Tantangan Menuju Indonesia Sehat 2045
Di usianya yang ke-76, bangsa Indonesia masih menghadapi tantangan mewujudkan derajat kesehatan dan gizi masyarakat, mulai dari peningkatan usia harapan hidup, tengkes, hingga pengendalian berbagai penyakit menular.
Tercapainya derajat kesehatan dan gizi masyarakat masih menjadi perjuangan bangsa Indonesia menuju visi pembangunan 2045. Pandemi Covid-19 menjadi momentum menyatukan langkah dan kebijakan untuk Indonesia sehat.
Bangsa Indonesia memiliki visi besar menyongsong 100 tahun kemerdekaannya sejak diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. Tujuan pembangunan yang dituangkan dalam Visi Indonesia 2045 adalah mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Dalam mewujudkan visi itu, Pemerintah Indonesia merujuk pada empat pilar pembangunan, dengan salah satu fondasinya adalah pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Aspek kesehatan menjadi bagian dari pilar pembangunan manusia Indonesia yang diupayakan dengan peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat.
Tercapainya derajat kesehatan warga diukur dengan capaian rata-rata usia harapan hidup masyarakat Indonesia yang mencapai 75 tahun. Dari sisi pengendalian penyakit, impian Indonesia 2045 adalah penurunan penyakit HIV/AIDS, TB, dan penyakit tidak menular lainnya. Selain itu, penyakit malaria diharapkan tereliminasi di seluruh wilayah Tanah Air dan anak balita tengkes menurun menjadi 5 persen.
Hingga 76 tahun perjalanan bangsa Indonesia, berbagai langkah telah dilakukan untuk menggapai kualitas manusia yang sehat dan unggul. Walau belum mencapai titik ideal, umur harapan hidup terus menunjukkan perbaikan, seperti yang terlihat dari pencapaian satu dekade terakhir. Usia harapan hidup meningkat dari 69,81 tahun pada 2010 menjadi 71,47 tahun pada 2020.
Hal yang sama terjadi dalam upaya penanggulangan penyakit, seperti penularan virus HIV. Merujuk data WHO pada 2018, tingkat penularan HIV di Indonesia mengalami penurunan sejak 2010 hingga 2018.
Walau cenderung menurun, jika mencermati tren selama sepuluh tahun terakhir, penambahan kasus pada periode 2016-2020 mengalami peningkatan 93.253 kasus dibandingkan dengan periode 2011-2015. Bahkan, persentase orang dengan AIDS dibandingkan dengan jumlah kasus infeksi HIV tahun 2020 mengalami peningkatan cukup besar dari tahun lalu, yaitu 6,6 persen.
Tantangan serupa dihadapi dalam penanganan eliminasi malaria. Definisi eliminasi yang dimaksud adalah suatu wilayah yang sudah tidak ditemukan penularan malaria kembali selama tiga tahun berturut-turut. Pada 2020, Kementerian Kesehatan memperlihatkan data kabupaten/kota yang telah mencapai eliminasi malaria baru mencapai 62 persen wilayah.
Kerja keras mengeliminasi malaria terus dilakukan dengan meningkatkan capaian wilayah bebas malaria. Dalam lima tahun terakhir, upaya ini mampu menambah cakupan daerah bebas malaria dari 266 kabupaten/kota pada 2017 menjadi 318 wilayah pada 2020.
Jalan berliku menuju Indonesia Sehat 2045 juga datang dari penanganan TB dan tengkes. Peningkatan kasus TB di Indonesia dicatat WHO mengalami peningkatan. Pada 2015 di Indonesia terdapat 331.703 kasus TB dan naik menjadi 563.879 kasus pada 2018. Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari delapan negara dengan beban TB terberat selain India, China, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan.
Fenomena serupa dialami dalam upaya penanganan anak balita pendek dan sangat pendek atau yang sering disebut sebagai stunting atau tengkes. Kondisi tengkes melihat status gizi yang berdasarkan pada indeks tinggi badan menurut umur. Berdasarkan hasil survei Status Gizi Balita pada 2019, prevalensi tengkes Indonesia tercatat 27,67 persen, di atas standar yang ditetapkan oleh WHO, yaitu 20 persen.
Dalam situasi terkini, yaitu penanganan pandemi Covid-19, Indonesia juga masih menghadapi tantangan menangani krisis kesehatan akibat wabah korona. Tingkat kematian pasien Covid-19 per 16 Agustus 2021 mencapai 1.245 kasus. Penambahan jumlah kasus baru ini, berdasar data Worldometers, masih merupakan yang tertinggi di dunia melebihi kasus kematian harian di Rusia, Iran, Malaysia, India, Meksiko, dan Thailand.
Strategi
Belum maksimalnya capaian indikator pengendalian beberapa penyakit tersebut menjadi tantangan perjuangan bangsa mencapai target Indonesia 2045. Padahal, sejumlah strategi sudah dirancang untuk mewujudkan impian besar tersebut.
Dokumen Visi Indonesia 2045 yang disusun Bappenas menyebutkan upaya pembangunan di bidang kesehatan tersebut dilakukan dengan strategi penguasaan teknologi kesehatan, pemahaman perilaku hidup sehat, pencegahan dan pengendalian penyakit yang responsif, serta penyediaan fasilitas dan jaminan kesehatan nasional.
Strategi tersebut kemudian dijabarkan secara terukur untuk menjadi pedoman dan evaluasi dalam pelaksanaannya. Strategi penguasaan teknologi kesehatan dijabarkan dengan sasaran program penguasaan terhadap teknologi baru di bidang kesehatan serta menjaga tetap berperannya puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan masyarakat.
Di atas kertas, strategi ini menjadi tumpuan pelaksanaan program agar berjalan maksimal. Namun, belum semua program berjalan maksimal, seperti penggunaan teknologi dalam deteksi dini penanganan penularan penyakit. Saat ini, bantuan teknologi, termasuk dukungan layanan laboratorium modern, memungkinkan deteksi dini dilakukan melalui tes cepat untuk sesegera mungkin mengetahui seseorang terpapar penyakit.
Salah satu contoh penggunaan metode deteksi cepat menggunakan pemeriksaan berbasis biomolekuler dilakukan untuk menekan penularan TB. Hanya saja, upaya itu belum merata ditetapkan di layanan kesehatan seperti puskesmas.
Hingga Maret 2021, layanan tes cepat TB baru ada di 1.097 fasilitas kesehatan. Akibatnya, upaya pemeriksaan dini TB menjadi terhambat. Padahal, fase awal pemeriksaan tersebut menentukan penemuan kasus TB agar segera dapat diobati dan tidak menularkan ke lebih banyak orang.
Minimnya tes cepat juga dialami dalam penanganan penularan Covid-19. Tes cepat yang dilakukan di Indonesia sebanyak 106.506 per 1.000.000 populasi. Langkah awal mencegah Covid-19 di Indonesia ini berada di belakang sejumlah negara yang juga mengalami lonjakan kasus korona, seperti Singapura, Malaysia, Rusia, Brasil, AS, dan India.
Demikian pula dalam deteksi HIV. Hingga Maret 2021 terdapat 427.201 kasus HIV yang berhasil ditemukan di Indonesia. Jumlah tersebut baru 78 persen dari total kasus orang dengan HIV dan AIDS yang diperkirakan ada di Indonesia. Dari jumlah kasus yang berhasil ditemukan tersebut, baru 26,6 persen pengidap HIV yang menjalani pengobatan dan 7,7 persen orang dengan HIV yang virus di tubuhnya tak lagi terdeteksi.
Kondisi tersebut masih jauh dari target dunia, yakni 90 persen orang dengan HIV tahu statusnya, 90 persen dari yang tahu statusnya menjalani pengobatan dan 90 persen yang berobat itu virus dalam tubuhnya sudah tidak terdeteksi lagi sehingga tidak bisa menularkan kepada orang lain.
Disparitas
Selain memperkuat implementasi strategi, aspek lain yang dapat ditingkatkan untuk meningkatkan capaian target Indonesia sehat adalah memperbaiki disparitas layanan kesehatan. Publikasi Rencana Aksi Program Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan 2020-2024 memperlihatkan kesenjangan layanan kesehatan antarkawasan di Indonesia.
Padahal, daya dukung layanan kesehatan yang merata dan berkualitas diperlukan sebagai pijakan awal menuju Indonesia sehat. Disparitas ini setidaknya dapat dilihat dari rasio puskesmas, jumlah dokter, serta dukungan ketersediaan laboratorium kesehatan.
Ketimpangan keberadaan puskesmas antara wilayah Jawa dan luar Jawa tergambar dari data rasio puskesmas terhadap kecamatan. Rasio terendah ada di Provinsi Papua Barat, yaitu sebesar 0,28 puskesmas per kecamatan.
Setelah Papua Barat, rasio puskesmas terendah berikutnya adalah Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo. Rasio puskesmas per kecamatan tersebut menjadi gambaran kondisi aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan primer. Artinya, semakin rendah rasio puskesmas, semakin minim pula jangkauan penduduk mengakses layanan kesehatan.
Hampir serupa, dukungan laboratorium kesehatan juga timpang di wilayah luar Jawa. Enam provinsi yang memiliki laboratorium paling sedikit ialah Provinsi Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Papua Barat, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara, dan Maluku.
Padahal, laboratorium kesehatan merupakan salah satu sarana penunjang pelayanan kesehatan. Laboratorium kesehatan diperlukan untuk memeriksa, menganalisis, menguraikan, dan mengidentifikasi bahan dalam penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, dan kondisi kesehatan tertentu.
Disparitas lainnya adalah ketersediaan dokter. Saat ini masih ada 1.513 puskesmas di seluruh Tanah Air yang sama sekali tidak memiliki dokter. Minimnya dokter ini banyak terjadi di Maluku, Papua, Papua Barat, dan Maluku Utara.
Tanpa dukungan layanan kesehatan serta sumber daya manusia kesehatan yang memadai, langkah besar mengupayakan kualitas masyarakat menjadi terhambat. Di wilayah-wilayah yang mengalami kekurangan layanan kesehatan mudah ditemui kasus gizi buruk, tengkes, hingga imunisasi yang masih minim.
Merujuk data Riset Kesehatan Dasar 2018, proporsi bayi gizi buruk dan gizi kurang juga banyak ditemui di wilayah luar Jawa, khususnya di wilayah Indonesia timur. Proporsi bayi gizi buruk tertinggi ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Maluku, dan Sulawesi Barat.
Selain gizi buruk, muncul pula proporsi populasi tengkes yang masih memerlukan kerja keras untuk menanganinya, terutama di Aceh, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, dan Papua.
Kondisi lain yang juga masih harus diperhatikan adalah angka imunisasi. Jika mencermati data per provinsi pada 2018, masih ada 18 provinsi yang belum mencapai target imunisasi dasar, seperti di wilayah Papua, Nusa Tenggara Timur, serta Aceh.
Melihat kondisi ini, upaya besar mewujudkan Visi Indonesia 2045 masih memerlukan pemerataan layanan kesehatan di seluruh pelosok negeri. Dukungan fasilitas kesehatan dan sumber daya kesehatan diperlukan untuk membangun kualitas manusia Indonesia yang sehat.
Baca juga : Atasi Kesenjangan Kesehatan
Semangat perjuangan para pendiri bangsa saat ini menemukan medan pertempuran baru di bidang kesehatan. Pandemi Covid-19 yang telah memasuki tahun kedua di bumi pertiwi memerlukan dukungan kerja bersama semua elemen bangsa untuk menekan kasus penularan dan angka kematian.
Penyediaan layanan kesehatan berkualitas dengan dukungan anggaran kesehatan yang memadai di masa pandemi dapat menjadi momentum mengendalikan wabah Covid-19 sekaligus menyiapkan langkah besar menuju Indonesia Sehat 2045. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Warisan Kualitas Layanan Kesehatan Indonesia