Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus dapat memberikan dampak berganda bagi perekonomian Jatim. Potensi ini, antara lain, bersumber dari aliran investasi, penerimaan pajak, dan penyerapan lapangan kerja.
Oleh
Wirdatul Aini
·5 menit baca
Pembangunan ekonomi bukan hanya bertumpu pada kontribusi satu sektor, melainkan juga ada keterkaitan antarsektor lainnya. Keberadaan Kawasan Khusus Ekonomi dapat memberikan dampak berganda bagi perekonomian Jawa Timur, khususnya dalam memulihkan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Keberadaan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diperkirakan dapat memberi kontribusi positif pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Hingga tahun 2021, terdapat 19 KEK di Indonesia. Dua di antaranya berada di Provinsi Jawa Timur, yakni KEK Singhasari dan KEK Gresik. Setiap KEK tersebut ditargetkan mampu menarik investasi sebesar Rp 12,5 triliun dan Rp 237,86 triliun hingga 2030.
Dengan adanya KEK, kontribusi ekonomi Jawa Timur terhadap nasional diharapkan akan semakin besar. Selama ini, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Timur menjadi penyumbang ekonomi terbesar kedua terhadap PDB Indonesia setelah DKI Jakarta. Pada 2020, kontribusi ekonomi Jawa Timur sebesar 14,9 persen terhadap ekonomi nasional.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Jatim sering kali melebihi tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Pada 2018 dan 2019, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 5,77 persen dan 5,29 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun yang sama sebesar 5,17 persen dan 5,02 persen.
Jika ditinjau dari struktur perekonomian, sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta pertanian kehutanan dan perikanan menjadi penopang perekonomian Jatim. Porsi industri pengolahan terhadap PDRB Jatim pada 2020 sebesar 30,69 persen. Sebagian besar distribusi tersebut berasal dari industri makanan minuman dan pengolahan tembakau.
Pembangunan ekonomi bukan hanya bertumpu pada kontribusi satu sektor terhadap perekonomian, tetapi juga ada keterkaitan antarsektor lainnya. Litbang Kompas menganalisis keterkaitan hubungan antarsektor di Jatim tersebut menggunakan pendekatan Input-Output (I-O) dengan data transaksi domestik atas dasar harga produsen pada 2016. Selain itu, juga dilakukan analisis dampak perubahan konsumsi akhir yang dilakukan perusahaan lewat investasi KEK.
Salah satu keunggulan analisis dengan model I-O, yakni untuk mengetahui seberapa jauh tingkat hubungan atau keterkaitan antarsektor produksi. Hubungan ini dapat berupa hubungan ke depan (forward linkage) dan hubungan ke belakang (backward linkage). Selanjutnya, kedua hubungan ini diturunkan menjadi Indeks Daya Penyebaran (IDP) dan Indeks Derajat Kepekaan (IDK).
Kedua indeks ini digunakan untuk menentukan sektor-sektor kunci (leading sector) yang memiliki peran penting dalam menarik pertumbuhan industri hulu sekaligus mendorong pertumbuhan industri hilir. Hasil penghitungan menyatakan bahwa industri pengolahan; pengadaan listrik, gas dan produksi es; transportasi dan pergudangan; informasi dan komunikasi; dan jasa perusahan merupakan sektor kunci perekonomian di Jawa Timur.
Selain temuan tersebut, Litbang Kompas juga mengidentifikasi potensi ekonomi tiap sektor dan dampak ekonomi dari pembangunan KEK. Hasil analisis menunjukkan penambahan investasi (shock) dari dua KEK di Jawa Timur memberikan dampak terhadap output, pendapatan, nilai tambah bruto (NTB), tenaga kerja, dan pajak. Hasil analisis dan proyeksi ini berguna untuk menyusun perencanaan dan pengambilan kebijakan ekonomi ke depan.
Potensi ekonomi
Identifikasi potensi diperlukan untuk meningkatkan aktivitas perekonomian. Peningkatan ekonomi ini dapat terlihat dari kenaikan barang dan jasa yang dihasilkan (output), pendapatan, NTB, pajak, dan penyerapan tenaga kerja. Besaran pengaruh perubahan pada variabel permintaan akhir (konsumsi rumah tangga, pemerintah, investasi, neto ekspor) dapat dilihat dari nilai pengganda.
Berdasarkan tabel I-O, tiga sektor output terbesar di Jawa Timur adalah industri pengolahan, konstruksi, serta perdagangan besar dan eceran. Sementara itu, nilai pengganda output terbesar berada pada sektor penyediaan akomodasi makan-minum dengan nilai 1,07. Artinya, apabila ada kenaikan permintaan akhir sebesar Rp1 juta di sektor ini, maka akan berdampak pada pembentukan output semua sektor ekonomi Rp 1,07 juta.
Nilai pengganda pendapatan terbesar dari 17 sektor berada pada sektor administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib dengan nilai 0,60. Nilai ini menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta pada sektor tersebut, akan meningkatkan pendapatan di semua sektor sebesar Rp 600.000.
Sementara pengganda NTB terbesar adalah real estate dengan nilai 0,95. Artinya, ketika permintaan akhir pada sektor real estate meningkat sebesar Rp 1 juta, total NTB yang tercipta sebesar Rp 950.000. NTB merupakan balas jasa terhadap faktor produksi karena adanya kegiatan produksi. Sektor yang memiliki output besar belum tentu memiliki NTB yang besar karena masih bergantung pada seberapa besar biaya produksinya.
Sementara itu, tiga sektor dengan pajak terbesar berasal dari sektor industri pengolahan, konstruksi, dan real estate. Pengganda pajak terbesar ditempati oleh sektor industri pengolahan dengan nilai 0,14.
Pengganda selanjutnya, yakni tenaga kerja. Analisis pengganda tenaga kerja ini digunakan untuk melihat peran suatu sektor dalam hal meningkatkan jumlah tenaga kerja yang terserap oleh perekonomian. Pengganda tenaga kerja terbesar berada pada sektor jasa pendidikan dengan nilai 0,01.
Nilai-nilai pengganda ini menunjukkan ukuran respons terhadap rangsangan perubahan suatu perekonomian yang dinyatakan dalam hubungan sebab akibat. Berarti, sektor-sektor dengan nilai terbesar dan memiliki hubungan keterkaitan dalam IDP dan IDK inilah yang memainkan peran penting dalam perekonomian Jawa Timur.
Dampak KEK
Kegunaan lainnya dari analisis I-O yakni mampu menganalisis dampak perubahan ekonomi yang ada pada variabel eksogen (permintaan akhir) terhadap perekonomian. Adaya peningkatan investasi dari KEK akan sangat berperan pada peningkatan perekonomian.
KEK Singhasari dan Gresik yang memiliki luas masing-masing sebesar 120,3 Ha dan 2.167 Ha dapat memberikan dampak pada output, NTB, pendapatan, pajak dan tenaga kerja. Penambahan investasi dari KEK dapat dikatakan shock. Pengalokasian dana investasi dimasukkan pada sektor industri pengolahan dan penyediaan akomodasi dan makan minum sesuai dengan kegiatan utama KEK Singhasari dan Gresik.
Setelah pemberian shock, komponen permintaan akhir membentuk nilai tambah pada output, NTB, pendapatan, pajak, dan tenaga kerja. Jumlah tambahan output 17 sektor yang terbentuk sebagai dampak investasi adalah sebesar Rp 379,86 triliun. Sementara jumlah tambahan NTB pada 17 sektor sebesar Rp 183,10 triliun, tambahan pendapatan sebesar Rp 68,30 triliun, tambahan pajak sebesar Rp 34 triliun, dan tambahan tenaga kerja pada 17 sektor sebanyak 717.940 orang.
Besaran tambahan ini diperkirakan terjadi selama kurun waktu 2016 hingga 2030. Selama kurun waktu tersebut, sektor penerima dampak penambahan terbesar berasal dari sektor industri pengolahan. Setiap tambahan pada output, NTB, pendapatan, pajak, dan tenaga kerja di sektor industri pengolahan sebesar Rp 293,80 triliun, Rp 128,64 triliun, Rp 43,18 triliun, Rp 33,63 triliun, dan tenaga kerja 440.599.
Jika kenaikan tersebut dilihat per tahun, jumlah tambahan tenaga kerja sebagai dampak penambahan investasi KEK Singhasari dan Gresik diperkirakan sebesar 31.471 orang di sektor industri pengolahan. Penyerapan tenaga kerja ini memberi kontribusi positif bagi Jatim karena, menurut data BPS, selama 10 tahun terakhir, tren penyerapan kerja di sektor industri pengolahan mengalami penurunan.
Hasil proyeksi ini memberi gambaran bahwa pembangunan dan pengembangan KEK dapat memberikan dampak berganda (multiplier effect) bagi perekonomian Jatim, khususnya dalam memulihkan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Tentunya, efek ini harus dibarengi oleh komitmen kuat dari seluruh pihak selama pelaksanaan pembangunan agar target investasi dapat tercapai. (LITBANG KOMPAS)