa Kaltara sebagai provinsi yang paling rendah skornya dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan. Tiga provinsi lainnya ialah Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan yang berhasil mengumpulkan skor 80. Sementara Kalimantan Timur masih di atas Kaltara dengan skor 78.
IPC-19 Indonesia-Kompas memulai pengamatan data pengendalian pandemi Covid-19 sejak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di seluruh wilayah Indonesia, tepatnya pada 12 Juli 2021. Usaha tiap provinsi dalam mengatasi pandemi dinilai dalam skor indeks pada rentang angka nol hingga 100. Penilaian indeks senantiasa dihitung ulang mengikuti pembaruan data tingkat provinsi dan nasional yang diperbarui tiap periode minggunya.
Dalam IPC-19 Indonesia-Kompas terdapat dua komponen pengukuran, yaitu manajemen infeksi dan manajemen pengobatan. Manajemen infeksi memuat tiga indikator, yakni rerata kasus positif Covid-19 dalam tujuh hari terakhir terhadap kasus maksimum yang dialami provinsi, angka rasio positif (positivity rate) tujuh hari terakhir, dan persentase cakupan vaksinasi lengkap terhadap total populasi di provinsi tersebut.
Sementara manajemen pengobatan meliputi total angka kesembuhan terhadap total kasus positif Covid-19, rerata kematian akibat Covid-19 selama tujuh hari terakhir, dan rerata keterpakaian tempat tidur atau bed occupation rate (BOR) rumah sakit oleh pasien Covid-19 selama tujuh hari terakhir. Melalui indikator-indikator tersebut, dapat ditarik skor indeks yang berguna sebagai acuan bagi pemerintah provinsi untuk dapat membenahi aspek yang masih menjadi kelemahan dalam penanganan Covid-19 di wilayahnya.
Sejak penilaian Indeks Pengendalian Covid-19 pada 12 Juli 2021 hingga 1 November 2021, skor 74 adalah skor tertinggi yang dapat diperoleh Kaltara dibandingkan pekan-pekan sebelumnya. Perolehan skor Kaltara sejauh ini terlihat fluktuatif atau tidak menunjukkan tren positif dari minggu ke minggu. Hal ini terutama bisa dilihat dari 20 September 2021 dengan skor 67, yang kemudian turun seminggu setelahnya ke 59, lalu naik lagi di pekan berikutnya menjadi 65.
Pengobatan
Naik turunnya skor ini dapat menjadi indikator adanya problem dalam pencegahan dan penanganan pandemi di Kaltara. Jika berfokus pada pengukuran per 1 November 2021, masalah yang perlu diatasi ialah bagian manajemen pengobatan, terutama di total kesembuhan pasien Covid-19 dan rata-rata tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit. Kedua faktor ini masih berada di bawah skor rata-rata nasional.
Tercatat, untuk total sembuh terhadap total kasus Kaltara mendapat skor 4, jauh di bawah skor rata-rata nasional dengan skor 10. Sedangkan untuk rata-rata tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit mendapat skor 9 atau selisih satu skor di bawah skor rata-rata nasional.
Hingga 1 November 2021 pun jumlah kasus positif Covid-19 secara akumulatif di Kaltara sebanyak 33.656 kasus dengan 744 kasus meninggal dunia. Jumlah itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan empat provinsi lainnya di Pulau Kalimantan. Namun, jumlah kasus positif yang lebih sedikit belum tentu lebih baik dalam manajemen infeksi dan pengobatan.
Bicara mengenai manajemen infeksi, Kaltara juga masih perlu berjuang untuk percepatan dan pemerataan vaksinasi. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga 3 November 2021 capaian vaksinasi dosis pertama di Kaltara masih 60,96 persen. Sementara untuk vaksinasi dosis kedua belum sampai setengahnya dari target, yaitu 33,36 persen.
Terkendalanya program vaksinasi lantaran keterbatasan suplai vaksin yang diterima dari pusat. Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi Kaltara menemukan bahwa kendala vaksin juga karena faktor geografis Kaltara yang memiliki sejumlah wilayah terisolir. Misalnya, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Nunukan yang hanya bisa dicapai melalui jalur sungai.
Padahal, percepatan vaksin dapat membantu mengurangi tingkat kematian yang menambah tingkat kesembuhan pasien Covid-19. Jika melihat kembali penilaian IPC-19 Indonesia-Kompas, tepat di faktor manajemen pengobatan itulah Kaltara masih dinilai rendah. Belum lagi, persoalan ketersediaan fasilitas kesehatan dan jumlah nakes yang masih sangat perlu diperhatikan pemerintah daerah.
Misalnya di Kabupaten Nunukan, Kaltara yang menjumpai persoalan serius terkait kenaikan jumlah kematian ibu dan anak. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Nunukan mencatat ada sekitar 25 kasus kematian bayi per Oktober 2021. Angka ini dikatakan meningkat dibandingkan 2020 yang mencatat 30 kasus kematian. Demikian pula kasus kematian ibu, yang pada 2020 tercatat tujuh kasus kematian, dan per Oktober 2021 sudah terjadi enam kasus kematian.
Menurut Ketua IDI Nunukan Soleh, faktor keterjangkauan pasien ibu hamil dan anak terhambat kondisi geografis dan transportasi yang memadai untuk menjangkau RSUD terdekat. Disebut juga, para ibu mengalami stres karena harus berjuang dalam kondisi hamil dengan melalui sejumlah prosedur pemeriksaan standar Covid-19 sebelum mendapat layanan inti.
Kendala lain ialah kurangnya tenaga dokter di sekitar 21 Puskesmas yang ada di Kabupaten Nunukan. Gambarannya, hanya ada satu dokter di tiap Puskesmas yang merangkap sebagai spesialis dan menangani Unit Gawat Darurat. Pemerataan nakes menjadi salah satu tantangan besar bagi pelayanan kesehatan yang layak bagi masyarakat di Kabupaten Nunukan.
Transmisi komunitas
Kondisi pandemi yang belum reda di Kaltara juga menarik perhatian Badan Kesehatan Dunia (WHO). Dalam rilis Situation Reports pada 6 Oktober 2021, WHO menyoroti Kaltara sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia dengan level sedang transmisi komunitas Covid-19 atau CT2. Sementara 33 provinsi lainnya berada pada level rendah atau CT1.
Untuk menghitung tingkat transmisi komunitas terdapat tiga kriteria yang harus diperhatikan. Pertama, kasus konfirmasi baru per 100.000 penduduk setiap pekannya. Kedua, angka kejadian rawat inap baru per 100.000 populasi per pekan. Ketiga, jumlah kematian warga akibat terinfeksi Covid-19 per 100.000 penduduk per pekan.
Dalam laporan tersebut, tertulis selama 18-24 Oktober 2021, Kaltara adalah satu-satunya provinsi dengan transmisi komunitas tingkat sedang (CT2), dengan insiden 24,1 per 100.000 penduduk. Temuan ini mengindikasikan ada risiko sedang infeksi Covid-19 untuk populasi umum di Kaltara, serta insiden moderat dari kasus yang didapat secara lokal dan tersebar luas yang terdeteksi dalam periode dua pekan sebelumnya.
Kewaspadaan akan transmisi komunitas ini perlu ditingkatkan karena kurang baiknya penanganan kedatangan eks pekerja migran Indonesia (PMI) yang dideportasi Pemerintah Malaysia melalui Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan. Para pekerja migran itu disebutkan tidak menjalankan standar protokol kesehatan yang baik. Misalnya, standar penanganan dengan isolasi terpusat tidak diterapkan dengan benar dengan pekerja migran yang dibiarkan berbaur sehingga menyebabkan penyebaran Covid-19 di lokasi isolasi.
Pada 21 Oktober 2021 lalu, ditemukan 16 deportan yang dipulangkan dan terkonfirmasi positif Covid-19. Di sinilah pentingnya pemberlakuan pengetesan (testing) dan pelacakan yang ekstra ketat, khususnya bagi para pendatang dari luar daerah. IDI menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Nunukan berkoordinasi dengan Konsulat RI di Tawau, Malaysia untuk mencegah adanya kluster baru akibat intensitas deportasi.
Maka, kondisi Covid-19 di Kaltara perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pengendalian Covid-19 yang di tahap awal terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Bali sudah saatnya dialihkan ke pulau-pulau lainnya terutama di daerah perbatasan yang memiliki tingkat kerawanan penularan antarnegara. (LITBANG KOMPAS)