Tugas Berat Tim Seleksi KPU dan Bawaslu
Komposisi Tim Seleksi KPU dan Bawaslu 2022-2027 menuai kritik. Mampukah tim seleksi menghasilkan calon komisioner KPU dan Bawaslu yang mumpuni menjalankan agenda pemilu serentak 2024 yang begitu kompleks?
Beban penyelenggaraan pemilihan umum serentak 2024 akan dimulai dari bagaimana tim seleksi pemilihan KPU dan Bawaslu bekerja. Undang-undang pemilihan umum mengamanahkan, dalam menjalankan tugasnya, tim seleksi bekerja secara terbuka dan melibatkan partisipasi masyarakat.
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 120/P Tahun 2021 tentang Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Masa Jabatan 2022-2027. Keputusan yang ditandatangani pada 8 Oktober lalu telah memilih 11 nama yang masuk sebagai tim seleksi.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Tim seleksi sendiri diketuai oleh Juri Ardiantoro, Ketua KPU 2016-2017 yang kini menjabat sebagai Deputi IV Kantor Staf Presiden. Mantan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah sebagai wakil ketua, serta Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar selaku sekretaris timsel.
Keppres juga menetapkan Edward Omar Sharif Hiariej (Wakil Menkumham), Airlangga Pribadi Kusman, Hamdi Muluk, Endang Sulastri, I Dewa Gede Palguna, Abdul Ghaffar Rozin, Betti Alisjahbana, serta Poengky Indarti sebagai anggota tim.
Sebelas nama di atas memang sudah tidak asing lagi bagi publik, meskipun harus diakui tidak adanya penjelasan dari pemerintah terkait komposisi anggota tim seleksi, mana yang mewakili pemerintah, masyarakat, dan akademisi, membuat spekulasi yang berkembang terkait komposisi ini muncul mereaksi lahirnya Tim Seleksi KPU dan Bawaslu ini.
Poin soal komposisi ini disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 yang menyebutkan bahwa pembentukan tim seleksi ini melanggar pasal 22 Ayat (3) UU 7/2017 tentang Pemilu yang mensyaratkan komposisi Tim Seleksi KPU dan Bawaslu berasal dari perwakilan unsur pemerintah sebanyak tiga orang, perwakilan unsur masyarakat empat orang, dan perwakilan unsur akademisi empat orang.
Menurut koalisi, Keppres No. 120/P tahun 2021 tidak memberikan penjelasan secara rinci dan terbuka soal latar belakang 11 anggota tim seleksi tersebut yang mewakili unsur pemerintah (3 orang), unsur akademisi (4 orang), dan unsur masyarakat (4 orang).
Jika mengacu unsur pemerintah itu bertanggung jawab di bawah presiden, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 mencatat, ada 4 orang yang berasal dari unsur pemerintah, yakni Juri Ardiantoro yang saat ini menjabat Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Bidang Informasi dan Komunikasi Politik, Bahtiar (Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri), Edward Omar Sharif Hiariej (Wakil Menteri Hukum dan HAM 2020-2024), dan Poengky Indarty (Komisioner Kompolnas).
Koalisi menilai 4 nama tersebut mewakili unsur pemerintah yang dinilai tak sesuai dengan ketentuan undang-undang. Namun, hal ini dibantah oleh Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Faldo Maldini.
Menurutnya, Poengky Indarty tidak mewakili pemerintah, tapi perwakilan masyarakat sebab saat pembentukan Kompolnas, status Poengky memang mewakili unsur masyarakat. Namun pernyataan Faldo ini dibantah karena kedudukan Kompolnas sendiri bertanggungjawab kepada presiden, artinya lembaga ini di bawah kekuasaan eksekutif atau pemerintah.
Baca juga : Tim Seleksi Anggota KPU-Bawaslu Janji Bekerja Independen
Independensi
Komposisi unsur pemerintah dalam Tim Seleksi KPU dan Bawaslu 2022-2027 yang jumlahnya melebihi ketentuan undang-undang ini disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024.
Hal ini dinilai akan mengganggu independensi dari tim seleksi dalam menghasilkan calon komisioner KPU dan Bawaslu yang independen dan berintegritas.
Meski begitu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa pemerintah pada prinsipnya tidak akan ikut campur, apalagi mengintervensi kerja timsel. ”Kerja tim seleksi ini adalah kerja yang independen,” ujarnya seusai pertemuan di kantor Kemendagri, Jakarta. (Kompas, 13/10/2021).
Potensi timsel yang dinilai melanggar undang-undang, terutama di isu komposisi ini bukan hal baru. Pada Tim Seleksi KPU tahun 2012 juga pernah muncul kasus serupa.
Saat itu posisi wakil ketua timsel, yakni Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin dipermasalahkan karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang sama sekali tidak mengatur posisi wakil ketua dalam tim seleksi. Amir pun akhirnya mengundurkan diri dari tim seleksi (Kompas, 3/2/2012).
Independensi dan integritas tim seleksi juga menjadi sorotan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024, terutama pada sosok Ketua Tim seleksi KPU dan Bawaslu yang menurut mereka memang memiliki rekam jejak teruji dalam kepemiluan, tetapi yang bersangkutan juga merupakan mantan anggota Tim sukses Jokowi-Ma’ruf pada Pemilu 2019.
Koalisi ini sangat menyayangkan karena ketua Tim Seleksi KPU dan Bawaslu bukan berasal dari unsur masyarakat atau akademisi.
Ketua Tim Seleksi KPU dan Bawaslu 2022-2027 Juri Ardiantoro menegaskan, seluruh anggota timsel memiliki komitmen yang sama untuk bekerja secara terbuka, transparan, independen, dan imparsial. Menurutnya, hal ini bertujuan untuk meyakinkan masyarakat bahwa timsel mampu bekerja dengan baik sesuai dengan undang-undang (Kompas, 13/10/2021).
Sikap dan respons yang sama disampaikan oleh pengajar Departemen Ilmu Politik Fisip Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman, yang juga salah satu anggota Tim Seleksi KPU dan Bawaslu 2022-2027.
Menurut Airlangga, tim seleksi membutuhkan dukungan dan masukan dari seluruh elemen masyarakat. Bagi Airlangga, integritas dan imparsialitas tim seleksi menjadi hulu bagi hadirnya pemilu yang berkualitas. “Ini hulu dari proses-proses elektoral politik dan demokrasi yang awal, dari sinilah pemilu yang bersih dan integritas bisa diwujudkan”, ujar Airlangga.
Isu integritas ini pun bukan hal baru ketika proses seleksi penyelenggara pemilu, terutama KPU dan Bawaslu bergulir. Pada saat proses seleksi tahun 2017 pun isu yang sama juga ditujukan pada calon-calon yang mendaftar dalam proses seleksi. Untuk menanggapi respons publik tersebut, tim seleksi melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna menggali rekam jejak para calon yang mendaftar.
Hasilnya, saat itu KPK menyerahkan hasil penelusuran rekam jejak 36 calon anggota KPU dan 22 calon anggota Bawaslu ke Tim Seleksi Calon Anggota KPU-Bawaslu Periode 2017-2022.
Saat itu rekam jejak yang diserahkan KPK disusun berdasarkan data historis keterkaitan dengan perkara yang ditangani serta kepatuhan terhadap pelaporan LHKPN (laporan harta kekayaan penyelenggara negara) dan gratifikasi. Pengalaman tim seleksi lima tahun silam ini relatif direspon positif untuk menjamin integritas para calon penyelenggara pemilu.
Baca juga : Juri Ardiantoro Diminta Lepaskan Hak Suara dalam Proses Seleksi KPU-Bawaslu
Keterlibatan publik
Pada akhirnya, respon publik pada komposisi tim seleksi KPU dan Bawaslu 2022-2027 bertumpu pada bagaimana tim seleksi yang sudah terbentuk ini membuka diri pada partisipasi publik.
Sesuai amanah dari pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, tim seleksi menjalankan tugasnya secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Hal ini sekaligus menegaskan dan menjawab keraguan publik pada komposisi dan integritas tim seleksi seperti yang disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024.
Pengalaman proses seleksi tahun 2017 bisa menjadi potret bagaimana masyarakat aktif terlibat dalam proses seleksi. Saat itu ada tujuh organisasi masyarakat sipil yang menelisik rekam jejak para calon tersebut.
Mereka juga membuka kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan laporan melalui surat elektronik rekamjejak@antikorupsi.org. Selain itu, ada tim dari tujuh organisasi masyarakat sipil itu yang juga akan menelisik jejak setiap calon komisioner KPU dan Bawaslu saat itu.
Masukan yang sudah diverifikasi diserahkan kepada Tim Seleksi KPU dan Bawaslu sebagai masukan sebelum mereka memilih calon. Hasil verifikasi dan masukan masyarakat juga diumumkan kepada publik agar bisa jadi bahan untuk menelaah pilihan Komisi II DPR.
Tentu, tantangan awal tetap harus dihadapi Tim Seleksi KPU dan Bawaslu 2022-2027. Masukan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu 2024 harus dimaknai sebagai potret keterlibatan masyarakat dalam proses seleksi.
Sebelum menghadapi tantangan yang juga berat untuk menghasilkan calon-calon komisioner KPU dan Bawaslu yang memiliki integritas dan profesionalitas, terutama dalam pelaksanaan pemilu serentak 2024.
Bagaimanapun kompleksitas pemilu 2024 akan lebih berat dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu 2024 yang dilakukan serentak dengan pilkada akan menjadi tantangan berat bagi komisioner terpilih nantinya. Tantangan itu akan mulai dijawab oleh kerja-kerja Tim Seleksi KPU dan Bawaslu 2022-2027.
Tentu dengan tetap bergandengan tangan dengan publik untuk menghasilkan calon-calon penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu, yang lebih berintegritas dan profesional dalam penyelenggaraan pemilu. Semoga. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Problematika Pemilu Serentak 2024