Indeks Pengendalian Covid-19: Jateng Harus Terus Berbenah
Skor Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-”Kompas” (IPC-19) Provinsi Jawa Tengah berada di urutan terbawah di Pulau Jawa. Perlu ada integrasi antarpemerintahan kabupaten/kota untuk penanganan pandemi dengan lebih baik.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·6 menit baca
Berdasarkan Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-Kompas (IPC-19) capaian skor seluruh provinsi di Pulau Jawa terbilang tinggi. Namun, skor indeks Jawa Tengah masih berada di peringkat bawah selama pemantauan sembilan minggu terakhir. Bahkan, berada di bawah rata-rata nasional. Perlu upaya yang lebih intensif dan terintegrasi antarpemerintahan untuk menangani pandemi menjadi lebih baik.
Pengamatan data pengendalian pandemi Covid-19 melalui IPC-19 Indonesia-Kompas dimulai ketika ditetapkannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di seluruh wilayah Indonesia sejak 12 Juli 2021. Hingga 13 September 2021 telah dilakukan pemantauan dalam periode sembilan minggu. Melalui skor indeks pada rentang angka nol hingga 100, diperoleh gambaran performa pemerintah provinsi dalam mengatasi pandemi.
IPC-19 Indonesia-Kompas mengukur dua komponen, yaitu manajemen infeksi dan manajemen pengobatan. Manajemen infeksi mengindikasikan output dari tiga indikator, yaitu rerata kasus positif Covid-19 selama 7 hari terakhir terhadap kasus maksimum yang dialami provinsi, angka rasio positif (positivity rate) tujuh hari terakhir, serta persentase cakupan vaksinasi lengkap terhadap total penduduk provinsi.
Adapun manajemen pengobatan meliputi total angka kesembuhan terhadap total kasus positif Covid-19, rerata kematian akibat Covid-19 selama 7 hari terakhir, serta rerata keterpakaian tempat tidur atau bed occupation rate (BOR) rumah sakit selama 7 hari terakhir.
Melalui indikator-indikator tersebut, dapat ditarik skor indeks yang berguna sebagai rambu-rambu bagi pemerintah provinsi untuk dapat membenahi aspek yang masih menjadi kelemahan dalam penanganan Covid-19 di wilayahnya.
Sempat stagnan
Hingga minggu kesembilan (13 September 2021), capaian skor indeks Jawa Tengah (70 poin) masih berada di bawah skor nasional (73) dan terpaut jauh lagi dengan rerata skor indeks provinsi di pulau Jawa (79) yang berada di atas angka nasional.
Apabila dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa, skor Jawa Tengah berada di urutan terbawah. Secara berurutan, provinsi dengan skor paling tinggi adalah DKI Jakarta (93 poin), Banten (84 poin), Jawa Barat (78 poin), Jawa Timur (75 poin), DI Yogyakarta (73 poin), dan terakhir Jawa Tengah (70 poin).
Melihat pola perkembangannya dari minggu ke minggu, pergerakan skor indeks Jawa Tengah mengalami stagnansi pada lima minggu pertama ketika PPKM Jawa-Bali diberlakukan. Dua minggu pertama, skor tertahan di angka 33 dan 31. Kemudian di minggu ketiga hingga kelima mandek di angka 42.
Salah satu penyebab kemacetan perkembangan penanganan Covid-19 pada periode tersebut karena pemerintah provinsi belum berhasil menekan laju penularan. Hal ini ditunjukkan dari rerata angka kasus baru Covid-19 tujuh hari terakhir di provinsi ini yang masih berada di atas angka 4.000 kasus per hari hingga 16 Agustus 2021.
Sebagai perbandingan, Provinsi Jawa Timur pada periode yang sama, yaitu selama 5 minggu pengukuran, mampu menekan kasus dari angka 6.000-an menjadi 2.000-an. Capaian yang sama juga diraih Provinsi Jawa Barat. Pada awal PPKM, angka kasus harian hampir menyentuh angka 9.000, bahkan puncaknya mencapai 11.000 kasus. Pada 18 Agustus 2021, angka rerata kasus 7 hari terakhir sudah di angka 2.000-an.
Menginjak minggu keenam barulah tampak titik terang penurunan kasus yang cukup signifikan di Jawa Tengah. Berangsur pertambahan kasus harian menurun ke angka 2.000-an dan hingga minggu kesembilan pengukuran dapat ditekan di bawah angka 500.
Ditilik dari skor indeksnya, Jawa Tengah mampu memecah stagnansi di fase awal PPKM dan mengejar capaian seperti yang diraih oleh provinsi lain di Pulau Jawa. Namun, masih ada pekerjaan yang menanti untuk mengendalikan penyebaran Covid-19. Dari kedua aspek manajemen, skor manajemen infeksi selalu lebih rendah dibandingkan dengan manajemen pengobatan.
Perlu pembenahan
Salah satu pekerjaan rumah yang perlu dikebut oleh Pemprov Jawa Tengah adalah percepatan vaksinasi. Berdasarkan data situasi vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, capaian vaksinasi Jawa Tengah per 19 September 2021 berada di urutan terbawah di antara provinsi di Pulau Jawa.
Dari 28,7 juta jiwa yang menjadi sasaran vaksinasi, baru 18,1 persen yang menerima vaksin secara lengkap. Adapun penerima vaksin dosis pertama sebesar 34,9 persen dari target. Ketika ditelusuri lebih jauh, Jawa Tengah telah menyalurkan 15 juta dosis vaksin dan masih membutuhkan sekitar 42,9 juta dosis untuk menuntaskan program vaksinasi.
Dalam rangka program percepatan vaksinasi, diperlukan kerja sama dari berbagai pihak. Beberapa faktor yang menjadi penentu keberhasilan vaksinasi adalah ketersediaan vaksin, distribusi, serta administrasi atau pencatatan yang akurat.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengajak seluruh kota dan kabupaten di wilayah pemerintahannya untuk dapat menghabiskan stok vaksin dalam sehari. Hal ini disampaikan gubernur pada 14 September 2021. Saat ini, fokus tindakannya adalah menghabiskan persediaan vaksin secepat mungkin supaya target angka vaksinasi segera tercapai. Masyarakat yang sudah menerima vaksin menjadi terlindungi dari infeksi virus korona.
Salah satu kendala yang dialami di lapangan adalah tidak sinkronnya data stok vaksin di kota atau kabupaten. Ditemui pada beberapa kesempatan, ada laporan dari kota atau kabupaten bahwa vaksin habis, sedangkan dari pantauan provinsi masih tersedia.
Aplikasi P-care atau SMILE yang dikelola pemerintah dapat dimanfaatkan untuk pencatatan administrasi secara tertib dan akurat oleh petugas lapangan. Dengan demikian, situasi satu data dapat terwujud dan terjadi sinkronisasi antarinstitusi untuk mempercepat vaksinasi.
Pergerakan skor indeks Jawa Tengah mengalami stagnansi pada lima minggu pertama ketika PPKM Jawa-Bali diberlakukan.
Ketika data stok vaksin sudah dapat diselaraskan, persoalan selanjutnya adalah ketersediaan vaksin yang harus berkelanjutan. Oleh pemprov, persediaan vaksin dinilai masih mencukupi dan diadakan secara bertahap walaupun masih ada beberapa wilayah mengalami kehabisan persediaan.
Dilihat secara kewilayahan, dari 35 kota atau kabupaten, terdapat 19 wilayah yang capaian vaksinasi dosis pertama berada di bawah rerata angka provinsi, yakni 34,9 persen. Beberapa daerah, seperti Kabupaten Cilacap (20,2 persen), Kabupaten Brebes (20,5 persen), dan Kabupaten Banjarnegara (20,9 persen), menjadi tiga kabupaten dengan capaian vaksinasi terendah.
Wilayah dengan capaian vaksinasi di bawah angka provinsi perlu diberi perhatian utama karena kendala yang dihadapi tidak sebatas persediaan vaksin dan administrasi. Persoalan di Kabupaten Cilacap, misalnya, sejumlah kepala desa mengadu kepada gubernur bahwa masih banyak warga yang tidak mempercayai adanya pandemi Covid-19. Hal ini menyulitkan untuk menggalakkan protokol kesehatan (prokes) dan percepatan vaksinasi.
Kendala juga muncul dari eksternal atau dari luar wilayah kewenangan Gubernur Jawa Tengah. Pembagian jatah dosis vaksin diatur oleh pusat, dalam hal ini adalah kewenangan Kementerian Kesehatan.
Pada kesempatan rapat evaluasi penanganan Covid-19 dengan perwakilan dari Kemenkes, Senin (30/8), Gubenur Ganjar menyampaikan bahwa pembagian alokasi vaksin terlalu detail dan semakin rumit dengan adanya titipan vaksin dari pihak-pihak tertentu.
Pembagian vaksin tidak hanya berdasarkan kota atau kabupaten, pihak tertentu yang dimaksud adalah beberapa kelompok atau organisasi masyarakat, bahkan titipan dari anggota DPR. Oleh sebab itu, keberhasilan pengendalian Covid-19 ditentukan oleh kerja sama yang solid antara pemerintah pusat, provinsi, dan kota/kabupaten. (LITBANG KOMPAS)