Pandemi di Sumsel Terkendali, tetapi Perlu Perbaiki Manajemen Infeksi
Sumsel menghadapi tugas berat penanganan infeksi. Sumsel perlu meningkatkan manajemen infeksi lewat program vaksinasi untuk menghadapi potensi gelombang ketiga serangan Covid-19.
Tren penurunan penularan Covid-19 di Provinsi Sumatera Selatan mengikuti tren nasional. Namun, Sumsel menghadapi tugas berat dalam menangani infeksi terkait peningkatan jumlah penerima program vaksinasi. Pelaksanaan vaksinasi di Sumsel belum merata di semua kabupaten/kota.
Kasus penularan virus korona di Indonesia kini terus menurun. Upaya pemerintah untuk mengendalikan wabah untuk sementara waktu menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Dalam kurun waktu sekitar dua bulan angka penularan wabah dapat ditekan sangat signifikan. Dari angka kasus harian tertinggi sekitar 56.000 kasus pada pertengahan Juli 2021, dapat diturunkan secara gradual hingga menjadi sekitar 2.000 kasus pada akhir September ini.
Seluruh provinsi di Indonesia hampir semuanya mengalami penurunan jumlah kasus penularan yang cukup signifikan. Dari 34 provinsi, setidaknya ada 3 provinsi yang jumlah penularan kasusnya paling rendah pada akhir September ini, yaitu Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Sumatera Selatan.
Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, di ketiga provinsi ini per 29 September 2021, penularan korona setiap 1 juta orang penduduk kurang dari 20 orang dalam seminggu. Sultra per minggu sekitar 13 orang. Sumsel dan Malut masing-masing sekitar 18 orang.
Dari ketiga provinsi tersebut, Sumsel merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak, yakni sekitar 8,6 juta jiwa. Selanjutnya, disusul Sultra dengan populasi 2,7 juta jiwa dan Malut sekitar 1,25 juta jiwa.
Perbedaan jumlah penduduk yang cukup timpang antara Sumsel dan kedua daerah tersebut mengindikasikan bahwa kinerja Sumsel untuk mereduksi penularan wabah korona sangat menguras tenaga dan membutuhkan kerja yang sangat keras.
Terbukti, kasus konfirmasi positif korona di Sumsel termasuk tiga terendah di Indonesia. Upaya keberhasilannya tidak berbeda jauh dengan daerah lain yang jumlah penduduknya jauh lebih sedikit.
Artinya, pemerintah daerah beserta segenap pemangku kepentingan terkait pencegahan korona di Sumsel telah menunjukkan kinerja yang luar biasa dalam meredam penularan.
Salah satu cara yang dilakukan untuk mencegah penularan di Sumsel adalah dengan pelacakan kontak atau tracing virus korona. Per akhir September 2021, rasio pelacakan di Sumsel 6,45 yang berarti ada 6 orang yang dilacak dari setiap kasus positif korona setiap minggunya.
Angka ini memang masih sangat jauh dari standar yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menganjurkan rasio tracing korona sebesar 1:30. Meskipun demikian, upaya pencegahan yang dilakukan di Sumsel sudah menunjukkan perbaikan yang relatif baik.
Setelah melakukan serangkaian protokol kesehatan yang ketat dan vaksinasi massal di sejumlah tempat, per 9 September 2021, seluruh daerah di Sumsel sudah masuk zona kuning atau zona rendah penularan korona.
Pada saat penularan korona melonjak pada Juli lalu, setidaknya ada empat daerah di Sumsel yang menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4. Daerah tersebut adalah Kota Palembang dan Lubuk Linggau, serta Kabupaten Musi Banyuasin dan Musi Rawas.
Namun, setelah evaluasi secara berkala, secara bertahap level PPKM di Sumsel terus menurun. Kini, seluruh 17 kabupaten/kota di Sumsel sudah berada pada zona kuning. Ada 11 daerah yang sudah menerapkan PPKM level 3 dan 6 daerah berada pada level 2.
Daerah dengan PPKM level 3 meliputi Kota Palembang, Kota Lubuk Linggau, Prabumulih, Kabupaten Muara Enim, Musi Rawas Utara (Muratara), Ogan Ilir, Musi Banyuasin (Muba), Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Selatan, OKU Timur, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).
Sementara daerah yang menerapkan PPKM level 2 adalah Kabupaten Banyuasin, Empat Lawang, Lahat, Musi Rawas, Ogan Komering Ilir (OKI), dan Kota Pagaralam.
Dengan semakin menurunnya level PPKM, tingkat keterisian rumah sakit dalam merawat pasien korona juga turut menurun. Hingga akhir September 2021, bed occupancy rate (BOR) semakin berkurang menjadi 6,78 persen per minggu.
Angka BOR ini mengalami penyusutan sekitar 50 persen dari posisi awal September ini yang mencapai 14 persen. Artinya, jumlah pasien yang tertular semakin berkurang dan jumlah pasien yang tersembuhkan semakin besar.
Baca juga : Pelacakan Kasus di Sumsel Masih Jauh dari Ideal
IPC-19
Membaiknya penanganan wabah korona di Sumsel terekam secara lebih rinci dalam pengukuran yang dilakukan oleh Kompas. Pengukuran ini diberi nama Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC-19) Indonesia-Kompas.
Indeks ini mengukur dua aspek, yaitu manajemen infeksi (MI) sebagai aspek preventif dan manajemen pengobatan (MP) sebagai aspek kuratif.
Analisis dari IPC-19 ini dapat digunakan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk membuat kebijakan dan keputusan strategis terkait daerah-daerah yang perlu mendapat prioritas penanganan.
Di samping itu, bagi publik pergerakan indeks ini dapat digunakan untuk memonitor sejauh mana pandemi sudah terkendali di provinsi masing-masing.
Berdasarkan IPC-19, tren pengendalian pandemi di Sumsel semakin membaik dan mendekati angka rata-rata nasional. Pada awal pengukuran di pertengahan Juli 2021, skor indeks Sumsel sebesar 37 poin dan nasional sebesar 44.
Menjelang akhir September 2021, indeks pengendalian di Sumsel menjadi 73 atau meningkat hampir 95 persen dari awal pengukuran.
Untuk pengendalian di tingkat nasional besaran indeksnya bertambah menjadi 73 atau tidak berbeda jauh dengan Sumsel pada akhir September ini. Hanya saja, jika dilihat dari persentase perubahannya, Sumsel jauh lebih besar dari pada nasional yang meningkat sekitar 66 persen.
Hal ini mengindikasikan upaya keras Sumsel untuk menangani lonjakan virus di daerahnya sehingga kondisinya sekarang menjadi jauh lebih kondusif sebagaimana situasi nasional.
Apabila ditilik lebih dalam, indeks pengendalian tersebut berasal dari akumulasi penghitungan dua aspek indeks, yakni manajemen infeksi (MI) dan manajemen pengobatan (MP).
Aspek MI terdiri dari indikator penghitungan kasus positif seminggu terakhir terhadap peak kasus, rata-rata positivity rate seminggu terakhir, dan persentase penerima vaksin 2 dosis.
Pada akhir September ini, ketiga indikator tersebut menunjukkan skor maksimal (10) yang memuaskan, kecuali indikator terkait vaksinasi. Skor indeks penerima vaksin 2 dosis di Sumsel hanya mendapat nilai 1.
Indeks vaksin ini lebih rendah dari indeks vaksin rata-rata nasional yang mencapai besaran 2. Hal ini menunjukkan bahwa penerima vaksin 2 dosis di provinsi ini masih sangat rendah, tetapi tidak terpaut jauh dengan rata-rata nasional.
Namun, secara umum aspek MI Sumsel dan nasional menghasilkan besaran skor yang sama, yakni 35. Artinya, dari sisi pencegahan, kebijakan, dan program yang dilakukan Sumsel kurang lebih sama dengan langkah-langkah yang dilakukan secara nasional.
Selanjutnya, untuk aspek MP yang terdiri dari indikator angka kesembuhan, rata-rata kasus kematian seminggu terakhir, dan tingkat keterisian tempat tidur (BOR) juga menunjukkan besaran yang relatif tak berbeda jauh dengan rata-rata nasional. Indeks aspek MP Sumsel sebesar 37 dan aspek MP nasional sebesar 38.
Dari ketiga indikator aspek MP itu, variabel angka kesembuhan memberikan nilai skor yang terendah dari indikator lainnya. Skor indeks kesembuhan di Sumsel sebesar 4, lebih rendah dari angka nasional yang sebesar 6.
Untuk skor indeks kasus kematian dan juga BOR di Sumsel masing-masing mendapat skor 9 atau sedikit lebih baik daripada nasional (8). Artinya, tingkat kematian akibat kasus korona secara nasional lebih tinggi dari pada kasus kematian di Sumsel.
Data pada 29 September menunjukkan bahwa kematian akibat korona secara nasional rata-rata seminggu sekitar 3 jiwa per 1 juta orang penduduk, sedangkan kematian di Sumsel akibat virus ini sekitar 2 jiwa per 1 juta orang seminggunya.
Untuk indikator BOR, baik nasional maupun Sumsel, skor indeksnya sama, yakni 9, yang berarti jumlah pasien korona di rumah sakit kian sedikit dan tertangani. BOR secara nasional sekitar 8,64 persen per minggu dan khusus di Sumsel BOR-nya saat ini lebih rendah lagi sebesar 6,78 persen seminggu.
Baca juga : Kasus Positif Covid-19 di Sumsel Turun, Daerah Zona Merah Berkurang
Fokus perbaikan
Salah satu hal terpenting yang menjadi fokus perhatian dari kedua aspek manajemen tersebut adalah vaksinasi 2 dosis yang masih sangat rendah, baik itu di Sumsel maupun secara nasional. Vaksinasi dosis 2 di Sumsel baru mencapai 16,19 persen dan sasaran vaksinasi dosis kedua nasional baru sekitar 24,5 persen.
Oleh sebab itu, perlu kerja sama semua pihak mulai dari masyarakat, pemerintah daerah, hingga pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan vaksinasi Covid-19.
Dari 17 kabupaten/kota di Sumsel, target pencapaian vaksinasi dosis kedua relatif masih sangat kecil. Hingga akhir September, daerah yang realisasi vaksinnya hingga lebih dari 30 persen hanya Kota Palembang, ibu kota provinsi.
Kabupaten/kota lainnya cukup jauh tertinggal dengan besaran sasaran realisasi sementara di angka belasan persen hingga 20-an persen. Bahkan, ada sejumlah daerah yang target realisasinya masih di bawah 10 persen. Daerah tersebut adalah Kabupaten Banyuasin, Ogan Komering Ulu Selatan, dan Empat Lawang.
Oleh sebab itu, perlu akselerasi kegiatan vaksinasi terutama di daerah yang masih minim agar upaya preventif terhadap virus korona dapat terus ditingkatkan. Sumsel perlu meningkatkan manajemen infeksi lewat program vaksinasi untuk menghadapi potensi gelombang ketiga serangan Covid-19. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Indeks Pengendalian Covid Menunjukkan Kesenjangan Kemampuan Daerah