Sosok Agus Yudhoyono belum sepenuhnya menjadi rujukan simpatisan Partai Demokrat saat ini. Kalkulasi politik jitu Agus Yudhoyono diperlukan jelang Pemilu 2024 yang kian dekat.
Oleh
Bestian Nainggolan
·5 menit baca
Agus Harimurti Yudhoyono tengah dihadapkan pada situasi yang pelik. Pasalnya, setelah kurun waktu sebelumnya konsisten mendapatkan surplus dukungan publik sebagai calon presiden, saat ini terhadang. Penurunan elektabilitas yang kini justru ia alami.
Hasil survei Litbang Kompas terbaru mengungkapkan, sosok Agus Yudhoyono dipilih hanya 1,9 persen responden. Padahal, enam bulan yang lalu, ia masih terbilang berjaya, mampu meraup 3,3 persen dukungan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Dengan capaian sebesar itu, ia memang masih bertengger di posisi tengah persaingan. Masih dalam kelompok yang sama dengan tokoh-tokoh presiden pilihan publik lainnya, seperti Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Tri Rismaharini, ataupun Basuki Tjahaja Purnama.
Akan tetapi, berbeda dengan keempat tokoh papan tengah lainnya yang justru belakangan ini mengalami surplus dukungan, Agus Yudhoyono satu yang terseok.
Pada kelompok papan tengah, posisinya pada lapis terbawah. Ia cenderung lebih dekat dengan kelompok papan bawah, yang diisi oleh tokoh-tokoh calon presiden dengan dukungan 1 persen.
Dengan capaian sebesar itu, sudah barang tentu langkah politiknya menjadi lebih berat. Upayanya selama ini untuk masuk barisan papan atas persaingan semakin jauh. Apalagi, semakin banyak pula tokoh politik pesaing dengan besaran pendukung yang jauh di atas capaiannya.
Dibandingkan dengan para kompetitor, sebenarnya Agus Yudhoyono punya nilai tawar politik yang relatif lebih baik. Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, ia punya kekuatan politik yang tidak dimiliki oleh Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, Tri Rismaharini, ataupun Basuki Tjahaja Purnama. Dengan kekuasaan politik yang terwariskan itu, Agus Yudhoyono punya modal yang memungkinkan lebih leluasa berhadapan dengan kekuatan partai politik dalam pencalonan presiden kelak.
Hanya saja, posisi Partai Demokrat yang berada di luar pemerintahan, dalam beberapa persoalan justru menjadi kendala. Tidak turut serta dalam pemerintahan, membuat kiprahnya terbatas hanya di dalam partai. Spektrum politiknya pun hanya sebatas pada simpatisan partai.
Berbeda dengan para pesaing yang memiliki kekuatan eksekusi kebijakan lebih luas. Ridwan Kamil sebagai Gubernur Jawa Barat, Sandiaga Uno sebagai Menteri Pariwisata, dan Tri Rismaharini sebagai Menteri Sosial. Ketiga sosok tersebut berpotensi membangun dukungan publik lebih luas.
Indikasi ruang politik yang semakin menyempit ini berelasi dengan penurunan dukungan publik kepada Agus Yudhoyono. Berdasarkan hasil survei terbaru, susutnya dukungan berkait dengan penyusutan kalangan pemilih yang sebelumnya ia kuasai.
Paling mengkhawatirkan, hasil survei juga menunjukkan rendahnya dukungan terindikasi dari dalam lingkungan politik yang justru menjadi modal kekuatannya selama ini. Berdasarkan hasil survei, dari seluruh responden yang mengaku menjadi simpatisan Partai Demokrat tidak semuanya punya preferensi yang sejalan dan menempatkan Agus Yudhoyono sebagai presiden pilihan.
Konsolidasi internal pendukung partai yang kurang solid ini tergambarkan dalam dua kelompok simpatisan pendukung Partai Demokrat. Pada kelompok pertama simpatisan Demokrat, yaitu kalangan responden yang mengaku jika pemilu dilakukan saat ini maka mereka akan memilih Partai Demokrat.
Kelompok ini hanya memberikan dukungan kepada sosok Agus Yudhoyono sebanyak 9,2 persen. Ironisnya, pada kelompok simpatisan Demokrat ini, justru sebagian besar dukungan tertuju pada tokoh-tokoh politik lain di luar Partai Demokrat.
Dukungan paling besar justru tertuju pada sosok Anies Baswedan (21,5 persen) jika pemilu presiden dilakukan saat ini. Tidak kurang mengkhawatirkan, selain Anies Baswedan, masih tercatat beberapa tokoh yang mendapatkan dukungan relatif lebih besar dari Agus Yudhoyono.
Gubernur Jawa Barat Ganjar Pranowo, misalnya, berhasil menguasai hingga 18,5 persen dukungan pemilih Demokrat. Artinya, dua kali lipat dari jumlah dukungan yang dikuasai Agus Yudhoyono.
Selain Ganjar, masih terdapat tokoh seperti Sandiaga Uno yang mampu menguasai 13 persen pendukung Demokrat. Begitu pula, Prabowo Subianto, berhasil menguasai 10,8 persen.
Kurang populernya Agus Yudhoyono dalam benak pemilih Demokrat saat ini semakin diperkuat oleh minimnya dukungan dari kelompok kedua simpatisan, yaitu mereka yang mengaku pada Pemilu 2019 lalu memilih Partai Demokrat.
Pada kelompok simpatisan pemilih Partai Demokrat dalam Pemilu 2019 lalu, Agus Yudhoyono hanya dipilih oleh 5,7 persen.
Proporsi terbesar dukungan masih selaras dengan para pemilih Demokrat saat ini, dikuasai secara berturut oleh Anies Baswedan, Sandiaga Uno, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto.
Pemetaan dukungan dari kedua jenis simpatisan Partai Demokrat menunjukkan bahwa sosok Agus Yudhoyono belum sepenuhnya menjadi rujukan presiden yang akan mereka pilih jika pemilu dilakukan saat ini. Setidaknya, kualitas kepemimpinan Agus Yudhoyono bagi para simpatisan pemilihnya belum dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh politik lain yang dirujuk sebagai presiden pilihan mereka.
Pemetaan dukungan juga mengindikasikan belum sepenuhnya tuntas konsolidasi internal, setelah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Berbeda dengan hasil-hasil survei di masa lampau, di mana pilihan partai selalu identik dengan pilihan terhadap Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden, kali ini belum terjadi.
Tampaknya, sebagian besar simpatisan Demokrat hingga saat ini belum sepenuhnya diyakinkan oleh kualitas kepemimpinan Agus Yudhoyono. Jika sebagian para simpatisan Demokrat cenderung menjatuhkan pilihan presiden pada sosok selain ketua umumnya, terdapat pula sebagian lainnya yang belum bersikap.
Sebagaimana yang tergambarkan pada hasil survei, setidaknya terdapat sekitar 20 persen dari para pemilih Demokrat yang belum punya preferensi pilihan presiden. Proporsi itu menjadi semakin besar lagi (30 persen) pada kalangan simpatisan yang mengaku pemilih Demokrat pada Pemilu 2019.
Masih cukup besarnya sisi kosong pilihan para simpatisan Demokrat dan ketertarikan pada tokoh politik lain selain dirinya, menjadi problem sekaligus indikator pengujian terhadap kepemimpinan Agus Yudhoyono. Apalagi semua semakin menjadi lebih problematik tatkala dukungan publik pun cenderung merosot.
Itulah mengapa, dalam situasi yang kian pelik, hanya kalkulasi politik jitu Agus Yudhoyono diperlukan jelang Pemilu 2024 yang kian memendek. (LITBANG KOMPAS)