Pengendalian Covid-19 di Jatim Masih Jadi Pekerjaan Rumah
Meskipun cenderung melandai, pengendalian Covid-19 masih tetap menjadi pekerjaan rumah bagi Jawa Timur. Tugas ini membutuhkan peran semua pemangku kepentingan untuk terus berkolaborasi dalam penanganan pandemi.
Pengendalian Covid-19 di Jawa Timur membutuhkan dukungan yang kuat dari dua sisi aspek pengukuran indeks. Penanganan infeksi yang masih menghadapi kendala menjadi beban penanganan pengobatan yang masih belum stabil.
Pertengahan Juli 2021, sepuluh hari setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat Pulau Jawa dan Bali, Indeks Pengendalian Covid-19 di Indonesia mulai dicermati oleh Kompas.
Saat itu, posisi kasus terkonfirmasi positif harian hampir menyentuh 50.000 kasus baru (47.899 kasus). Bahkan, dalam pengamatan pada 15 Juli, penambahan kasus harian mencapai puncak tertinggi selama pandemi, yaitu 56.756 kasus.
Melihat penyebaran kasus Covid-19 yang semakin meningkat dan tidak terkendali tersebut, serta pandemi yang diperkirakan masih akan berlangsung lama, peran sebuah indeks untuk mengukur kinerja pengendalian pandemi semakin krusial dibutuhkan.
Dengan adanya indeks, kinerja pengendalian pandemi yang diukur menggunakan skor akan semakin terukur dan menjadi barometer untuk melihat sejauh mana proses pengendalian pandemi di Indonesia berjalan, yang tecermin dari kinerja pengendalian yang dilakukan pada level provinsi.
Pengukuran pengendalian diperlukan sebagai tolok ukur yang nyata buah dari kebijakan pemerintah daerah dalam menghadapi pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pengukuran yang diberi nama Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC-19) Indonesia-Kompas, mengukur dari dua aspek, yaitu manajemen infeksi (MI) sebagai aspek preventif dan manajemen pengobatan (MP) sebagai aspek kuratif.
Analisis dari IPC-19 ini dapat digunakan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk membuat kebijakan ataupun keputusan strategis terkait daerah-daerah yang perlu mendapat prioritas penanganan. Selain itu, bagi publik, pergerakan indeks ini dapat digunakan untuk memonitor sejauh mana pandemi sudah terkendali di provinsi masing-masing.
Baca Juga: Pandemi di Jatim Melandai dengan Catatan
Terburuk
Dalam pengamatan selama delapan minggu (13 Juli-6 September 2021), pergerakan performa pengendalian Covid-19 di Jawa Timur menarik untuk dicermati.
Di awal pengukuran, 13-19 Juli 2021, skor IPC-19 Jawa Timur berada di posisi terendah di angka 27 (skala 0-100), bahkan bisa dibilang terburuk dari 34 provinsi.
Jauh di bawah skor nasional (44) yang masih berada di angka cukup rendah. Skor ini juga masih di bawah skor kluster Pulau Jawa (34) yang saat itu sedang melakukan pengetatan kegiatan masyarakat.
Perolehan skor terendah tersebut cukup beralasan. Salah satu penyebabnya adalah Provinsi Jawa Timur menjadi tiga besar penyumbang kasus baru yang dalam sepekan tersebut mencapai puncaknya, berurutan setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Hasil pengamatan dari data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini juga mencatat angka kematian harian di Provinsi Jawa Timur justru tertinggi dalam beberapa hari hingga mencapai 359 kasus.
Selain itu, daerah dengan status zona merah atau risiko tinggi penularan Covid-19 di Jawa Timur dilaporkan bertambah signifikan. Jika sebelumnya hanya ada 3 daerah zona merah, bertambah 17 daerah sehingga total ada 20 daerah zona merah di Jawa Timur (53 persen dari total kabupaten/kota). Faktor-faktor tersebut turut mempengaruhi pengukuran indeks dari dua sisi aspek.
Hingga minggu kedua pengamatan, skor indeks masih tak bergeser jauh, masih di bawah angka 30, hanya naik 2 poin dan masih terendah secara nasional. Jawa Timur tertinggal jauh dari DKI Jakarta dan Jawa Barat, masing-masing dengan skor 55 dan 44, yang justru mencatatkan jumlah tambahan kasus hariannya lebih tinggi.
Jika dibedah lebih dalam dari dua aspek pengendalian, terlihat dalam dua minggu awal pengamatan aspek kuratif, yaitu manajemen pengobatan, mendapat skor rendah (12 dari skala 0-50) komposit dari 3 variabel. Bisa jadi angka kematian yang tinggi menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Memasuki minggu ketiga pengamatan (2 Agustus), tren skor IPC-19 provinsi dengan 38 kabupaten/kota ini mulai menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan (55 persen), yaitu 16 poin menjadi 45.
Bahkan, melebihi capaian skor Provinsi Jawa Tengah (41) dan DI Yogyakarta (40) dan keluar dari predikat terburuk di antara provinsi lainnya. Meski masih di bawah skor nasional, terlihat peningkatan ini ditopang peningkatan yang cukup signifikan pula (15 poin) dari manajemen pengobatan.
Namun, sayang, kinerja pengendalian Covid-19 di provinsi berpenduduk 39,74 juta jiwa ini justru stagnan di skor 45 selama tiga minggu berturut-turut, dari 2-16 Agustus 2021.
Pada pengamatan minggu keenam (23 Agustus) baru terlihat kinerja yang semakin membaik dengan bertambah 10 poin hingga skor mencapai 55. Selanjutnya pengendalian sudah mengarah positif meski lajunya masih lambat. Bertambah hanya 2 poin di minggu ketujuh dan kembali tertinggal dari Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
Hingga minggu kedelapan (6 September), kinerja pengendalian Covid-19 di Jawa Timur sudah jauh lebih baik. Meski masih di bawah skor nasional (69) dan jauh di bawah skor kluster Jawa (76), dari awal pengukuran telah terjadi peningkatan pengendalian hingga 152 persen (dari skor 27 menjadi 68). Kabar baik lainnya di awal September, seluruh kabupaten/kota dinyatakan terbebas dari status zona merah.
Baca Juga: Antisipasi Perbaikan Semu di Luar Jawa-Bali
Problem pencegahan dan pengobatan
Jika dibedah lebih mendalam berdasarkan aspek preventif dan kuratif, terpotret manajemen pengobatan memberikan skor yang lebih tinggi (35) meski masih di bawah skor nasional (37) dibandingkan dengan skor manajemen infeksi (33) yang sudah melebihi skor nasional (32).
Manajemen infeksi (dalam mencegah seseorang tidak terkena Covid-19) dilihat dari variabel kasus terkonfirmasi positif, positivity rate, dan cakupan vaksinasi. Adapun aspek manajemen pengobatan (bagi masyarakat yang positif Covid-19) diukur dari variabel angka kesembuhan, angka kematian, serta tingkat keterisian tempat tidur (BOR) kasus Covid-19.
Mengamati tren aspek manajemen infeksi Provinsi Jawa Timur, terlihat tren yang semakin meningkat dari awal pengamatan hingga minggu kedelapan. Bahkan, memasuki minggu keempat sudah melebihi angka nasional. Secara umum, tren ini masih lebih baik dibandingkan dengan provinsi tetangga, yaitu Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.
Sementara tren aspek manajemen pengobatan cenderung berfluktuasi, masih naik turun dan pada minggu kedelapan (6 September) di posisi skor yang masih di bawah angka nasional.
Bahkan, selama dua minggu berturut-turut di awal pengukuran, indeks berada di posisi terburuk secara nasional dan 5 dari 8 minggu pengamatan menempati posisi terendah dalam kluster Pulau Jawa.
Meskipun demikian, skor aspek manajemen pengobatan masih lebih tinggi dibandingkan aspek manajemen infeksi penyumbang skor total indeks di minggu kedelapan pengamatan.
Artinya, Jawa Timur masih menghadapi problem di kedua aspek. Walaupun secara nasional sudah lebih baik dari banyak daerah lain, aspek pencegahan perlu ditingkatkan agar paling tidak sejalan dengan aspek pengobatan.
Mencegah terjadinya lonjakan kasus yang bisa membebani penanganan pengobatan sangat penting. Meski layanan kesehatan di Jawa Timur sudah lebih bagus dalam menangani Covid-19, kinerjanya masih perlu didongkrak lagi supaya terus konsisten bergerak positif ke arah penanganan yang lebih baik.
Baca Juga: Jawa-Bali Tetap Harus Waspada
Kendala vaksinasi
Hal ini menjadi catatan bagi pemerintah daerah, khususnya untuk mengatasi kendala pada aspek pencegahan, di antaranya masalah vaksinasi. Target kekebalan komunitas yang pernah dibuat Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, yakni 70 persen warga Jawa Timur sudah disuntik vaksin pada 17 Agustus 2021, ternyata meleset.
Merujuk data Kemenkes, hingga 13 September 2021, persentase penduduk yang sudah divaksin dosis kedua baru mencapai 20,04 persen dari target 31,8 juta penduduk. Adapun dosis pertama sudah mencapai 36,70 persen.
Selain kendala ketersediaan vaksin, salah satu kendala yang dihadapi pemerintah daerah dalam mengejar target capaian vaksinasi ini adalah menghadapi daerah yang masyarakatnya menolak divaksin. Masyarakat di Pulau Madura contohnya.
Hasil survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Maret 2021 mendapatkan temuan, di Indonesia etnis Madura persentasenya paling tinggi yang menolak divaksin (58 persen) diikuti etnis Minang (43 persen).
Dari data Kemenkes juga terlihat, empat kabupaten di Pulau Madura (Kabupaten Sampang, Sumenep, Pamekasan, dan Bangkalan) capaian vaksinasinya terendah, masih di bawah 8 persen.
Selain enggan divaksin, ketidakpercayaan masyarakat akan adanya Covid-19 sejak awal pandemi membuat kedisiplinan penerapan protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) sangat buruk.
Hal ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah menghadapi karakter budaya dan rendahnya literasi masyarakat Madura. Karakter budaya masyarakat Madura yang lekat dengan pepatah sengkok norok buntek dan bhuppa, bhabbu, guru, rato atau saya ikut-ikutan bapak, ibu, ulama, dan pemimpin bisa menjadi pintu masuk mengedukasi masyarakat akan bahaya Covid-19 ini.
Dari aspek pengobatan, PPKM darurat serta PPKM level 3 dan 4 yang diimplementasikan dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat yang telah membuahkan hasil hingga menurunkan kasus kematian dan perawatan Covid-19, jangan sampai membuat masyarakat dan pemerintah lengah.
Pandemi belum berakhir, meski sudah cenderung melandai angka masih bergerak dinamis. Apalagi, data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada 11 September mencatat dari 5.001 kasus baru pasien terkonfirmasi positif Covid-19, tertinggi adalah Jawa Timur (547 kasus).
Demikian juga dengan angka kematian. Dari 270 kematian, terbanyak di Jawa Timur (39 kasus). Upaya pencegahan harus terus ditingkatkan agar penanganan pengobatan semakin baik dan Covid-19 semakin terkendali.
Praktis, pengendalian Covid-19 masih akan tetap menjadi pekerjaan rumah bagi Jawa Timur yang tentu membutuhkan peran semua pemangku kepentingan untuk terus berkolaborasi dalam penanganan pandemi. (LITBANG KOMPAS)
Baca Juga: Pengendalian, Kunci Hidup Bersama Covid-19