Memulihkan Perekonomian Aceh, Bali, dan Papua Barat
Melemahnya kinerja sektor-sektor potensial membuat merosotnya nilai PDRB di sejumlah daerah.
Di balik tingginya pertumbuhan ekonomi nasional setelah mengalami resesi, masih terdapat sejumlah daerah yang pertumbuhannya rendah, bahkan minus. Pemulihan sektor-sektor unggulan disertai vaksinasi massal dan pencegahan penularan Covid-19 menjadi kunci bangkitnya perekonomian daerah rentan.
Setelah satu tahun mengalami resesi, ekonomi Indonesia mulai pulih pada triwulan II-2021. Secara tahunan, ekonomi tumbuh 7,07 persen dan diikuti oleh hampir seluruh provinsi. Sembilan dari 34 provinsi bahkan melampaui nilai pertumbuhan tersebut. Maluku Utara dan Sulawesi Tengah mencapai pertumbuhan tertinggi, lebih dari dua kali lipat pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun, masih terdapat dua pertiga provinsi lainnya masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, masih terdapat provinsi yang mengalami kontraksi, yakni Papua Barat dengan laju pertumbuhan minus 2,39 persen.
Penurunan sejumlah sektor dominan di Papua Barat menjadi penyebab anomali di tengah pemulihan ekonomi nasional. Sektor industri pengolahan mengalami kontraksi 9,79 persen secara tahunan. Padahal, industri pengolahan memiliki kontribusi terbesar pada produk domestik regional bruto (PDRB) Papua Barat, yaitu 23,89 persen.
Tak hanya itu, sektor pertambangan dan penggalian yang menjadi salah satu primadona ekonomi Papua Barat juga merosot. Pertumbuhannya minus 5,1 persen. Dengan kontribusi 16,9 persen, sudah tentu ekonomi Papua Barat secara keseluruhan ikut terpengaruh.
Kinerja sektor pertambangan yang melemah itu diikuti oleh terkontraksinya ekspor luar negeri. Dalam PDRB menurut kelompok pengeluaran, ekspor luar negeri di Papua Barat berperan cukup dominan. Sumbangannya terhadap PDRB 36,66 persen. Namun, pada triwulan II-2021 pertumbuhannya justru minus 12,9 persen dan menjadi kontraksi terdalam dari sisi pengeluaran.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Papua Barat, ekspor terbesar dari provinsi di timur Indonesia itu didominasi oleh kelompok bahan bakar mineral. Data pada Juni 2021 menunjukkan, andil ekspor bahan bakar mineral terhadap total ekspor Papua Barat 97,31 persen. Sebagai informasi, bahan bakar mineral merupakan bahan bakar fosil yang mengandung hidrokarbon, seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam.
Pola
Papua Barat menjadi satu-satunya daerah yang masih mengalami defisit pertumbuhan. Meski tak mengalami kontraksi seperti Papua Barat, dua provinsi lain di Indonesia masih belum mencapai pertumbuhan yang maksimal, yakni Aceh dan Bali. Keduanya menduduki posisi terendah kedua dan ketiga dengan pertumbuhan masing-masing 2,56 persen dan 2,83 persen.
Dua provinsi tersebut juga memiliki kesamaan pola dengan Papua Barat, di mana kinerja sektor unggulan belum optimal di triwulan II-2021. Di Provinsi Aceh, misalnya. Sektor unggulan di wilayah tersebut adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kontribusinya pada PDRB Aceh mencapai 30,77 persen. Namun, pertumbuhan ekonominya masih minim, yakni 2,63 persen.
Pertumbuhan ekonomi terbesar di Aceh justru berasal dari sektor transportasi dan pergudangan, sebesar 63,29 persen. Namun, pertumbuhan yang tinggi tersebut terjadi lantaran dasar pertumbuhan triwulan II tahun sebelumnya sangat rendah, yakni minus 50,68 persen.
Rendahnya pertumbuhan ekonomi di Aceh juga disebabkan oleh cukup dalamnya kontraksi yang terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, yakni minus 27,66 persen. Hal tersebut membuat pertumbuhan PDRB Aceh berkurang 2,55 persen. Padahal, pertumbuhan sektor transportasi yang sangat besar saja hanya mampu berkontribusi positif sebesar 2,31 persen dari total pertumbuhan 2,56 persen.
Dari sisi pengeluaran, ekonomi Aceh didominasi oleh kelompok pengeluaran konsumsi rumah tangga (58,43 persen). Akan tetapi, sama seperti sektor pertanian, pertumbuhan pada triwulan II-2021 hanya 0,25 persen, terendah di antara kelompok pengeluaran lainnya.
Pertumbuhan positif tertinggi terjadi pada kelompok impor luar negeri, yakni 179,61 persen. Merujuk catatan ekspor impor Aceh pada Juni 2021, kenaikan drastis tersebut disebabkan oleh kegiatan impor barang, terutama komoditas mesin atau pesawat mekanik. Hanya saja, komponen impor luar negeri tersebut justru bersifat mengurangi PDRB total.
Fenomena serupa terjadi di Provinsi Bali. Berdasarkan pendekatan pengeluaran, lebih dari separuh ekonomi Bali disumbang oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga (54,04 persen). Meski demikian, pertumbuhannya pada triwulan II-2021 baru 1,78 persen. Sementara, pembentukan modal tetap bruto, komponen pengeluaran dengan kontribusi terbesar kedua (29,23 persen), justru mengalami pertumbuhan negatif 2,9 persen.
Dari sisi lapangan usaha, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang menjadi representasi dari sektor pariwisata di Bali tumbuh 4,87 persen. Meski cukup tinggi, pertumbuhannya belum mampu mencapai 5 hingga 10 persen seperti saat sebelum pandemi. Triwulan IV-2019, pertumbuhan sektor tersebut 5,61 persen, bahkan pernah mencapai 10,59 persen pada triwulan III-2017.
Hal tersebut sebagai dampak dari masih dibatasinya kegiatan masyarakat, salah satunya aktivitas wisata. Padahal, kontribusi sektor tersebut pada ekonomi Bali hingga saat ini mencapai 17,03 persen. Di lain sisi, sektor pertanian yang menyumbang 15,49 persen PDRB Bali, hanya mampu tumbuh 0,69 persen pada triwulan II-2021.
Tantangan
Sejumlah fakta tersebut menunjukkan bahwa diperlukan adanya upaya ekstra untuk mendorong perekonomian wilayah-wilayah tersebut. Sektor unggulan di setiap wilayah perlu dioptimalkan dan diperhatikan secara serius. Hal tersebut untuk mencegah merosotnya PDRB secara total akibat melemahnya sektor-sektor potensial.
Ke depan, sejumlah tantangan dan harapan mewarnai upaya pemulihan ekonomi ketiga wilayah tersebut. Merujuk Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Provinsi Bali masih masuk dalam kategori level 4. Artinya, kegiatan di Bali masih sangat terbatas. Sebab, hingga 1 September 2021, rata-rata kasus baru Covid-19 dalam 7 hari masih relatif tinggi, yakni 425,57 kasus.
Begitu pula dengan Aceh, pada periode yang sama rata-rata kasus Covid-19 dalam tujuh hari terakhir masih 316,86 kasus. Bahkan trennya sejak awal masa PPKM darurat 3 Juli 2021 masih cenderung meningkat. Keskipun demikian, Provinsi Aceh sudah memasuki PPKM level 3 dan level 2, bersama dengan Papua Barat.
Cara lainnya adalah percepatan vaksinasi demi mencapai kekebalan komunitas yang menyeluruh agar aktivitas masyarakat segera pulih dan mendorong percepatan pergerakan ekonomi.
Percepatan tersebut juga tergambar dari tinggi pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 9,91 persen, termasuk untuk bidang kesehatan. Hal tersebut juga sejalan dengan pertumbuhan 9,2 persen pada sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial.
Baca juga : Harapan dan Kehati-hatian di Balik Pertumbuhan Ekonomi
Hanya saja, belum semua program vaksinasi sudah memiliki capaian maskimal. Di Aceh dan Papua Barat, pelaksanaan vaksinasi masih rendah. Hingga 31 Agustus 2021, vaksinasi dosis pertama di Aceh baru 18,9 persen, sementara dosis kedua 10,45 persen.
Vaksinasi di Papua Barat juga masih tergolong rendah, 24,24 persen pada vaksinasi dosis pertama dan 13,88 persen dosis kedua. Capaian vaksinasi kedua provinsi tersebut masih di bawah rata-rata nasional, yakni 30,09 pada dosis pertama dan 17,07 persen vaksinasi dosis kedua.
Hasil menggembirakan dicapai Bali yang capaian vaksinasinya relatif lebih tinggi. Pada periode yang sama, vaksinasi di Bali sudah 93,23 persen pada dosis pertama dan 53,67 persen pada dosis kedua.
Menguatkan potensi unggulan daerah disertai vaksinasi massal untuk mencapai kekebalan komunitas yang memungkinkan pelongggaran aktivitas publik dan dunia usaha menjadi harapan pemulihan perekonomian daerah.
Meski demikian, kewaspadaan tetap diperlukan dengan melakukan pengawasan yang optimal terkait penularan Covid-19 dan upaya pencegahannya. Sebab, kondisi Covid-19 yang tak kunjung membaik akan terus menekan perekonomian regional. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Catatan Pertumbuhan Ekonomi di Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Papua