Merunut Konsolidasi Amandemen UUD 1945
Sejumlah pertemuan politik digelar Presiden Jokowi dengan elite partai pendukung pemerintah. Pertemuan ini sebagai upaya konsolidasi politik, terutama terkait wacana amandemen UUD 1945.

Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo dan para pimpinan partai politik koalisi di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 25 Agustus 2021.
Rangkaian pertemuan Presiden Joko Widodo dengan para tokoh politik dan parpol menyiratkan langkah besar yang akan diambil pemerintah. Bahasan di forum elit itu memicu isu persoalan kebangsaan, termasuk amandemen UUD 1945.
Ketua umum didampingi para sekretaris jenderal dari partai pendukung koalisi bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada Rabu (25/8/2021) lalu di Istana Merdeka.
Sekjen partai Nasdem Johny G Plate maupun Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan, pertemuan tersebut membahas sejumlah hal terkait kerja pemerintah dan isu kebangsaan.
Hal yang banyak dibahas tentunya masih menyangkut persoalan penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan perekonomian yang saat ini menjadi fokus pekerjaan pemerintah. Pembahasan juga menyinggung seputar perkembangan situasi otonomi daerah hingga proyek strategis pemindahan ibu kota baru yang tengah dipersiapkan.
Penjelasan mengenai pokok bahasan dalam diskusi elit yang diungkap ke muka publik itu menyisakan banyak pertanyaan. Terlebih, pembahasan wacana amandemen UUD 1945 pun kian menguat setelah pertemuan berakhir.

Selain PDIP dan Nasdem, ketua umum dan sekretaris jenderal dari partai koalisi, yaitu Golkar, PPP, PKB, dan Gerindra turut hadir dalam forum tersebut. Hal yang juga menjadi perhatian adanya kehadiran ketua umum dan sekretaris jenderal PAN.
Seperti yang diketahui, partai belambang matahari tersebut sejauh ini memilih dalam posisi partai non pendukung pemerintah. Meskipun demikian, sikap PAN juga tak secara tegas sebagai bagian dari oposisi pemerintah.
Kehadiran PAN dalam forum bersama partai koalisi pendukung pemerintah sepertinya semakin menegaskan kegamangan sikap PAN selama periode pemerintahan bergulir. Tak heran, isu mengenai reshuffle menteri kabinet pun santer terdengar sebagai penegasan masuknya PAN dalam gerbong partai pendukung pemerintah.
Dua hari setelahnya (27/8/2021), Presiden Jokowi kembali mengadakan pertemuan di Istana Merdeka. Kali ini presiden mengundang sejumlah pemimpin lembaga negara.
Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Selesai rapat itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan sejumlah hal yang dibahas presiden dan lembaga negara tersebut. Mulai dari situasi penanganan Covid-19, rencana pemindahan ibu kota negara, hingga sinergisitas dan kekompakan lembaga-lembaga dalam pemerintah yang semestinya terus dioptimalkan. Terkait amandemen UUD 1945, politisi PDIP itu pun mengatakan tak ada dalam bahasan.
Deretan pertemuan presiden berlanjut dengan mengundang partai-partai koalisi non parlemen. Sekalipun gagal menduduki kursi parlemen nasional, beberapa partai politik seperti Hanura, Partai Bulan Bintang, Partai Solidaritas Indonesia, Perindo, dan PKPI masih eksis ambil bagian di barisan pendukung kebijakan pemerintah.
Tak jauh berbeda dari sebelumnya, forum antar presiden dan partai itu membahas hal terkait penanganan Covid-19, pemulihan perekonomian, hingga pemindahan ibu kota negara.

Baca juga : Menakar Efektivitas Koalisi
Amandemen UUD 1945
Pertemuan presiden dengan partai pendukung, maupun partai-partai non parlemen hingga lembaga negara merupakan langkah konsolidasi untuk memperkokoh dukungan politik.
Hal ini juga menunjukkan bahwa pemerintah sedang fokus menyiapkan hal besar yang mengharuskan mendapat sokongan kekuatan politik dan dukungan dari berbagai pihak.
Rangkaian konsolidasi itu tentulah bukan hanya bagian dari peneguhan pemerintah untuk bekerja dalam mengatasi beragam persoalan yang tengah dihadapi. Akan tetapi menyiratkan adanya maksud lain yang tentunya tak kalah lebih penting.
Melihat berbagai perkembangan isu beberapa waktu ke belakang, tak sedikit pihak pun pada akhirnya mengkaitkan perjamuan yang dilakukan kepala negara itu erat kaitannya dengan rencana amandemen UUD 1945.
Wacana mengenai amandemen UUD 1945 memang bukan hal baru dan terus naik turun digulirkan. Pada Agustus 2018, sidang paripurna menyepakati pembentukan dua tim panitia ad hoc untuk membahas pokok-pokok Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Ketetapan (TAP) MPR. Jika kesepakatan tersebut tercapai, maka akan berujung pada amandemen UUD 1945.

Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan para pimpinan partai politik koalisi di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu, 25 Agustus 2021.
Setahun setelahnya, rencana terkait penerapan GBHN dan fungsi MPR RI kembali menguat. Bahkan pembahasan mengenai amandemen UUD 1945 pernah dilakukan presiden dan pimpinan MPR di Istana Merdeka pada Oktober 2019 lalu.
Belakangan sejak akhir tahun 2019, wacana penerapan GBHN justru memudar seiring menggaungnya isu penambahan periode masa jabatan presiden yang akan dimasukkan sebagai salah satu poin amandemen UUD 1945.
Sekalipun mencoba kembali diluruskan, seperti yang disampaikan langsung oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo bahwa fokus amandemen adalah untuk memasukkan poin Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) yang secara fungsi sama halnya dengan penerapan GBHN yang semula diwacanakan.
MPR memastikan, melalui ketentuan yang diatur untuk amandemen terbatas UUD 1945, kekhawatiran akan adanya kepentingan lain yang melebar dalam pengubahan dapat diantisipasi.

Baca juga : Amendemen Kelima UUD NRI
Perdebatan
Wacana mengenai rencana amandemen UUD 1945 hingga kini pun terus menjadi bola liar perdebatan. Pernyataan presiden yang secara tegas menolak untuk adanya periode tambahan jabatan pun tampaknya belum mampu meredakan kekhawatiran banyak pihak terkait intrik yang mengiringi rencana amandemen.
Jika memang demikian kondisinya, kecurigaan justru kian menjadi-jadi dengan terus menggali siapa pihak yang masih saja menggulirkan rencana penambahan periodesasi jabatan presiden.
Baru-baru ini, jika rencana penambahan periode jabatan gagal, tercetus pula wacana untuk melakukan perpanjangan masa jabatan akibat kondisi pandemi yang tidak memungkinkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum.
Polemik di ruang elit nampaknya pun akan terus berlanjut alot sekalipun upaya konsolidasi untuk meyakinkan dan memuluskan rencana telah dilakukan. Hal itu kian dipertegas oleh sikap yang ditunjukkan partai menanggapi guliran rencana amandemen UUD 1945.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan saat membuka Rakernas II PAN 2021, Selasa (31/8/2021).
PAN misalnya, tak menampik bahwa ada bahasan terkait rencana amandemen UUD 1945 dalam pertemuan bersama presiden. Sejuah ini sikap PAN cenderung masih mempertanyakan maksud amandemen yang berpotensi melenceng dari tujuan penerapan haluan negara.
Hal serupa pun disampaikan oleh Hanura, yang dapat bersepakat untuk amandemen UUD 1945 jika itu tak dijadikan upaya pelanggengan masa kekuasaan.
Bahkan Gerindra menyampaikan bahwa sebetulnya PPHN dapat diwujudkan tanpa melalui amandemen UUD 1945, tentunya tetap dengan menyepakati urgensi dan kajian mendalam penyusunan.
Terlepas dari melebarnya maksud amandemen UUD 1945 untuk kepentingan kekuasaan, tujuan awal amandemen untuk menerapkan haluan negara tentulah cukup berdasar.
Kehadiran PAN dalam forum bersama partai koalisi pendukung pemerintah sepertinya semakin menegaskan kegamangan sikap PAN selama periode pemerintahan bergulir.
Terlebih untuk memantapkan rencana-rencana pembangunan yang telah digagas sekarang dapat diteruskan realisasinya dalam pemerintahan masa mendatang.
Jika dicermati, ada hal menarik dari tiga kali pertemuan yang dilakukan presiden, baik dengan partai politik maupun lembaga tinggi negara. Di luar isu dan persoalan kebangsaan terkini seperti pandemi Covid dan pemulihan perekonomian, rencana pemindahan ibu kota negara menjadi pokok utama yang juga terus dibahas.
Secara gamblang, tak salah jika menangkap ini sebagai penegasan dari upaya strategis pemerintah agar rencana pemindahan ibu kota negara dipastikan dapat terus berlanjut di waktu mendatang yang telah disepakati dalam pokok haluan pembangunan negara.

Rentetan pertemuan yang baru saja dilakukan presiden dengan partai koalisi maupun lembaga negara tentulah memiliki maksud untuk menghimpun dukungan seluas-luasnya terhadap rencana dan kerja pemerintah. Konsolidasi menjadi penting untuk meredam berbagai potensi polemik yang terus melebar tak berkesudahan.
Lebih penting dari itu, pemerintah juga semestinya tak mengesampingkan pelibatan publik dalam proses yang transparan untuk keputusan-keputusan besar yang akan diambil. Sejatinya, kekuatan dan dukungan terbesar kepada pemerintahan justru terdapat pada konsolidasi publik. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Presiden Jokowi Ingin Pastikan Soliditas Seluruh Parpol Koalisi