Menakar Geliat dan Prospek Industri Otomotif di Masa Pandemi
Sebagai salah satu industri strategis, bangkitnya industri otomotif di tanah air diharapkan mampu memberikan daya ungkit terhadap perekonomian nasional.
Oleh
Antonius Purwanto
·7 menit baca
Bangkitnya industri otomotif nasional pada semester pertama tahun ini memberikan harapan dan angin segar bagi tumbuhnya ekonomi nasional. Setelah sempat lesu hampir sepanjang 2020 akibat pandemi Covid 19, penjualan kendaraan bermotor mulai merangkak naik.
Data yang dikeluarkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan adanya peningkatan penjualan kendaraan roda empat atau lebih. Sepanjang Januari hingga Juni 2021 ini, penjualan mobil dari pabrikan ke diler (wholesales) mencapai 393.469 unit atau naik sekitar 50,79 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni 260.932 unit. Sedangkan penjualan dari diler ke konsumen (ritel) pada semester pertama tahun ini berjumlah 387.873 unit atau meningkat 33,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2020, yakni 290.580 unit.
Bukan hanya di dalam negeri, penjualan secara ekspor turut mengalami peningkatan. Di semester pertama tahun ini, ekspor mobil secara utuh atau completely built up (CBU) tercatat 146.985 unit, naik jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni 105.229 unit. Sedangkan, ekspor mobil secara terurai atau completely knocked down (CKD) angkanya sebesar 52.816 unit. Jumlah ini melesat 135,18 persen dari tahun lalu yang hanya sebanyak 22.457 unit.
Sementara, ekspor sparepart juga mengalami peningkatan. Di semester pertama tahun ini, total komponen yang diekspor mencapai 44.361.652 unit, naik jika dibandingkan angka di tahun lalu yang hanya 25,139,017 unit.
Berbeda dengan tahun ini yang mulai tumbuh, pada tahun 2020, penjualan mobil turun drastis terimbas pandemi Covid-19 yang diikuti sejumlah pembatasan. Diler tak bisa leluasa jualan, sedangkan perekonomian masyarakat terganggu dan minat beli anjlok.
Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil dari pabrikan ke diler turun drastis hingga 48,3 persen dari 1.030.126 unit pada 2019 menjadi 532.407 unit pada tahun 2020. Sedangkan penjualan mobil dari diler ke konsumen hampir sama kondisinya, turun 44,7 persen pada 2020 dibanding 2019. Pada 2020, retail sales hanya 578.327 unit, turun dari 1.045.717 unit.
Relaksasi PPnBM
Mulai pulihnya industri otomotif di semester pertama tahun ini tak lepas dari kebijakan stimulus untuk sektor ini. Salah satunya adalah kebijakan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM-DTP) bagi kendaraan bermotor.
Sejak Maret 2021, pemerintah memberikan stimulus konsumsi kelas menengah berupa relaksasi PPnBM-DTP sektor otomotif melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-20/PMK.010/2021. Dalam PMK tersebut, pemerintah memberikan stimulus diskon pajak untuk segmen sampai dengan 1.500 cc kategori sedan dan 4x2, serta memiliki komponen lokal paling sedikit 70 persen.
Besarnya PPnBM kendaraan bermotor ditanggung oleh pemerintah dan diberikan secara bertahap. Untuk masa pajak Maret-Mei 2021, PPnBM ditanggung 100 persen. Selanjutnya, untuk masa pajak Juni-Agustus 2021, PPnBM ditanggung 50 persen. Terakhir, untuk masa pajak September-Desember 2021, PPnBM ditanggung 25 persen. Makin cepat masyarakat membeli kendaraan bermotor, makin besar insentif yang didapatkan.
Pemerintah kemudian memperluas relaksasi diskon PPnBM DTP bagi sektor otomotif untuk kapasitas mesin di bawah 1.500 cc hingga 2.500 cc yang berlaku sejak 1 April 2021. Langkah jitu pemerintah tersebut berhasil menggeliatkan industri otomotif dalam negeri.
Selain untuk mempertahankan basis industri otomotif, insentif ini bertujuan untuk menstimulasi konsumsi masyarakat dan menggerakkan ekonomi. Sebagai salah satu industri strategis nasional, kontribusi industri otomotif cukup besar terhadap perekonomian nasional.
Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), kontribusi industri otomotif terhadap produk domestik bruto (PDB), khususnya terhadap PDB nonmigas sebesar 3,98 persen pada 2019. Sedangkan industri pendukung otomotif kontribusinya mencapai Rp 700 triliun pada PDB tahun 2019.
Industri otomotif juga melibatkan banyak pelaku usaha lokal dalam rantai produksinya dari hulu sampai hilir. Mulai dari bahan baku, suku cadang, industri kecil menengah (IKM) sektor komponen, aksesori, hingga lembaga pembiayaan (leasing).
Data Kemenperin menunjukkan, terdapat 22 perusahaan yang bergerak di industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih. Terdapat pula sekitar 1.550 perusahaan industri bahan baku dan komponen otomotif dalam negeri, yang terdiri atas 550 perusahaan industri tier 1, dan 1.000 perusahaan industri merupakan tier 2 dan 3. Sektor ini menyumbangkan nilai investasi sebesar Rp 99,16 triliun dengan total kapasitas produksi mencapai 2,35 juta unit per tahun.
Disamping itu, industri otomotif termasuk industri padat karya, tempat bergantung 1,5 juta pekerja langsung dan 4,5 juta pekerja tidak langsung.
Adapun dalam peta persaingan industri otomotif global, produksi Indonesia menempati peringkat ke-13, sedangkan penjualannya di peringkat 15.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia bersaing ketat dengan negara ASEAN lainnya baik produksi maupun penjualan. Di sisi produksi, Indonesia berada di posisi kedua setelah Thailand. Menurut data ASEAN Automotive Federation, sepanjang Januari hingga Mei tahun ini, Indonesia memproduksi mobil sebanyak 413.116 unit, sedangkan Thailand memproduksi mobil hingga 710.356 unit.
Dari sisi penjualan pada tahun 2019, Indonesia sempat mengungguli Thailand, namun pada tahun 2020 dan periode Januari-Mei 2021, Thailand lebih unggul dalam penjualan. Tercatat untuk periode Januari hingga 2021, angka penjualan Negeri Gajah Putih tersebut mencapai 363.355 unit. Sedangkan angka penjualan Indonesia masih sebanyak 320.749 unit.
Prospek Industri Otomotif
Memasuki semester kedua 2021, pelaku usaha di industri otomotif tetap berharap roda perekonomian nasional dapat terus melaju kencang seiring pemulihan ekonomi baik di tingkat global maupun domestik. Namun harapan itu tampaknya masih mendapatkan tantangan di tengah meningkatnya kasus Covid-19 di Tanah Air sejak awal Juli lalu.
Penyebaran virus Covid-19 beserta varian barunya mendorong pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat di sejumlah daerah di Indonesia sejak 3 Juli 2021 lalu dan terus diperpanjang hingga saat ini. Terakhir, pemerintah memperpanjang PPKM darurat di 141 daerah di Indonesia hingga 9 Agustus 2021 nanti.
Perpanjangan PPKM Darurat tersebut diperkirakan akan menahan kembali aktivitas ekonomi masyarakat dan menekan semua sektor bisnis, termasuk sektor otomotif. Masyarakat diperkirakan akan kembali menunda belanja lantaran lebih memprioritaskan untuk menyimpan uang guna berjaga-jaga menghadapi ketidakpastian di tengah pandemi.
Imbasnya, tren peningkatan penjualan otomotif yang sudah membaik di semester pertama tahun ini berpotensi mengalami tekanan lagi. Utamanya di sisi penjualan dan produksi.
Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, pemerintah memutuskan memperpanjang fasilitas PPnBM DTP 100 persen untuk penjualan mobil 4x2 di bawah 1.500 cc hingga Agustus 2021. Sementara dari September-Desember 2021, diskon PPnBM berlaku 50 persen. Kebijakan ini diambil setelah pemerintah melihat tren positif penjualan mobil selama pemberlakuan relaksasi PPnBM DTP sejak awal Maret hingga Mei.
Namun demikian, terlepas dari beragam upaya dan kebijakan yang diambil selama pandemi Covid-19, industri otomotif nasional dinilai masih menjanjikan di masa depan. Hal itu tampak antara lain dari menggeliatnya volume penjualan, tingginya kapasitas produksi, pembangunan infrastruktur, dan dukungan populasi kelas menengah.
Sebelum merebaknya pandemi Covid-19, penjualan mobil berada dalam tren positif. Data Gaikindo mencatat sejak tahun 2012, angka penjualan mobil di Indonesia telah menembus lebih dari satu juta unit. Sedangkan kapasitas produksi sudah mencapai 1,28 juta unit kendaraan.
Terus berjalannya pembangunan infrastruktur di daerah-daerah akan berimbas pada pemerataan ekonomi. Kondisi ini diperkirakan akan berdampak pada penjualan kendaraan bermotor yang mulai merata di hampir semua daerah dan tidak lagi terpusat di Pulau Jawa.
Gencarnya pembangunan infrastruktur jalan tol berbayar dan jalan umum dalam beberapa tahun terakhir diyakini akan kian mendongkrak penjualan kendaraan bermotor di masa depan.
Selain itu, tumbuhnya kelompok masyarakat kelas menengah yang menjadi penggerak konsumsi menjadi faktor lain tetap prospektifnya industri otomotif di masa depan.
Laporan Bank Dunia dalam Aspiring Indonesia: Expanding the Middle Class (Januari 2020) menyebutkan, jumlah kelas menengah di Indonesia pada 2018 telah menembus 30 persen. Sementara itu, terdapat 120 juta penduduk lainnya tergolong sebagai aspiring middle class atau kelas menengah harapan.
Mereka ini adalah kelompok yang tak lagi miskin dan sedang beranjak menuju ke kondisi ekonomi yang lebih mapan. Bank Dunia memprediksikan jumlah kelas menengah Indonesia pada 2050 nanti akan mencapai 143 juta orang atau lebih dari 50 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kelompok kelas menengah menyumbang setidaknya 45 persen dari total konsumsi domestik. Kelas menengah dicirikan dengan perilaku konsumsinya yang cenderung berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sekunder, bahkan tersier.
Dengan rasio kepemilikan kendaraan bermotor roda empat di Indonesia yang masih relatif rendah yaitu 99 kendaraan per 1.000 penduduk, maka tumbuhnya kelompok kelas menengah itu menjadi peluang bagi peningkatan industri otomotif di Tanah Air. (LITBANG KOMPAS)