Vaksinasi Akan Mengurangi Potensi Gelombang Ketiga
Membaiknya pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia beberapa minggu terakhir ini tetap harus dibarengi dengan sikap kehati-hatian. Jangan pernah lengah, pandemi belum berakhir!
Semakin membaiknya pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia beberapa minggu terakhir ini tetap harus dibarengi dengan sikap kehati-hatian. Hal itu oleh karena potensi gelombang ketiga pandemi masih mengintai. Upaya vaksinasi harus terus ditingkatkan untuk melengkapi imunitas natural yang sudah terbentuk.
Setelah melakukan pemantauan kondisi pengendalian Covid-19 di Tanah Air selama sekitar tiga bulan, Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC) Indonesia-Kompas pekan ini menunjukkan perbaikan dalam penanganan pandemi.
Skor nasional IPC per 4 Oktober 2021 naik sebanyak dua poin dibandingkan pekan sebelumnya, dari angka 73 menjadi 75. Hanya tiga provinsi yang skornya menurun minggu ini sebanyak 2-4 poin, yaitu Bengkulu, Kalimantan Barat, dan Papua.
Kenaikan skor secara nasional ini dipicu oleh membaiknya kedua aspek manajemen, yaitu manajemen infeksi dan manajemen pengobatan. Pada aspek manajemen infeksi, skor pengendalian untuk pertama kalinya mencapai 36 dari skor maksimal 50.
Dari 34 provinsi, tidak ada satu pun daerah yang mengalami penurunan skor pada manajemen infeksi dibandingkan pekan sebelumnya. Artinya, tidak ada daerah yang mengalami perburukan kasus penularan.
Perbaikan manajemen infeksi ini sejalan dengan penurunan kasus positif Covid-19 di Indonesia. Selama periode penghitungan 28 September hingga 4 Oktober 2021, jumlah kasus positif Covid-19 menurun. Bahkan, pada 4 Oktober, penambahan jumlah kasus positif sebanyak 922 kasus, terendah sepanjang tahun ini.
Kondisi serupa juga tampak pada indikator kematian yang menjadi salah satu indikator dalam manajemen pengobatan. Jumlah kasus kematian pada tanggal 1-4 Oktober 2021 berada di bawah 100 kasus per hari. Bahkan, pada 3 Oktober menyentuh angka terendah sepanjang tahun ini, yakni 58 kasus kematian.
Hingga 6 Oktober 2021, jumlah penduduk Indonesia yang sembuh dari Covid-19 tercatat 4.052.300 orang. Ditambah dengan sebanyak 54,7 juta orang (26 persen dari target sasaran) yang sudah mendapat vaksin lengkap, berarti hampir 60 juta penduduk Indonesia sudah memiliki imunitas kombinasi antara natural dan akibat diberi vaksin.
Laporan dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) per 1 Oktober 2021, lewat pemodelan yang dilakukannya, memperkirakan di akhir September 2021 sekitar 29 persen penduduk Indonesia sudah terinfeksi Covid-19. Artinya ada sekitar 78 juta orang yang terkena Covid-19, baik yang tanpa gejala sehingga tidak menjalani perawatan maupun yang dirawat.
Baca Juga: Pengendalian, Kunci Hidup Bersama Covid-19
Masa rawan
Indonesia dalam dua atau tiga bulan ke depan menghadapi situasi kerawanan terjadinya gelombang ketiga yang disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor. Hal itu, antara lain, disebabkan cakupan vaksinasi yang masih rendah, meningkatnya kembali mobilitas masyarakat pasca-pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), dan lemahnya pelaksanaan pengetesan dan pelacakan.
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menyebutkan prediksi IHME bisa menjelaskan situasi yang terjadi saat ini. Pelandaian kasus yang terjadi, terutama di Jawa-Bali dan sebagian di luar Jawa-Bali, adalah karena kondisi adanya imunitas.
Dengan hampir 30 persen penduduk sudah terpapar dan ditambah sebagian yang sudah divaksin, diperkirakan ada sekitar 120-an juta orang yang sudah memiliki imunitas kombinasi antara natural dan akibat vaksinasi. Namun, Dicky Budiman mengingatkan adanya masa kerawanan setelah berakhirnya masa krisis gelombang kedua akibat varian Delta.
”Biasanya masa 2-3 bulan dari pasca-krisis terinfeksi adalah masa yang cukup rawan. Ketika yang sekitar 29 persen tersebut kembali menurun imunitasnya, karena mayoritas tidak bergejala.
Kondisi disebut menjadi rawan jika vaksinasi lengkap atau vaksinasi penuh tidak diupayakan peningkatannya. Hal itu karena mereka akan rawan terinfeksi kembali oleh varian baru yang bisa menginfeksi ulang,” kata Dicky.
Kondisi kerawanan akan bertambah lagi oleh mobilitas masyarakat yang mulai tinggi dan minimnya sistem deteksi sehingga diperkirakan puncak kerawanan tersebut akan terlihat di akhir tahun 2021 atau di awal 2022. Kombinasi faktor-faktor inilah yang membuat potensi gelombang ketiga menjadi besar.
Baca Juga: Di Balik Angka Indeks Pengendalian Covid-19
Kesenjangan vaksinasi
Berdasarkan IPC-19, meski kasus harian dan angka kematian dapat ditekan, perhatian khusus perlu diberikan pada indikator lain dalam aspek manajemen infeksi, yakni vaksinasi. Pasalnya, capaian vaksinasi lengkap di Indonesia masih terbilang rendah.
Hingga 4 Oktober lalu, baru 35,1 persen penduduk di Indonesia yang menerima vaksinasi dosis pertama. Sementara penerima vaksin dosis lengkap di Indonesia baru mencapai 19,8 persen jika dibandingkan dengan populasi penduduk.
Rendahnya capaian vaksinasi ini diikuti oleh ketimpangan capaian vaksinasi di Indonesia. Dari 34 provinsi, hanya DKI Jakarta yang hampir mendekati skor sempurna pada indikator vaksinasi dosis lengkap. Hingga 4 Oktober lalu, DKI Jakarta telah memberikan vaksinasi dosis lengkap pada 8,02 juta penduduk atau 76 persen dari total populasi.
Capaian vaksinasi dosis lengkap yang cukup tinggi berikutnya adalah Bali (62,8 persen) dan Kepulauan Riau (45,5 persen). Tingginya capaian vaksinasi di ketiga wilayah ini tidak terlepas dari penerimaan masyarakat pada vaksin dan stok vaksin yang mencukupi.
Di samping itu, sebanyak 28 provinsi mencatatkan capaian vaksinasi dosis lengkap di bawah 20 persen dari total penduduk di setiap daerah. Artinya, vaksinasi dosis lengkap baru diberikan pada sekitar 1 hingga 2 orang dari 10 penduduk.
Bahkan, terdapat enam provinsi yang masih mencatatkan vaksinasi dosis lengkap di bawah 10 persen dari total populasi. Keenam wilayah itu adalah Aceh (9,9 persen), Nusa Tenggara Barat (9,9 persen), Sumatera Barat (9,4 persen), Maluku Utara (9,3 persen), Papua (9,0 persen), dan Lampung (8,8 persen).
Kesenjangan ini juga diikuti oleh lambatnya laju pelaksanaan vaksinasi. Di Lampung, misalnya, jika pada tanggal 28 September 2021 hanya 8,1 persen penduduk yang telah menerima vaksin dosis lengkap, pada 4 Oktober 2021 hanya sedikit meningkat menjadi 8,8 persen.
Hal serupa juga terjadi pada lima provinsi lainnya yang capaian vaksinasi dosis lengkapnya rendah dengan laju penambahan di bawah 1 persen.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan DKI Jakarta, Bali, dan Kepulauan Riau. Ketiga daerah ini justru mencatatkan percepatan laju vaksinasi pada periode yang sama.
DKI Jakarta, misalnya, jika pada 28 September 2021 mencatatkan capaian vaksinasi dosis lengkap sebesar 74,9 persen, capaiannya meningkat menjadi 76 persen pada 4 Oktober lalu.
Percepatan vaksinasi hingga saat ini justru terjadi pada daerah-daerah yang sudah mencatatkan capaian yang tinggi. Sementara daerah-daerah yang masih rendah capaian vaksinasi, laju vaksinasinya berjalan lambat.
Baca Juga: Indeks Pengendalian Covid Menunjukkan Kesenjangan Kemampuan Daerah
Dua faktor
Ada dua faktor yang memengaruhi lambatnya capaian program vaksinasi. Pertama adalah resistensi masyarakat. Merujuk pada survei Litbang Kompas pada Desember 2020 lalu, salah satu daerah dengan tingkat resistensi yang cukup tinggi terhadap vaksin Covid-19 adalah Sumatera Barat.
Saat ini, Sumbar masih menjadi satu dari lima provinsi dengan capaian vaksinasi dosis lengkap terendah di Indonesia. Guna mengatasi ragam penolakan, maka sosialisasi perlu digencarkan.
Faktor kedua adalah stok vaksin yang terbatas. Persoalan ini salah satunya pernah dialami oleh Lampung yang sebagian daerahnya masuk kategori zona merah dalam aspek ketersediaan vaksin. Zona merah artinya stok vaksin di suatu kabupaten/kota hanya tersisa kurang dari tujuh hari. Lampung hingga kini juga masih berkutat dengan persoalan percepatan vaksinasi.
Persoalan stok vaksin di daerah ini terkait dengan masalah distribusi ke daerah. Karena secara umum kondisi stok nasional bisa dikatakan aman. Hingga 3 Oktober 2021, total ketersediaan vaksin dari skema pembelian langsung dan bantuan fasilitas COVAX sudah mencapai 276 juta dosis.
Beragam persoalan ini tentu perlu segera diatasi agar daya jangkau program vaksinasi semakin meluas. Meskipun kasus positif menurun, program vaksinasi tidak boleh kendur. Waktu selama dua bulan cukup bisa untuk menghadang gelombang ketiga. (LITBANG KOMPAS)
Baca Juga: Saatnya Percepat Vaksinasi