Ke Mana Barisan Pendukung Jokowi Berlabuh?
Jokowi tidak bisa maju kembali pada 2024. Lalu, ke mana gelombang dukungan barisan pendukung Jokowi pada 2024?
Memiliki jumlah massa yang sangat besar juga loyalitas yang tak diragukan lagi, tidak mengherankan kelompok ”die hard” Joko Widodo akan menjadi perebutan di arena pemilihan selanjutnya.
Lalu, ke mana gelombang besar dukungan dari para barisan sukarelawan itu akan mengalir setelah sang idola Jokowi tak lagi maju di arena pemilihan?
Seperti yang terhimpun dalam data Direktorat Relawan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 setidaknya ada lebih dari 1.800 kelompok yang terdaftar sebagai sukarelawan politik untuk pasangan calon presiden ini.
Kelompok pemenangan tersebut basisnya tersebar di daerah-daerah se-Indonesia dan terbentuk dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari kalangan pengusaha, milenial, emak-emak, hingga komunitas kedaerahan dan kelompok kesenian.
Dua kali berhasil mengantarkan Joko Widodo naik takhta menjadi presiden, tentulah dukungan dan loyalitas tim pemenangan ini tak diragukan lagi.
Komunitas pendukung Jokowi memang dikenal mampu menembus sekat-sekat sosial di masyarakat. Figur Jokowi yang dapat menyentuh ke semua kalangan dalam keragaman kondisi menumbuhkan banyak simpati dan memunculkan sukarelawan politik yang mendukungnya, bahkan sejak dari menjabat Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta.
Sebuah artikel analisis bertajuk ”Jokowi’s Supporters are Doubt The ’Indonesian Obama’, oleh Amalinda Savirani (2015), mengungkapkan setidaknya para sukarelawan pendukung Jokowi ini dapat dibagi dalam tiga kelompok.
Pertama, sukarelawan dari mantan aktivis, mereka yang terlibat dalam gerakan pro demokrasi dan lainnya. Kedua, kelompok pendukung dari kalangan organisasi non-pemerintah, termasuk para pengusaha di dalamnya, hingga yang terakhir dari barisan pendukung dari kelompok seniman, seperti penyanyi, aktor, dan musisi.
Sekalipun dalam realitasnya, pergerakan dari para sukarelawan tersebut juga tak semua murni dapat dilihat sebagai inisiatif tanpa adanya motif tertentu yang melatarbelakangi.
Kristin Samah, dkk, dalam bukunya berjudul Berpolitik Tanpa Partai, Fenomena Relawan Dalam Pilpres (2014) menangkap fenomena sukarelawan yang mengsung Jokowi dalam pilpres.
Setidaknya berdasarkan latar motivasi dan rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam mendukung capres, eksistensi sukarelawan dapat dibagi ke dalam beberapa kategori. Ada sukarelawan yang sebatas mencari perhatian dengan mengampanyekan sang capres sekaligus untuk popularitas dirinya sendiri (sukarelawan narsis).
Selain itu, ada pula yang disebut sebagai sukarelawan fans club yang lebih menunjukkan sikap loyal kepada sosok yang didukung. Bahkan, pendukung Jokowi yang masuk dalam kelompok ini rela pasang badan dan berdebat saat sang idolanya dikritik atau dipojokkan, termasuk saat di platform media sosial.
Semantara itu, ada satu lagi kelompok sukarelawan yang menggalang dukungan dengan didasari motif keuntungan ekonomi. Kelompok ini disebut dengan sukarelawan rente yang biasanya mendapatkan keuntungan dari pembiayaan gelar kegiatan dukungan yang dilaksanakan. Kelompok ini acap kali mengajukan proposal acara untuk mengumpulkan biaya.
Baca juga: Faktor Penyokong Apresiasi Kinerja Pemerintah
Menanti komando
Presiden Jokowi dikenal memang masih sangat merawat hubungan baik dengan para pendukungnya. Diterpa berbagai kritik dan penolakan, bahkan Presiden tetap banyak memberikan ruang jabatan bagi orang-orang yang berjasa mengantarkan kemenangan baginya.
Berbagai jabatan di perusahaan pelat merah hingga kursi di kabinet tak ragu diberikan Jokowi kepada para pendukungnya yang bukan dari kalangan politisi partai.
Terlepas dari banyak polemik yang mewarnai politik balas budi itu, cara Jokowi merawat para sukarelawannya tersebut terbukti berhasil terus menumbuhkan loyalitas yang amat kokoh.
Eksistensi Jokowi sebagai sosok sentral belum tergerus bagi para sukarelawan pendukungnya sekalipun saat ini pertarungan pemilu telah selesai dan dimenangi.
Kuatnya pengaruh Jokowi dalam setiap pergerakan para kelompok pendukungnya pun terindikasi dari sikap dari kelompok sukarelawan berkaitan dengan dukungan untuk Pilpres 2024.
Meskipun beberapa kelompok sukarelawan telah banyak menentukan pilihan politiknya di pilpres mendatang, komando dari sang junjungan tetaplah ditunggu.
Eksistensi Jokowi sebagai sosok sentral belum tergerus bagi para sukarelawan pendukungnya sekalipun saat ini pertarungan pemilu telah selesai dan dimenangi.
Dalam sejumlah kesempatan, Jokowi juga terekam sempat mengingatkan para pendukungnya untuk tidak terburu-buru dalam mengusung calon presiden. Hal itu sempat disampaikan Jokowi dalam gelaran Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) sukarelawan Seknas Jokowi.
Hal serupa diungkapkan oleh salah satu organisasi terbesar pendukung Jokowi, Projo, yang hingga kini juga mengambil sikap untuk menunggu arahan dari Presiden untuk menentukan siapa sosok calon presiden yang harus diusung dalam pilpres mendatang.
Meskipun demikian, beberapa organ loyalis Jokowi juga ada yang secara terang-terangan telah mengambil sikap untuk mengusung salah satu calon presiden. Sebutlah sukarelawan Jokowi Mania (Joman) yang secara terbuka mendukung Ganjar Pranowo untuk maju pilpres.
Sebelumnya, Joman juga sempat menggaungkan wacana jabatan presiden tiga periode, tetapi hal itu pun turut tenggelam bersama sikap tegas Jokowi yang menolak penambahan masa jabatan itu.
Dalam lanskap panggung politik yang lebih luas, perlu pula memandang bahwa keberadaan kelompok pendukung Jokowi ini lebih dari sekadar pendengung atau buzzer pembela pemerintah.
Sejumlah sikap yang ditunjukkan oleh barisan sukarelawan ini tentu menunjukkan bagaimana kelompok ini bagian dari politik yang dapat mengambil dan memainkan berbagai peran.
Belakangan, manuver politik yang dilakukan para sukarelawan ini juga tak main-main dan bersingungan dengan persoalan elite. Bahkan, tak lagi sekadar untuk mengusulkan nama-nama menteri ataupun mendukung upaya reshuffle kabinet, tetapi juga bersikap dalam persoalan yang dihadapi pemerintah, seperti dalam hal penanganan pandemi hingga paling terbaru terkait skandal bisnis tes PCR yang diduga melibat sejumlah menteri.
Terlepas dari polemik yang ditimbulkan, lewat sejumlah manuver sikap politis yang dilakukan itu, tentu kelompok sukarelawan ingin menegaskan eratnya pengaruh yang dapat diberikan, termasuk nantinya dalam mengalirkan dukungan kepada sosok capres.
Baca juga: Risma Kembali ”Mengancam”
Posisi tawar
Saat ini, di tengah masa penjajakan untuk pilpres mendatang akan menjadi momen yang tepat untuk para sukarelawan berhitung menentukan ke arah mana kekuatan kelompok akan dibawa.
Peta politik yang hingga hari ini masih begitu dinamis sebetulnya memang tak memaksa para tim sukarelawan tak buru-buru mendeklarasikan dukungan.
Kehadiran tim sukarelawan pendukung Jokowi tak ubahnya sebagai perwujudan dari partisipasi publik dalam demokrasi. Terlebih, jika kelompok tersebut terbentuk atas inisiatif dan kemandirian warga dalam mengekspresikan dukungan politiknya.
Dukungan atas dasar kemantapan pilihan tanpa adanya tekanan dari mana pun membuat wujud dukungan begitu mengakar untuk meraup suara-suara pemilih. Bahkan, tak mengherankan banyak yang menilai bahwa gerak para sukarelawan ini terbukti jauh lebih efektif dibandingkan dengan mesin partai dalam mendulang simpati publik.
Gerak para sukarelawan ini terbukti jauh lebih efektif dibandingkan dengan mesin partai dalam mendulang simpati publik.
Sebagai perpanjangan tangan dalam menyampaikan visi misi dan mengumpulkan dukungan suara, gerak sukarelawan terbukti dapat menyentuh hingga akar rumput lewat pintu ke pintu rumah (door-to-door). Inisiatif yang dilakukan secara bergotong royong terbukti mampu tumbuh membesar sebagai kekuatan elektoral.
Kekuatan solidaritas dan loyalitas yang dibangun bertahun-tahun dan mengakar kuat tentulah menjadi posisi tawar barisan para kelompok pemenangan Jokowi ini. Selain itu, tentulah komando yang ditunggu kepada sosok siapa dukungan akan ditambatkan.
Melihat posisi politik yang hingga hari ini masih sangat dinamis, tentulah ada banyak kemungkinan yang terjadi. Ada sejumlah nama yang telah muncul sebagai capres potensial dan secara relasi politik sangat lekat dengan Jokowi.
Sebutlah nama capres yang saat ini cukup populer berasal dari partai yang sama dengan Jokowi, mulai Ganjar Pranowo, Tri Risma Harini, hingga Puan Maharani yang merupakan kader PDI-P.
Di luar itu, konstelasi relasi di lingkaran kabinet pun menampilkan sosok-sosok capres potensial yang tidak mustahil pula dapat didukung Jokowi, misalnya Menteri BUMN Erick Tohir, Menparekraf Sandiaga Uno, hingga Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Atau tak menutup kemungkinan pula dukungan Jokowi juga mengalir kepada figur kepala daerah yang potensial untuk maju dalam panggung pilpres.
Dari sekian banyak potensi sosok capres yang dapat didukung tersebut, tentulah hanya akan ada satu dipilih. Kini, semua pihak tentu tengah menunggu komando dukungan itu kepada siapa harus diberikan.
Barangkali inilah yang dimaksudkan oleh Jokowi kepada para sukarelawannya untuk dapat lebih jeli melihat dan mempertimbangkan sehingga gelombang dukungan yang diberikan jatuh pada sosok yang tepat.
Kehadiran barisan kelompok pemenangan itu sejatinya untuk mendukung dan menyuarakan kebenaran di dalam panggung demokrasi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Siapa Capres Pilihan Pendukung Jokowi?