Mewaspadai Stagnansi Pengendalian Covid-19 di Sumatera Barat
Pengendalian Covid-19 di Sumatera Barat mengalami stagnasi dalam dua pekan terakhir. Kondisi itu menjadi alarm bagi pemerintah dan masyarakat Sumbar untuk tidak lengah dalam mengendalikan situasi pandemi.
Sumatera Barat mencatatkan tren positif pengendalian Covid-19 dalam sembilan minggu pertama pengukuran Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-Kompas (IPC-19). Akan tetapi, kewaspadaan perlu ditingkatkan melihat stagnasi dalam dua minggu terakhir.
Situasi pandemi di Sumatera Barat berangsur membaik. Hal ini ditunjukkan oleh hasil pengukuran IPC-19 Indonesia-Kompas selama 12 minggu. Meskipun sempat menurun dalam tiga minggu awal, skor IPC-19 Sumbar meningkat dan mengindikasikan perbaikan pengendalian Covid-19.
Pengukuran IPC-19 Indonesia-Kompas dimulai sejak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di seluruh wilayah Indonesia, tepatnya 12 Juli 2021. Hingga 4 Oktober 2021, pengamatan data pengendalian pandemi telah memasuki minggu ke-12.
Dua komponen yang diukur dalam IPC-19 Indonesia-Kompas adalah manajemen infeksi dan manajemen pengobatan. Manajemen infeksi memuat tiga indikator, yakni rerata kasus positif Covid-19 dalam tujuh hari terakhir terhadap kasus maksimum yang dialami provinsi, angka rasio positif (positivity rate) tujuh hari terakhir, dan persentase cakupan vaksinasi lengkap terhadap total populasi di provinsi tersebut.
Sementara manajemen pengobatan meliputi total angka kesembuhan terhadap total kasus positif Covid-19, rerata kematian akibat Covid-19 selama tujuh hari terakhir, dan rerata keterpakaian tempat tidur atau bed occupation rate (BOR) rumah sakit oleh pasien Covid-19 selama tujuh hari terakhir.
Skor IPC-19 Indonesia-Kompas dinilai dalam skor pada rentang angka nol hingga 100. Nilai skor semakin mendekati 100 berarti pengendalian Covid-19 suatu daerah semakin baik. Indikator-indikator dan indeks tersebut berguna sebagai acuan bagi pemerintah provinsi untuk dapat membenahi aspek yang masih menjadi kelemahan dalam penanganan Covid-19 di wilayahnya.
Peningkatan skor Sumbar pada minggu keempat (9 Agustus 2021) pencatatan IPC-19 memulai tren positif ini. Saat itu skor indeks tercatat 48 poin, meningkat dari minggu sebelumnya (2 Agustus 2021) yaitu 41 poin. Sebelumnya, dalam tiga minggu awal pencatatan IPC-19 (19 Juli 2021-2 Agustus 2021), terjadi penurunan skor indeks dari 49 ke 46 kemudian turun menjadi 41.
Perbaikan ini sejalan dengan menurunnya kasus Covid-19 di provinsi ini. Pada minggu yang sama, yaitu 9 Agustus 2021, kasus Covid-19 di Sumbar mulai menurun. Sebelum itu, Sumbar seperti daerah lainnya mengalami lonjakan kasus Covid-19. Bahkan, pada 3 Agustus 2021, kasus baru bertambah 1.157 kasus dan menjadi yang tertinggi sepanjang pandemi di Sumbar.
Peningkatan skor indeks pada minggu keempat berlanjut hingga minggu kesembilan hingga mencapai skor 75 poin. Meskipun sempat menurun pada minggu kesepuluh dengan skor 73, pengendalian Covid-19 Sumbar kembali membaik pada minggu ke-11 dan 12 dengan skor 77.
Dalam sembilan minggu perbaikan pengendalian Covid-19, skor indeks Sumbar selalu jauh di atas rata-rata skor IPC-19 Sumatera. Data terakhir pada 4 Oktober 2021, skor indeks Sumbar tercatat 77 poin, di atas rata-rata skor IPC-19 Sumatera dan Nasional, yaitu 73 dan 75. Skor tersebut menempatkan Sumbar sebagai provinsi dengan skor IPC tertinggi keempat di Sumatera.
Waspadai stagnasi
Perbaikan pengendalian Covid-19 di Sumbar tampak lebih jelas jika melihat dua komponen pengukuran IPC-19, yaitu manajemen infeksi (MI) dan manajemen pengobatan (MP). Jika dilihat trennya dalam total pengukuran IPC-19 selama 12 minggu, skor MP Sumbar lebih tinggi dibandingkan rata-rata skor di Sumatera.
Pada awal pengukuran indeks, skor MP Sumbar 32, sementara skor Sumatera 27. Pada pengukuran skor minggu terakhir di 4 Oktober 2021, skor MP Sumbar mencapai angka 42 di atas rata-rata skor Sumatera (37). Dengan skor tersebut, Sumbar menjadi yang tertinggi kedua di antara daerah lain di Sumatera.
Sementara tren MI pada periode yang sama juga menunjukkan peningkatan. Pada awal pengukuran indeks, skor MI Sumbar hanya 17 poin. Hingga minggu ke-12, skor MI Sumbar naik dua kali lipat menjadi 35.
Akan tetapi, perlu menjadi catatan bahwa dalam empat minggu terakhir, skor MI dan MP cenderung stagnan. Bahkan, data terakhir, 4 Oktober 2021, skor MI Sumbar (35) di bawah rata-rata skor MI Sumatera (36). Pada satu minggu sebelumnya, skor MI Sumbar dan Sumatera setara (35).
Skor MP menurun pada minggu kesepuluh, dari 42 poin menjadi 40 poin. Pada dua minggu terakhir ini, skor MP bertahan di angka 42.
Pola yang sama juga terjadi pada skor IPC-19. Setelah menurun pada minggu ke-10, skor IPC-19 naik menjadi 77. Namun, skor tersebut bertahan hingga minggu terakhir pada 4 Oktober 2021.
Vaksinasi rendah
Kondisi stagnan dua pekan terakhir itu perlu menjadi alarm bagi pemerintah dan masyarakat di Sumbar untuk tidak lengah dalam mengontrol situasi pandemi. Jika dibedah per indikator, permasalahan yang titik lengah Sumbar dalam mengendalikan Covid-19 berkaitan dengan manajemen infeksi.
Salah satunya terkait dengan vaksinasi. Perkembangan vaksinasi Sumbar masih lambat. Data Kementerian Kesehatan hingga 3 Oktober 2021 menyebutkan, Sumbar termasuk dalam tiga daerah dengan capaian vaksinasi terendah se-Indonesia. Jika dilihat dari capaian vaksinasi dosis pertama, hanya 1,04 juta penduduk yang sudah mendapatkannya. Jumlah tersebut hanya 23,6 persen dari total target vaksinasi Sumbar, yakni 4,4 juta jiwa.
Sementara pada vaksinasi dosis kedua, hanya sekitar 530.000 penduduk yang sudah divaksin. Angka tersebut hanya 12,1 persen dari total target orang yang divaksin. Rendahnya vaksinasi di Sumbar ini dapat dilihat dari proporsi kelompok masyarakat yang menjadi target vaksinasi dan distribusi vaksinasi pada setiap kabupaten atau kota.
Program vaksinasi menargetkan lima kelompok masyarakat, yaitu warga lansia, masyarakat rentan dan umum, petugas publik, SDM kesehatan, dan anak-remaja (12-17 tahun). Dari lima kelompok itu, hanya vaksinasi dosis pertama bagi SDM kesehatan yang mencapai dan melampaui target vaksinasi yang ditetapkan setiap kelompok.
Sisanya masih jauh dari target yang ditetapkan. Vaksinasi dosis pertama untuk petugas publik baru 72,26 persen dari target 400.000. Capaian vaksinasi kelompok masyarakat umum dan rentan hanya 17,27 persen dari target 2,9 juta target penduduk.
Untuk anak-remaja, vaksinasi dosis pertama baru dilakukan pada 28,5 persen target. Capaian target vaksinasi terendah terjadi pada kelompok lansia. Hanya 8,04 persen dari target warga lansia (490.000) yang sudah mendapatkan vaksin dosis pertama.
Jika dilihat dari sebaran wilayahnya, capaian perkembangan vaksinasi setiap kabupaten atau kota di Sumbar masih jauh di bawah capaian nasional. Untuk pemberian vaksin dosis pertama saja, hanya Kota Bukittinggi (54,8 persen) dan Kota Padang Panjang (59,1 persen) saja yang sudah berhasil memvaksinasi lebih dari separuh dari target yang ditetapkan.
Masih ada delapan kabupaten/kota yang baru memberikan vaksin dosis pertama kepada 20-50 persen target. Bahkan, ada sembilan kabupaten/kota yang capaian vaksinasi dosis pertamanya kurang dari 20 persen target.
Ketaatan
Selain soal vaksinasi, komponen lain yang perlu diperbaiki Sumbar demi pengendalian Covid-19 yang semakin baik adalah ketaatan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Ketaatan masyarakat menerapkan protokol kesehatan menjadi salah satu kunci mencegah penularan infeksi Covid-19.
Data covid19.go.id memublikasikan masih banyak kabupaten/kota di Sumbar dengan tingkat kepatuhan memakai masker rendah. Dari 19 daerah di Sumbar, terdapat delapan daerah dengan tingkat kepatuhan memakai masker kurang dari 75 persen.
Hal ini telah menjadi pembahasan berulang selama pandemi terjadi di Sumbar. Untuk mengatasinya, pemberatan sanksi pelanggar pernah diajukan Polda Sumbar pada awal Agustus lalu melalui revisi Peraturan Daerah Sumbar Nomor 6 Tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.
Akan tetapi, hal ini belum cukup untuk membuat situasi pandemi terkontrol. Edukasi dan komunikasi publik perlu digencarkan sembari meningkatkan vaksinasi dan pengawasan protokol kesehatan.
Sebab, masih banyak masyarakat yang termakan hoaks, tidak mempercayai Covid-19, menganggap remeh Covid-19 atau belum memahami situasi Covid-19. Sebagai contoh, banyak warga lansia yang menolak untuk divaksin karena takut akan efek samping vaksin pada tubuh mereka.
Baca juga: Di Balik Angka Indeks Pengendalian Covid-19
Perbaikan pengendalian Covid-19 selama sembilan minggu akan menjadi sia-sia jika pemerintah dan masyarakat lengah di tengah pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat. Apalagi potensi terjadinya gelombang ketiga pendemi masih mengintai.
Merespons dan mewaspadai stagnasi capaian pengendalian Covid-19 dalam dua minggu dengan peningkatan vaksinasi, penerapan protokol kesehatan, pengetesan (testing) dan pelacakan (tracing) sangat diperlukan. Melihat situasi pandemi yang dinamis, dibutuhkan kesepahaman antara pemerintah dan masyarakat dalam mengendalikan Covid-19 di Sumbar. (LITBANG KOMPAS)
Baca Juga : Bagaimana ”Kompas” Mengukur Indeks Pengendalian Covid-19?