Paradoks Capaian Vaksinasi di Indonesia
Kesenjangan jumlah penerima vaksin dosis lengkap masih terjadi di level provinsi di Indonesia. Percepatan laju vaksinasi perlu difokuskan di daerah-daerah lainnya di luar Jawa-Bali.
Meski secara kuantitas capaian pelaksanaan vaksinasi di Indonesia adalah salah satu yang terbaik di antara negara-negara lainnya di dunia, masih terjadi kesenjangan jumlah penerima vaksin.
Hal ini terjadi khususnya pada vaksin dosis lengkap di level provinsi. Kondisi ini merupakan paradoks di tengah upaya pengendalian Covid-19 yang dilakukan pada setiap daerah di Indonesia.
Sejak pertama kali melaksanakan vaksinasi Covid-19 pada 14 Januari 2021, hingga kini jumlah penerima vaksin di setiap daerah terus meningkat. Bahkan, Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang mencatatkan banyaknya penerima vaksinasi dosis lengkap dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Menurut catatan Our World in Data, hingga 16 September 2021 Indonesia menjadi 1 dari 10 negara dengan jumlah penerima vaksin Covid-19 dosis lengkap tertinggi di dunia. Secara total terdapat 43,7 juta orang yang telah menerima vaksin dengan dosis lengkap di Indonesia.
Hingga 16 September 2021, Indonesia menjadi 1 dari 10 negara dengan jumlah penerima vaksin Covid-19 dosis lengkap tertinggi di dunia.
Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Di Asia Tenggara, Indonesia adalah negara dengan capaian vaksinasi dosis lengkap tertinggi dibandingkan dengan negara lainnya.
Thailand, misalnya, dari total 70 juta penduduk, baru 14,2 juta orang yang menerima vaksinasi dosis lengkap. Sementara Vietnam, dari total 98,2 juta penduduk, hanya 5,9 juta orang yang telah menerima vaksinasi dosis lengkap.
Di Asia, capaian vaksinasi dosis lengkap di Indonesia berada di bawah China (1,01 miliar), India (188,5 juta), dan Jepang (67,2 juta). Indonesia merupakan negara kedelapan dengan capaian vaksinasi dosis lengkap terbanyak di dunia hingga 16 September 2021.
Baca Juga: Vaksin, Mantri, dan Kisah Si Unyil
Masih rendah
Pada satu sisi, capaian ini adalah hal positif bagi Indonesia di tengah upaya pengendalian Covid-19 yang terus dilakukan. Namun, tingginya capaian vaksinasi juga merupakan paradoks bagi Indonesia.
Pasalnya, secara persentase, capaian vaksinasi di Indonesia masih begitu rendah jika dibandingkan dengan total populasi. Dari 270,2 juta penduduk Indonesia, baru 16,2 persen yang menerima vaksinasi dosis lengkap.
Persentase ini masih jauh dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Jepang, misalnya, yang telah memberikan vaksin dosis lengkap pada 53,3 persen dari total populasi di negara itu. Sementara Perancis juga telah memberikan vaksinasi dosis lengkap hingga 65,8 persen dari total penduduk.
Secara persentase, capaian vaksinasi di Indonesia masih begitu rendah jika dibandingkan dengan total populasi.
Rendahnya persentase ini tentu tidak terlepas dari banyaknya jumlah penduduk di Indonesia. Akibatnya, negara-negara yang berpenduduk lebih sedikit mencatatkan persentase capaian vaksinasi yang lebih besar dibandingkan Indonesia.
Malaysia, misalnya, meski baru memberi vaksin dosis lengkap bagi 18,1 juta penduduk, persentase vaksinasi dosis lengkap di negara ini telah mencapai 55,3 persen karena jumlah penduduk yang jauh lebih sedikit dari Indonesia.
Namun, besarnya jumlah penduduk tentu tidak dapat sepenuhnya menjadi alasan minimnya jangkauan vaksinasi. Pasalnya, beberapa negara dengan jumlah penduduk besar justru telah berhasil melakukan vaksinasi kepada banyak penduduk.
Brasil, contohnya, negara berpenduduk 214 juta jiwa ini telah berhasil melakukan vaksinasi dosis lengkap bagi 76,7 juta penduduk atau 35,9 persen dari populasi. Meski memiliki jumlah penduduk yang lebih rendah dari Indonesia, Brasil berhasil mencatatkan raihan vaksinasi dosis lengkap yang lebih tinggi.
Sementara Amerika Serikat, dengan populasi 332,9 juta jiwa, jumlah penduduk yang telah menerima vaksin dosis lengkap mencapai 180,1 juta jiwa. Artinya, Indonesia masih tertinggal dalam mempercepat laju vaksinasi dibandingkan dengan negara-negara berpenduduk besar lainnya di dunia.
Capaian yang juga cukup mengejutkan berhasil dicatatkan oleh China. Dari 1,4 miliar populasi, sebanyak 69,9 persen penduduk atau 1,01 miliar di antaranya telah menerima vaksin dosis lengkap.
Capaian ini menegaskan bahwa jumlah penduduk tidak menjadi variabel tunggal yang menyebabkan rendahnya persentase capaian vaksinasi di suatu negara.
Baca Juga: Kisah Vaksin Era Kolonial: Ditolak dan Dihindari
Kesenjangan
Paradoks vaksinasi di Indonesia semakin diperkuat dengan kesenjangan antardaerah. Kesenjangan ini terekam dari data harian vaksinasi yang dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan.
Dari 34 provinsi di Indonesia, hingga 17 September lalu hanya ada tiga provinsi yang mencatatkan capaian vaksinasi dosis lengkap di atas 30 persen dari total populasi. Ketiga provinsi tersebut adalah DKI Jakarta (71,3 persen), Bali (56,6 persen), dan Kepulauan Riau (35,9 persen).
Jika melihat karakteristik wilayah, ketiga daerah ini adalah motor penggerak ekonomi di Indonesia. DKI Jakarta sebagai pusat bisnis dan pemerintahan, Bali sebagai tujuan wisata prioritas, dan pusat kegiatan ekonomi di Batam menjadi faktor pendorong yang sulit dilepaskan dari tingginya capaian vaksinasi di ketiga wilayah ini.
Bahkan, DKI Jakarta, provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak keenam di Indonesia, menjadi daerah pertama di Indonesia yang berhasil mencatatkan vaksinasi dosis lengkap di atas 70 persen dari total populasi.
Capaian vaksinasi ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya yang memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih rendah dibandingkan DKI Jakarta.
Hal ini menyiratkan terjadinya kesenjangan akses vaksinasi di setiap daerah. Kesenjangan ini semakin dipertegas dengan jauhnya jarak capaian vaksinasi dosis lengkap antara daerah-daerah dengan capaian vaksinasi tertinggi dan terendah di Indonesia.
Jika DKI Jakarta berhasil mencatatkan capaian vaksinasi di atas 70 persen, kondisi sebaliknya dialami oleh Lampung. Hingga 17 September 2021, Lampung menjadi daerah dengan capaian penerima vaksin dosis lengkap terendah di Indonesia (7 persen).
Kondisi yang sama juga dialami oleh daerah-daerah di luar Jawa lainnya, yakni Maluku Utara, Papua, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Barat. Setelah lebih dari 8 bulan vaksinasi, daerah-daerah ini masih mencatatkan capaian vaksinasi dosis lengkap kurang dari 10 persen dari total populasi.
Baca Juga: Memahami Penolakan Vaksin Covid-19
Faktor
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan jumlah penerima vaksin dosis lengkap di Indonesia. Pertama, dari aspek kebijakan, pemerintah telah menetapkan daerah prioritas vaksinasi.
Skala prioritas ini mempertimbangkan beberapa hal, seperti tingginya kasus konfirmasi positif Covid-19 di suatu daerah. Akibatnya, distribusi vaksin tertuju pada daerah-daerah yang menjadi skala prioritas.
Faktor kedua adalah persoalan distribusi. Selama 8 bulan pelaksanaan vaksinasi, terdapat beberapa daerah yang sempat kekurangan stok vaksin, seperti Sumatera Barat, Lampung, dan Nusa Tenggara Barat. Akibatnya, laju vaksinasi terhambat.
Jika melihat stok vaksin pada setiap kabupaten dan kota di Indonesia per 17 September 2021, perbandingan ketersediaan vaksin terhadap kebutuhan di setiap daerah memang berbeda.
Pada Kabupaten Nias di Sumatera Utara, misalnya, stok vaksin yang tersisa diperkirakan dapat bertahan untuk kebutuhan 294 hari ke depan. Namun, stok vaksin yang tersisa di Lampung Selatan, Provinsi Lampung, diperkirakan hanya bertahan selama 10 hari ke depan. Artinya, masing-masing daerah memiliki selisih estimasi kecukupan vaksinasi yang berbeda-beda.
Faktor ketiga adalah keberterimaan masyarakat. Belum semua masyarakat bersedia divaksinasi. Kondisi telah terekam sejak dalam survei Litbang Kompas sejak Januari 2021.
Dalam survei tersebut terekam beberapa daerah yang mencatatkan penolakan tertinggi dari responden untuk menerima vaksin, salah satunya adalah Sumatera Barat.
Hingga kini, Sumbar masih menjadi 1 dari 5 provinsi dengan capaian vaksinasi dosis lengkap terendah di Indonesia jika dibandingkan dengan total populasi.
Untuk menyikapi hal ini, penyelenggara di sejumlah daerah bahkan menyiapkan hadiah khusus untuk menarik minat masyarakat agar bersedia ikut serta dalam program vaksinasi.
Di Trenggalek, Jawa Timur, misalnya, penyelenggara vaksinasi memberikan hadiah beberapa ekor kambing dan ayam bagi peserta vaksinasi yang beruntung. Sementara di Makassar, Sulawesi Selatan, penyelenggara vaksinasi juga pernah memberikan es krim kepada peserta vaksin.
Beragam faktor inilah yang pada akhirnya menyebabkan capaian vaksinasi dosis lengkap antardaerah berbeda. Setelah DKI Jakarta yang berhasil melakukan vaksinasi terhadap lebih dari 70 persen penduduk, tentu percepatan laju vaksinasi perlu difokuskan pada daerah-daerah lainnya di luar Jawa-Bali di tengah upaya pengendalian yang terus dilakukan. (LITBANG KOMPAS)
Baca Juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?