Pola Hidup Rebahan, antara Kesehatan dan Produktivitas
Bekerja sembari rebahan bukan hal yang disarankan dari aspek kesehatan, tetapi tidak buruk jika dilakukan secara terukur. Yang tidak kalah penting, tetaplah produktif bekerja dengan cara apa pun.
Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
·4 menit baca
DEBORA LAKSMI INDRASWARI
Bekerja dari tempat tidur.
Pandemi Covid-19 yang diikuti pembatasan wilayah membuat masyarakat banyak melakukan aktivitas bekerja dan belajar dari tempat tinggalnya. Kondisi ini memunculkan gaya hidup rebahan di kalangan pekerja dan pelajar. Tempat tidur bertransformasi menjadi tempat kerja dan belajar, bagaimana perubahan ini membawa dampak pada kesehatan dan produktivitas?
Banyaknya warga dunia yang beraktivitas dari rumah di masa pandemi Covid-19 tecernin dari riset yang dilakukan Organisasi Buruh Internasional (ILO). Dalam laporan ”Working from Home from Invisibility to Decent Work”, ILO menjabarkan, pada 2019 terdapat sekitar 260 juta orang atau 7,9 persen tenaga kerja dunia bekerja dari rumah. Angka ini meroket menjadi 18 persen ketika pandemi, bahkan di beberapa negara mencapai 30 persen.
Sedikitnya terdapat tambahan 300 juta pekerja yang bekerja dari rumah sepanjang tahun 2020 hingga 2021. Mereka melakukan beragam upaya untuk dapat menyelesaikan pekerjaan di lingkungan baru, yaitu di tempat tinggal masing-masing.
Kebiasaan baru tersebut diikuti adaptasi dengan menyediakan tempat yang layak dan nyaman untuk seharian bergelut dengan pekerjaan. Masyarakat mulai berbelanja kebutuhan pendukung, seperti meja kerja untuk menyiapkan tempat kerja. Perilaku mencari kebutuhan tersebut salah satunya terlihat dari pencarian Google Trends dengan kata kunci ”meja kerja” yang mencapai titik tertinggi pada 2020 dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya.
Berangsur-angsur tempat kerja yang tadinya berada di meja bergeser ke tempat yang dipandang lebih nyaman yaitu tempat tidur. Tren ini salah satunya diteliti oleh Tuck Sleep, lembaga yang bergerak di bidang riset dan konsultasi peningkatan kualitas istirahat dan tidur. Survei yang melibatkan lebih dari 1.000 warga Amerika Serikat menguak hasil bahwa 7 dari 10 responden mengaku bekerja di tempat tidurnya.
Terkait durasi, hampir separuh dari responden menghabiskan waktu hingga delapan jam bekerja di tempat tidur dalam waktu seminggu. Selain itu, terdapat 25 persen responden yang menggunakan ranjang sebagai kantornya lebih dari delapan jam bahkan mencapai 40 jam dalam sepekan.
Temuan survei ini menggiring pada diskusi menyoal aspek kesehatan dan produktivitas. Pasalnya, aktivitas yang dilakukan di tempat tidur tidak hanya untuk bekerja, para pelajar juga menjalani gaya hidup rebahan untuk menyelesaikan tugas belajar sehari-hari.
Aspek kesehatan
Tarik-menarik antara kebiasaan menggunakan meja belajar atau meja bekerja dan kebiasaan menggunakan tempat tidur terjadi dalam pembahasan soal para murid yang menyelesaikan pekerjaan rumah. Argumen kubu tempat tidur berpandangan peralatan tidak banyak berpengaruh terhadap kenyamanan dalam belajar. Belajar di meja, sofa, atau tempat tidur sama-sama nyaman. Bahkan, beberapa kegiatan, seperti membaca, lebih nyaman dilakukan sambil santai atau rebahan.
Sementara tim meja belajar memandang bahwa meja belajar dan tempat tidur memiliki fungsi masing-masing dan tidak bisa dicampuradukkan. Ditambah lagi dengan asumsi bahwa belajar di meja akan lebih efektif dan berhasil dibandingkan apabila dilakukan secara rebahan.
Salah satu alasan yang mendasari pandangan tersebut muncul dari aspek kesehatan. Bekerja di kasur menyimpan potensi masalah pada aspek ergonomik. Bekerja dan belajar di tempat tidur biasanya dilakukan dengan posisi tubuh telentang, miring ke sisi kanan atau kiri, duduk dan bersandar, bahkan telungkup.
Menilik kembali data dari penelitian Tuck Sleep, apabila seseorang bekerja dari kasur selama delapan jam dalam lima hari kerja, rata-rata per hari menghabiskan minimal satu setengah jam rebahan. Tempat tidur empuk dan nyaman membuat orang betah berlama-lama dalam posisi yang sama.
Empuknya bahan tempat tidur dapat berdampak pada bentuk tubuh dalam jangka waktu tertentu tergantung dari durasi dan posisi badan. Akibatnya, dapat terjadi tegangan yang menimbulkan rasa kaku serta nyeri di pada otot leher, pinggang, dan persendian.
Menurut kesaksian para dokter di Amerika Serikat yang dimuat The New York Times, mereka menerima laporan keluhan pasien berupa nyeri punggung dan permasalahan seputar otot. Berdasarkan cerita yang dihimpun, hal ini diakibatkan posisi kerja yang tidak ergonomis, salah satunya di sofa dan tempat tidur.
Susan Hallbeck, Direktur Teknik Sistem Layanan Kesehatan Mayo Clinic, mengatakan, apabila tidak terpaksa bekerja di tempat tidur, sedapat mungkin dihindari. Beberapa orang yang terpaksa bekerja dan belajar di tempat tidur yaitu karena sakit, sedang dalam masa bed rest, atau menyandang disabilitas.
Apabila dalam kondisi terpaksa atau sekadar variasi beraktivitas di sofa dan ranjang, perlu memperhatikan beberapa hal berikut. Pertama, tetap menjaga punggung dalam posisi bersandar agak tegak dengan membuat sandaran menggunakan bantal atau guling. Cara ini menghindarkan pinggang dan punggung melengkung yang berujung pada timbulnya rasa nyeri.
Cara kedua yaitu beri ganjalan di balakang lutut supaya sendi lutut bersudut dan tidak terjulur kaku. Posisi lutut bersudut mengurangi ketegangan pada sendi supaya tidak nyeri dan kaku. Ketiga, berusaha sebisa mungkin memosisikan layar laptop sejajar dengan mata tetapi tidak terlalu tinggi supaya tangan nyaman di atas keyboard. Tujuannya supaya kepala tidak menunduk dalam waktu lama dan menyakiti leher.
Terakhir, jangan memosisikan tubuh tengkurap atau rebahan sembari miring ke sisi kiri atau kanan sebab posisi ini dapat menimbulkan ketegangan otot di lengan, pinggang, dan leher. Kesehatan fisik sangatlah penting karena akan berdampak ke aspek selanjutnya, yaitu produktivitas.
Aspek produktivitas
Penelitian Tuck Sleep mengungkap bahwa bekerja di tempat tidur menurunkan tingkat produktivitas dalam bekerja. Dari hasil survei, sebanyak 71 persen responden mengaku menjadi kurang produktif ketika bekerja di tempat tidur atau sofa. Hanya 3 dari 10 responden yang mengaku lebih produktif.
Dengan demikian, pengaruh bekerja di kasur terhadap kinerja tidaklah mutlak baik atau buruk. Sebagian yang mengaku kurang produktif mengaku ketiduran ketika bekerja, ada juga yang justru mengalami gangguan atau distraksi untuk melakukan kegiatan selain pekerjaan.
Gaya hidup bekerja di ranjang yang berulang secara perlahan mengisyaratkan kepada tubuh bahwa tempat tidur tidak ada bedanya dengan tempat kerja. Hal ini memengaruhi kualitas tidur seseorang. Tuck Sleep menemukan bahwa seseorang tidur dengan durasi yang lebih lama tetapi dengan kualitas istirahat lebih rendah akibat gaya hidup rebahan.
Walaupun mayoritas mengalami penurunan kinerja, ternyata terdapat jenis pekerjaan yang lebih efektif dilakukan sembari rebahan. Pekerjaan tersebut adalah yang bersifat repetitif, misalnya berbalas surel atau bertelepon, memasukkan data dan menyusun rencana kerja.
Adapun pekerjaan yang butuh konsentrasi penuh, antara lain menyusun laporan, menulis, melakukan penelitian, dan menyusun kode atau coding, lebih baik dikerjakan tidak sembari rebahan. Artinya, tidak semua jenis pekerjaan dapat dilakukan di ranjang secara efektif.
Kompas
Gambar tangkap layar dari film Darkest Hour (2017) yang menampilkan Winston Churchill (Gary Oldman) beraktivitas dan bekerja di tempat tidurnya.
Bekerja di tempat tidur memang cocok untuk sebagian orang, salah satunya adalah mantan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill. Mengutip dari The Guardian, Churchill terbiasa sarapan di tempat tidur dan rebahan hingga pukul 13.00. Di sebelah tempat tidurnya terdapat meja kerja sekretarisnya yang siap mengetikkan surat atau dokumen yang isinya disampaikan secara lisan oleh Churchill.
Posisi rebahan sejak bangun tidur hingga ia beranjak mandi dan keluar rumah membuatnya dapat berpikir lebih jernih dan tenang. Mengingat pada masa pemerintahannya yang begitu sulit dan memikul tanggung jawab besar, Inggris bersama dengan sekutu sedang bertarung melawan Jerman dan Italia di tanah Eropa.
Lapis demi lapis informasi seputar gaya hidup rebahan telah dikupas. Bekerja sembari rebahan bukan hal yang disarankan tetapi tidak buruk jika dilakukan secara terukur. Bekerja di tempat yang nyaman, seperti sofa atau ranjang, memiliki magnet yang sangat kuat. Apabila dicermati, risikonya bisa dikendalikan supaya dapat diambil manfaatnya sembari menghindari kerugiannya.
Jika Anda adalah kaum rebahan, rebahanlah secara produktif dengan memperhatikan kesehatan. (LITBANG KOMPAS)