Kritik Giring kepada Anies, Siapa Diuntungkan?
Kritik dari Pelaksana Tugas Ketua Umum PSI Giring Ganesha kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai berlebihan dan menjadi siasat untuk mendongkel popularitas.
Kritik dari Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau PSI Giring Ganesha kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dinilai berlebihan dan menjadi siasat untuk mendongkel popularitas.
Melebarnya substansi yang disoroti PSI terhadap wacana pencalonan Anies pada pemilihan presiden mendatang kian menguatkan indikasi tersebut.
PSI memang telah menunjukkan konsistensinya sebagai oposisi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Posisi penyeimbang sekaligus pengawas itu membuat partai milenial ini banyak melayangkan kritik atas kebijakan-kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang dinilai kurang tepat.
Paling baru, setelah suhu polemik interpelasi terkait penyelenggaraan Formula E memanas di ruang DPRD DKI Jakarta, kali ini sang Plt Ketua Umum (Ketum) PSI itu muncul dengan pernyataan kontroversial yang tak kalah menghebohkan.
Lewat video yang diunggah di akun resmi media sosial partai, Giring menyampaikan kritik terhadap Gubernur Jakarta Anies Baswedan.
”Pura-pura peduli adalah kebohongan Gubernur Anies di tengah pandemi dan penderitaan rakyat. Rekam jejak pembohong ini harus kita ingat, sebagai bahan pertimbangan saat Pemilihan Presiden 2024. Jangan sampai Indonesia jatuh ke tangan pembohong, jangan sampai Indonesia jatuh ke tangan Anies Baswedan.” Demikianlah potongan pernyataan yang disampaikan Giring dalam video yang menjadi sorotan banyak pihak.
Dalam narasi yang disampaikan itu, jelas penonton video dapat menangkap maksud Giring yang menilai kerja penanganan pandemi oleh pemerintah DKI Jakarta tak optimal.
PSI berpandangan, pemerintah DKI Jakarta justru lebih getol untuk fokus pada penyelenggaraan ajang balap Formula E yang menelan anggaran daerah hingga puluhan triliun rupiah ketimbang menggunakannya untuk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi masyarakat.
Sebagai pemimpin oposan Gubernur DKI Jakarta, bukan kali ini saja Giring melayangkan kritik terhadap kinerja dan kebijakan Pemprov DKI.
Pada Februari 2021 lalu, misalnya, ketika Ibu Kota dilanda banjir, kritik dari Giring mengalir kepada Anies yang menurut dia gagal menangani persoalan klasik Jakarta yang begitu krusial untuk diselesaikan.
Ketika itu, Giring menyampaikan bahwa Anies tak memiliki perencanaan dan strategi optimal untuk penanganan banjir. Termasuk dalam hal alokasi prioritas anggaran daerah yang tak berpihak pada urusan penyelesaian banjir.
Lebih lanjut, Giring justru menyoroti Gubernur Anies yang justru lepas tangan dan menyalahkan daerah penyangga sekitar karena banjir yang terjadi merupakan limpahan air kiriman.
Kritik soal banjir itu sontak juga menjadi konsumsi publik yang renyah di dunia maya. Bahkan, saat itu gaya mengkritik Giring itu mendapat perhatian dari Sigit Purnomo alias Pasha ”Ungu”, sesama musisi yang sudah lebih dulu terjun ke dunia politik.
Pasha yang sempat menjabat sebagai Wakil Wali Kota Palu itu menanggapi bahwa kritik Giring terlalu tendensius dan tak menghargai bahwa kerja memimpin daerah tidaklah mudah karena mengatur berbagai hal dan persoalan yang kompleks.
Baca juga : PSI Siap Ajukan Hak Interpelasi Terkait Formula E
Pencalonan presiden
Tak jauh berbeda, kritik yang dilontarkan Giring kali ini dengan menyebut Anies sebagai pembohong dan tak layak dipilih sebagai presiden memang banyak menuai perhatian publik dan para elite politik.
Penggunaan diksi pembohong yang diambil Giring dinilai sejumlah pihak amat disayangkan karena dilakukan tanpa penyertaan bukti atau fakta yang bisa dipertanggungjawabkan.
Kritik PSI melalui Giring kali ini memang tak hanya menyinggung persoalan kinerja dan kebijakan yang diambil Pemprov DKI Jakarta. Narasinya melebar dengan turut mempersoalkan pencalonan Anies pada Pemilihan Presiden 2024.
Hal ini tentulah menyiratkan adanya maksud besar PSI di balik penyampaian kritik tersebut. Bahkan, isi kritik soal pencalonan presiden itu justru yang kini banyak menjadi pembahasan di ruang publik.
Panggung politik di Ibu Kota merupakan perpanjangan dinamika yang terjadi di tingkat nasional. Merasa turut tak nyaman dengan pernyataan PSI kepada Anies, lewat sejumlah elitenya, tak hanya yang berkiprah di DKI Jakarta, sejumlah partai memberikan pernyataan pembelaan untuk Anies atas kritik yang dilontarkan PSI itu.
Partai Nasdem, Gerindra, PKS, PPP, hingga PAN dapat dikatakan kini berada di blok pembela sang Gubernur Anies untuk membela lontaran kritik dari PSI ini.
Sikap partai-partai ini sama, tak sepakat dengan tudingan PSI bahwa Anies merupakan pembohong yang tak layak dipilih menjadi presiden. Tudingan ini sangat berpotensi mengganggu kenyamanan demokrasi dan berupaya menggiring opini masyarakat.
Bahkan, sebagian ada yang mengartikan hal itu adalah sesuatu yang serius. Politisi PKS, Abdul Aziz, misalnya, melihat bahwa tudingan pembohong tanpa disertai bukti dan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan dapat berubah menjadi delik pidana karena termasuk pencemaran nama baik.
Dalam skala dampak yang luas, pernyataan yang dilayangkan Giring itu dapat berpotensi menimbulkan perpecahan dan jauh dari semangat dan tanggung jawab partai politik untuk memberikan pencerahan serta pendidikan kepada masyarakat. Hal itu ditangkap Sekretaris Jendral PPP Arwani Thomafi serta politisi Gerindra, Habiburokhman, yang turut menanggapi kritik dari Ketum PSI tersebut.
Baca juga : Efek Kejut dari Pencalonan Giring
Keuntungan popularitas
Melebarnya pembahasan isi kritik Giring kepada Anies ini membuat banyak pihak menilainya juga sebagai strategi PSI untuk mendompleng polularitas dan kental dengan kepentingan elektoral.
Ramainya respons dari partai-partai lain juga menjadi bukti bahwa panggung yang disediakan PSI dengan menyenggol wacana pencapresan Anies memang sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja tanpa ikut menunjukkan eksistensi di dalamnya.
Seperti diketahui, akhir-akhir ini sosok Anies memang tengah bersemi sangat positif dalam catatan survei elektabilitas. Dari hasil survei beberapa lembaga, nama Anies bertengger di posisi cukup memuaskan, beriringan dengan sosok populer dan berelektabilitas tinggi, seperti Prabowo Subianto ataupun Ganjar Pranowo.
Dalam sejumlah survei, elektabilitas Anies menunjukkan capaian yang positif, yaitu berada di atas 5 persen, bahkan hingga menyentuh 10 persen. Posisi itu memang masih jauh jika dibandingkan dengan elektabilitas Giring yang belum begitu moncer, hanya berkisar di angka 2 persen.
Seperti telah diketahui, Giring juga memiliki ambisi besar untuk maju sebagai calon presiden. Tak lama setelah menjabat sebagai Plt Ketum PSI, Giring memang telah mendeklarasikan diri siap untuk maju sebagai calon presiden. Visi besarnya adalah membawa semangat milenial untuk perubahan yang lebih maju di masa mendatang.
Bagi PSI, meskipun harus menjadi bulan-bulanan publik, mengkritik Anies dengan cukup keras merupakan manuver yang sontak akan dapat menaikkan pamor partai ataupun sosok Giring. Terlepas dari itu, kritik semestinya tetap harus disampaikan dengan sejuk dan penuh tanggung jawab.
Kritik yang menyisakan sisi ketidaketisan dan berlebihan tanpa fakta-fakta yang kuat justru dapat berbalik dan berdampak buruk bagi citra yang sedang dibangun baik oleh Giring maupun PSI. Hal tersebut justru membuat citra Anies kian positif dan populer di mata publik.
Sejatinya kritik dalam ruang politik yang berdemokrasi merupakan hal yang wajar dan menjadi bagian penting untuk perbaikan di waktu mendatang. Namun, perwujudannya tetap harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan bertanggung jawab agar dapat bermanfaat untuk pembenahan bersama.
Para elite juga seharusnya menyadari bahwa semua sikap dan kerja yang diupayakan partai harus dipertanggungjawabkan untuk kemaslahatan dan pendidikan politik bagi demokrasi bangsa ini. Tujuan untuk kebaikan masyarakat itu jauh lebih penting dari sekadar mendompleng popularitas dan citra politik semata. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Di Balik Mendadak Capres Giring