Pertaruhan Anies Membendung Interpelasi
Usulan hak interpelasi oleh fraksi PSI dan PDI-P DPRD DKI Jakarta terhadap penyelenggaraan balap Formula E lekat dengan kepentingan politis. Interpelasi dipandang akan mengancam nasib penyelenggaraan Formula E.
Usulan hak interpelasi oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta terhadap penyelenggaraan balap Formula E lekat dengan kepentingan politis.
Upaya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghimpun dukungan dari fraksi-fraksi lain untuk menolak usulan itu tidak hanya dilatari substansi pengawasan, tetapi melebar menjadi pertaruhan menjaga kredibilitas sang gubernur.
Belasan karangan bunga berjejer di halaman gedung kantor DPRD DKI Jakarta pada Kamis (2/9/2021). Papan ucapan itu berisikan dukungan terhadap interpelasi yang tengah diupayakan oleh fraksi PSI dan PDI-P terhadap pelaksanaan Formula E yang sedang dipersiapan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Terpampangnya papan ucapan dukungan itu semakin mempertegas adanya tarik-menarik dukungan dan penolakan atas usulan interpelasi. Sebelumnya, seperti yang diketahui, fraksi-fraksi DPRD DKI Jakarta, yaitu Gerindra, PKS, Demokrat, PAN, Nasdem, Golkar, PKB, dan PPP, telah menyatakan sikap penolakan usulan interpelasi terhadap program balap Formula E.
Secara tidak langsung, hal tersebut menjadi jawaban mayoritas suara anggota Dewan untuk tidak melanjutkan upaya meminta keterangan kepada gubernur terkait rencana Formula E tersebut.
Sikap penolakan tujuh fraksi tersebut disampaikan setelah adanya pertemuan para ketua fraksi dengan Gubernur Anies Baswedan dalam jamuan makan malam.
Narasi pun berkembang jauh bahwa Gubernur Anies telah melakukan lobi-lobi terhadap partai untuk mengamankan posisi pemerintahan yang dipimpinnya agar tak jadi diinterpelasi.
Namun Gerindra, salah satu fraksi yang turut hadir dalam acara tersebut, mengungkapkan bahwa pertemuan justru diinisiasi oleh anggota Dewan dan bukan oleh gubernur.
Fraksi Dewan yang diundang pun sepemahaman bahwa pertemuan tersebut memang dimaksudkan untuk mendapatkan klarifikasi dan penjelasan dari Gubernur Anies terkait perkembangan isu penyelenggaraan balap Formula E.
Pembahasan di meja makan itu pun berkesimpulan bahwa interpelasi tak perlu dilakukan dan terkesan memiliki muatan politik yang sangat kental. Konfirmasi dan penjelasan mengenai rencana program Formula E juga dapat dilakukan melalui berbagai alternatif forum, seperti rapat kerja antara legislatif dan eksekutif daerah, sehingga tak harus sampai interpelasi.
Sementara PSI maupun PDI-P berpandangan hak interpelasi harus dijalankan karena menjadi bagian dari mekanisme tugas pengawasan lembaga legislatif. Bahkan penolakan yang terjadi justru dapat menjadi pengebirian atas tugas dan fungsi pengawasan anggota Dewan yang seharusnya dilakukan secara transparan sesuai tata cara yang berlaku.
Usulan interpelasi dilakukan untuk mempertanyakan sejumlah catatan penting terkait dari pelaksanaan ajang balap mobil listrik tersebut. Terutama sejumlah hal terkait pendanaan yang juga menjadi catatan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal ini terkait komitmen fee yang telah dibayarkan dalam jumlah besar mencapai lebih dari 560 miliar, renegoisasi PT Jakarta Properti (Jakpro) dengan Formula E Operation (FEO) Ltd selaku pemegang lisensi Formula E yang belum maksimal, hingga kejelasan kerja sama terkait pembagian pendanaan yang masih sangat bergantung pada APBD DKI Jakarta.
PSI dan PDI-P berpandangan, pembahasan yang terjadi antara Gubernur DKI dan fraksi DPRD mengindikasikan banyak kecurigaan. Semestinya kepala daerah tak harus menghindar dan justru dapat menjadikan forum interpelasi tersebut untuk meluruskan segala simpang siur yang muncul.
Kecurigaan tersebut makin menjadi-jadi saat Ketua Fraksi PDI-P Gembong Warsono mengaku dilobi oleh seorang pejabat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk tidak melanjutkan rencana menggunakan hak interpelasi.
Baca juga : Tujuh Fraksi DPRD DKI Jakarta Sepakat Tak Ikut Interpelasi
Kepentingan politis
Isu interpelasi terkait penyelenggaraan ajang balap Formula E sebetulnya telah digulirkan sejak tahun lalu oleh PSI, tetapi ketika itu belum mendapat tanggapan dari fraksi lainnya.
Saat itu, program Formula E memang tengah mendapat sorotan karena dianggap tidak layak diselenggarakan di tengah beban kerja yang berfokus pada penanganan pandemi. Terkait itu, Pemprov DKI Jakarta pun membuat rencana ulang dan siap menjadi tuan rumah balap mobil listrik itu pada 2022.
Tidak hanya itu, perjalanan rencana penyelenggaraan Formula E ini juga pernah menimbulkan perselisihan dengan pemerintah pusat. Pengerjaan lintasan balap sepanjang 2,6 km di area Monumen Nasional (Monas) sempat terganjal persoalan izin revitalisasi yang belum dikeluarkan Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Merdeka yang diketuai Menteri Sekretaris Negara.
Kritik juga berdatangan terkait penebangan pepohonan di area taman Monas yang dianggap bertentangan dengan semangat ramah lingkungan penyelenggaraan balap mobil listrik.
Sebelum pada akhirnya berhasil menggandeng PDI-P dalam usulan interpelasi kali ini, PSI memang tercatat sempat beberapa menggulirkan wacana interpelasi. Usulan interpelasi pernah disampaikan pada November 2020 terkait dengan kasus kerumunan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19. Selanjutnya pada Februari 2021, PSI kembali membuat usulan interpelasi untuk penanganan banjir yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta.
Rangkaian kegigihan menggulirkan interpelasi dengan berbagai persoalan lain yang menyertai itu tentu harus dilihat dalam satu bagian dinamika politik yang utuh untuk melihat adanya sisi kepentingan lain yang lebih besar.
Persiapan Jakarta sebagai ibu kota ajang balap internasional Formula E telah dipersiapkan sejak dua tahun lalu, tetapi harus tertunda akibat pandemi. Rencana realisasi Formula E pada 2022 memang akan menjadi pembuktian debut di pengujung masa kepemimpinan sang gubernur.
Hak interpelasi yang digulirkan berpotensi besar menggagalkan upaya penyelenggaraan program Formula E tersebut dan menjadi pertaruhan besar bagi kredibilitas Anies.
Hak interpelasi yang digulirkan berpotensi besar menggagalkan upaya penyelenggaraan program tersebut dan menjadi pertaruhan besar bagi kredibilitas Anies.
Tak mengherankan jika manuver untuk menggalang dukungan dari ketua fraksi pun dipilih sebagai langkah jitu untuk menghalau keberlanjutan usulan interpelasi.
Baca juga : Gubernur DKI Diminta Berikan Jawaban Rasional dan Obyektif
Sikap fraksi
Hak interpelasi merupakan salah satu hak terkait fungsi pengawasan yang dimiliki lembaga legislatif di tingkat nasional maupun daerah. Hal ini merujuk pada definisi yang dijabarkan UU No 17/2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dari regulasi tersebut, hak interpelasi digunakan untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dua hak dalam fungsi pengawasan lainnya adalah hak untuk melakukan penyelidikan suatu undang-undang atau kebijakan yang disebut hak angket dan hak menyatakan pendapat.
Dalam ketentuan tata tertib DPRD DKI Jakarta, mekanisme pengajuan hak interpelasi dapat diusulkan paling sedikit oleh 15 anggota Dewan yang terdiri atas lebih dari satu fraksi. Setelah itu, usul akan dibawa dan dibahas dalam rapat paripurna yang harus memenuhi persyaratan kuorum, yaitu 50 persen plus 1.
Seperti yang telah diketahui, pengajuan hak interpelasi terkait program Formula E diinisiasi oleh PSI dengan jumlah 8 kursi anggota Dewan dan PDI-P dengan 25 kursi. Jumlah 33 kursi dari gabungan dua fraksi tersebut telah memenuhi persyaratan pengajuan.
Akan tetapi, proporsi tersebut belum mencukupi untuk dapat membawa usul interpelasi ke dalam rapat paripurna yang berdasarkan persyaratan kuorum setidaknya harus dihadiri 54 anggota Dewan.
Itu artinya, untuk menggenapi kuorum hak interpelasi sekurang-kurangnya ada 21 anggota Dewan yang dapat bersepakat untuk melanjutkan usulan tersebut. Sekalipun berat, bukan berarti tidak mungkin penjajakan yang saat ini dilakukan oleh PSI maupun PDI-P kepada partai lainnya dapat berbuah dukungan.
Dalam hitungan jumlah kursi yang dimiliki tiap fraksi, setidaknya cukup memungkinkan jika ada dua hingga tiga fraksi lagi berubah haluan untuk mengalirkan dukungan melakukan interpelasi.
Terlebih, arena pertarungan politik ibu kota yang menjadi perpanjangan nasional akan sangat besar dipengaruhi keputusan keorganisasian partai di level pusat.
Oleh karena itu, partai-partai yang kini berada dalam rumpun koalisi sangat berpotensi untuk berbalik sikap dan masuk dalam barisan pendukung interpelasi.
Jika demikian, peralihan dukungan dari sejumlah partai, misalnya Gerindra (16 kursi), PAN (9 kursi), Golkar (6 kursi), atau PKB (5 kursi) tentu akan sangat menentukan keberlanjutan usulan interpelasi di ruang persidangan Dewan.
Partai-partai yang kini berada dalam rumpun koalisi sangat berpotensi untuk berbalik sikap dan masuk dalam barisan pendukung interpelasi.
Segala kemungkinan tentu masih akan terbuka seiring penjajakan dukungan kepada fraksi yang terus berjalan. Kini, publik terutama warga Ibu Kota tentulah berharap pusaran polemik yang terjadi antara lembaga legislatif dan Pemprov DKI Jakarta lekas dapat menemukan titik terang dan berujung kejelasan rencana penyelenggaraan balap Formula E.
Terpenting dari itu semua, penggunaan hak-hak legislatif sebagai bagian dari menjalankan fungsi pengawasan sejatinya memang harus terbebas dari berbagai kepentingan.
Selain memudarkan esensi hal substansial, penggunaan hak oleh anggota Dewan yang tidak dijalankan semestinya justru hanya akan terus menguak ketidakberpihakan elite kepada masyarakat. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Jakarta Targetkan Formula E Juni 2022, Mungkinkah?