Proklamasi dan Fantasi Revolusi yang Nyaris Terlupakan
Teks proklamasi diketik dengan kalimat sederhana. Menurut Soekarno, teks proklamasi ini adalah sebuah pernyataan umum dan tidak dibuat dalam bentuk sebuah pengulangan.
”Seseorang memberikan buku catatan bergaris-garis biru seperti yang dipakai pada buku tulis anak sekolah. Aku menyobeknya selembar dan dengan tanganku sendiri menuliskan kata-kata proklamasi di atas garis-garis biru itu.” (Soekarno)
Demikian kenangan Soekarno saat mencoba menapak tilas momen proklamasi. Kenangan ini diceritakan oleh Soekarno kepada Cindy Adams, wartawan dan penulis asal Amerika Serikat, dan disampaikan dalam buku berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Dalam pertemuannya dengan Cindy Adams, Soekarno bercerita beberapa hal tentang kisah di balik momen proklamasi. Salah satunya ialah tentang kesederhanaan yang melekat jelang detik-detik jelang proklamasi.
Momen kesederhanaan ini terpotret dalam beberapa hal. Salah satunya ialah teks proklamasi yang diketik dengan kalimat sederhana. Menurut Soekarno, teks proklamasi ini adalah sebuah pernyataan umum dan tidak dibuat dalam bentuk sebuah pengulangan.
Teks yang menentukan perjalanan sejarah bangsa ini pun hanya ditulis pada secarik kertas. Pernyataan ini tidak dipahatkan di atas perkamen dari emas,” kenang Soekarno.
Bahkan, Soekarno juga mengakui luput untuk menyimpan beberapa benda bersejarah terkait momen proklamasi. Ia pun tidak begitu mengingat dari mana benda-benda penting yang digunakan untuk menuliskan teks proklamasi itu diperoleh.
”Kami juga tidak mencari pena bulu ayam agar sesuai tradisi. Siapa sempat memikirkan soal itu? Kami bahkan tidak menyimpan pena bersejarah yang dipakai menuliskan kata-kata yang akan hidup abadi itu,” kata Soekarno. Dalam benak Soekarno, proklamasi adalah momen istimewa nan sederhana.
Beberapa momen penting dalam proklamasi memang nyaris terlupakan. Bahkan, tak banyak yang menyadari bahwa kertas yang digunakan oleh Soekarno adalah selembar sobekan dari sebuah buku, bukan kertas khusus yang disediakan untuk menulis teks proklamasi.
Baca juga : Yogyakarta dan Pesan Kemerdekaan Soekarno
Fantasi revolusi
Harus diakui, kondisi ini tidak terlepas dari perjuangan melelahkan yang ditempuh oleh para pendiri bangsa jelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Soekarno pun mengakui, jelang membacakan teks proklamasi, ia berada dalam kondisi yang sangat letih di tengah kondisi sakit malaria dengan suhu tubuh hingga 40 derajat celsius.
Apalagi sebelum proklamasi dibacakan, Soekarno dan Mohammad Hatta baru saja kembali dari Rengasdengklok seusai dijemput oleh para pemuda pada waktu makan sahur tanggal 16 Agustus 1945 dini hari.
Dalam sebuah tulisannya yang diterbitkan pada 1970, Hatta mengenang momen ini bersamaan dengan peristiwa seputar proklamasi dengan sebutan fantasi revolusi. (Hatta, 1970)
Sebelum proklamasi dibacakan, Soekarno dan Mohammad Hatta baru saja kembali dari Rengasdengklok seusai dijemput oleh para pemuda pada waktu makan sahur tanggal 16 Agustus 1945 dini hari.
Selain perdebatan antara golongan tua dan golongan muda tentang kemerdekaan, cukup banyak momen yang tidak sepenuhnya terungkap di antara peristiwa Rengasdengklok. Meskipun momen kecil, peristiwa ini tetap menarik untuk dicermati sebagai bagian sejarah sebelum teks proklamasi dibacakan.
Salah satu momen, misalnya, saat Achmad Soebardjo menuju Rengasdengklok untuk memastikan keberadaan Soekarno dan Hatta. Ban mobil yang digunakan oleh Soebardjo sempat kempis saat berada di batas kota Rengasdengklok. Saat itu, suasana sudah gelap dan jam buka puasa telah lewat. Beruntung, perjalanan tetap dapat dilanjutkan.
Sulit membayangkan jika Achmad Soebardjo tidak segera tiba di Rengasdengklok. Pasalnya, melalui jaminan Soebardjo, akhirnya Soekarno-Hatta dapat kembali ke Jakarta untuk mempersiapkan teks proklamasi.
Para pemuda dari PETA sempat mencurigai Soebardjo sebagai perwakilan atau mata-mata Jepang. Berkat ketenangannya, ia bahkan memberikan jaminan bahwa proklamasi dilakukan secepat mungkin sekitar tanggal 17 Agustus 1945 pukul 06.00.
”Jika usaha saya gagal, saya yang memikul tanggung jawab. Mayor bisa menembak mati saya,” kata Soebardjo yang mencoba meyakinkan Komandan Peta di Rengasdengklok, Chudanco Soebeno.
Momen lainnya yang juga cukup luput dari rekaman sejarah ialah saat Soekarno dan Hatta menempuh perjalanan dari Rengasdengklok ke Jakarta. Saat tiba di Klender, terlihat bahwa langit di Jakarta memerah.
Sukarni, golongan muda yang ikut dalam rombongan, sempat terkejut dan mengira bahwa telah terjadi kebakaran sebagai akibat amukan dan revolusi dari rakyat.
Ternyata, setelah Soekarno mengamati keadaan sekitar, api itu berasal dari orang yang membakar jerami. Suasana ketegangan berubah dengan tawa anggota rombongan setelah memastikan revolusi yang dicemaskan terjadi lebih awal tidak terbukti. (Ilham, 2013)
Hal menarik dan nyaris terlupakan terkait peristiwa seputar proklamasi ialah mesin ketik yang digunakan. Saat itu, mesin ketik yang tersedia hanyalah mesin dengan huruf kanji.
Sesampainya di Jakarta, Bung Hatta meminta Soebardjo menghubungi Hotel des Indes agar menyediakan ruangan rapat. Tujuannya agar rapat dapat segera diadakan di atas pukul 00.00. Sayangnya, pihak hotel tidak dapat memberikan ruangan karena Jepang melarang pertemuan diadakan di atas pukul 22.00.
Pertemuan akhirnya diadakan di rumah Laksamana Tadashi Maeda setelah diberi izin untuk mengadakan pertemuan. Maeda adalah tokoh militer Jepang yang dekat dengan tokoh bangsa.
Selain ragam perdebatan yang bermuara pada ketikan teks proklamasi dari Sayuti Melik, hal menarik dan nyaris terlupakan terkait peristiwa seputar proklamasi ialah mesin ketik yang digunakan. Saat itu, mesin ketik yang tersedia hanyalah mesin dengan huruf kanji.
Menyikapi hal ini, Satsuki Mishima, seorang sekretaris urusan rumah tangga di rumah Maeda bersama beberapa orang lainnya mencoba menuju kantor perwakilan angkatan laut Jerman untuk meminjam mesin ketik.
Kantor itu terletak di kawasan Medan Merdeka Timur, Jakarta. Dengan seizin Kolonel Kandeler selaku komandan Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine), mesin ketik tersebut akhirnya berhasil diperoleh.
Baca juga : Kala Bung Karno Dikritik lewat Coretan Tembok
Berita proklamasi
Teks proklamasi akhirnya dibacakan oleh Soekarno sekitar pukul 10.00 pada hari Jumat, 17 Agustus 1945. Revolusi saat itu tidak hanya menjadi fantasi belaka, tetapi juga sudah di depan mata.
Di tengah sejumlah kisah menarik lainnya seputar pembacaan teks proklamasi, tangan-tangan penyebar berita proklamasi adalah catatan yang tidak kalah penting untuk terus diingat. Tanpa mereka, berita proklamasi tidak akan menyebar dan diketahui oleh masyarakat luas.
Selain Alex Mendoer dan Frans Mendoer yang hadir untuk mengabadikan foto proklamasi, peran Burhanudin Mohamad (BM) Diah, wartawan harian Asia Raja, juga tak kalah penting.
Selain menyebarkan berita tentang proklamasi, BM Diah yang saat itu berada di rumah Maeda turut berjasa menyelamatkan naskah proklamasi coretan tangan Soekarno.
Dalam buku Catatan BM Diah: Peran ”Pivotal” Pemuda Seputar Lahirnya Proklamasi 17-8-\'45 (2018), ia menceritakan momen-momen saat menyaksikan peristiwa bersejarah dalam pengetikan teks proklamasi oleh Sayuti Melik.
”Secepat kilat, saya ambil kertas sepotong yang bercorat-coret itu, yang bernilai sejarah, yang tidak boleh dilupakan oleh bangsa Indonesia dari angkatan ke angkatan. Ia ditinggalkan, terlupakan oleh Sayuti Melik,” kenang BM Diah.
BM Diah juga bergerak cepat menuju daerah Pecenongan untuk menuju percetakan demi menyebarkan berita proklamasi. Di kawasan itu terdapat percetakan bernama Siliwangi milik orang Indonesia bernama Ili Sasmita yang dikenal baik oleh BM Diah.
Dari sinilah lembaran informasi tentang proklamasi dicetak dan disebarkan oleh BM Diah. Bersama sopir truk bernama Boos, lembaran yang dicetak sekitar 1.000 lembar itu disebar ke sejumlah kawasan di Jakarta. ”Tidak ada orang lain yang dapat mencetak sebaran sepagi itu. Indah sekali perkataan proklamasi di atas kertas putih,” kenang BM Diah.
Sopir truk, pemilik percetakan yang membantu BM Diah, serta tokoh lainnya tentu adalah bagian penting dalam perjalanan sejarah bangsa. Selain para tokoh utama, peran mereka tentu juga layak dikedepankan untuk memahami sejarah dari kaca mata lainnya.
Banyak sekali peristiwa di seputar detik-detik proklamasi yang juga layak untuk ditengok sebagai bagian dari sejarah bangsa. Sejarah tentu bukan hanya tentang aliran arus sungai utama, melainkan juga menyangkut anak-anak sungai yang menarik untuk dilihat aliran dan tempat ia bermuara. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mengapa Harus Membayar Berita Daring?