Covid-19 Indonesia di Mata Dunia, dari Kritikan hingga Bantuan Luar Negeri
Indonesia disebut sebagai episentrum baru Covid-19. Litbang ”Kompas” merangkum pemberitaan media internasional dalam menyorot Covid-19 di Indonesia.
Kondisi rumah sakit yang penuh, petugas medis yang kewalahan, kelelahan tukang gali kubur, dan tentu saja para korban Covid-19 yang berjatuhan menjadi sajian utama pemberitaan media internasional untuk menggambarkan kondisi Indonesia. Dari sanalah, kritikan terhadap kebijakan dan penanganan pemerintah disorot.
Pantau Media kali ini menyoroti pemberitaan media massa internasional dalam melihat situasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang sedang bergulat di babak baru. Diawali dari media massa kenamaan asal Amerika Serikat, The New York Times (17/7/2021), dengan tegas menyebutkan Indonesia menjadi episentrum baru pandemi Covid-19 setelah India dan Brasil. Alasannya, Indonesia melampaui India dan Brasil dengan mencapai jumlah infeksi tertinggi di dunia pada saat pemberitaan tersebut diterbitkan.
Kendati lonjakan kasus positif ini adalah bagian dari gelombang di seluruh Asia Tenggara, Indonesia disorot karena tidak mampu mengendalikan tingkat penularan dengan baik. Negara lainnya, seperti Vietnam, Malaysia, Myanmar, dan Thailand, juga menghadapi wabah terbesar mereka dan telah memberlakukan kebijakan pembatasan mobilitas, termasuk karantina wilayah. Kebijakan karantina wilayah ini diberlakukan mengingat tingkat vaksinasi yang masih terbilang rendah.
Situasi penanganan yang buruk juga digambarkan dengan banyaknya keluarga pasien Covid-19 yang kesulitan mencari rumah sakit. Begitu pula sejumlah rumah sakit yang hanya menerima pasien yang membawa oksigen sendiri. Misalnya, di sebuah rumah sakit daerah di Bekasi, Jawa Barat, terdapat 10 tenda besar yang didirikan di lapangan dan dilengkapi dengan tempat tidur yang cukup untuk menampung 150 orang.
Selain The New York Times, media massa The Guardian juga menyebut Indonesia sebagai episentrum pandemi Covid-19 dalam artikelnya. Dengan pendekatan yang lebih humanis, The Guardian meliput keseharian para pekerja medis hingga tukang gali kuburan di Indonesia yang sudah kewalahan menghadapi situasi ini.
Sudut pandang humanis ini berlanjut dengan membahas aksi para relawan yang berasal dari berbagai latar pekerjaan dan akhirnya turun membantu meski risikonya nyawa mereka masing-masing. Meski begitu, di balik liputan tentang para relawan ini, The Guardian (16/7/2021) menyisipkan kritikan pedas.
Selain semangat gotong royong, hadirnya para relawan ini juga dipicu oleh ketidakpercayaan mereka terhadap Pemerintah Indonesia, terutama dalam membuat kebijakan dan mengatasi meroketnya harga oksigen serta obat-obatan. Di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini, Indonesia lebih tepat dikatakan ”darurat” karena masih jauh dari istilah ”terkendali”.
Mirip dengan kedua media tersebut, The Wall Street Journal (15/7/2021) secara implisit menyebutkan faktor rendahnya tingkat vaksinasi di negara berkembang terutama Indonesia, menjadikan penularan Covid-19 varian Delta menjadi tidak terkendali.
Dalam artikelnya, situasi kekacauan digambarkan dengan menampilkan foto kondisi pemakaman korban Covid-19 yang penuh, antrean tabung oksigen yang mengular, pasien Covid-19 yang terbaring di sebuah tenda besar dengan perlengkapan medis seadanya, dan penerimaan vaksinasi bagi masyarakat di Palembang, Sumatera Selatan.
Kritik pertama yang dilontarkan The Wall Street Journal ialah pemenuhan janji pemerintah untuk mempercepat laju vaksinasi di tengah persediaan vaksin yang terbatas. Selanjutnya, terbatasnya akses pengobatan karena melonjaknya jumlah pasien Covid-19 yang tidak diantisipasi pemerintah. The Wall Street Journal juga menyisipkan keprihatinan ketimpangan antara negara maju dan berkembang dalam penanganan Covid-19 di negaranya masing-masing.
Sementara itu, media massa Daily Mail dan Reuters justru mengangkat perilaku masyarakat yang kontradiktif dengan situasi pandemi Covid-19 di Indonesia. Dalam artikel pemberitaannya, Daily Mail Online (14/7/2021) menyisipkan foto kerumuman di Aceh yang dikontraskan dengan foto-foto lainnya yang memperlihatkan lelahnya tenaga medis, keprihatinan keluarga korban Covid-19, dan pemakaman umum di Bekasi yang penuh tidak berjarak.
Penangguhan dan bantuan
Sorotan media terhadap situasi Covid-19 di Indonesia yang tidak kunjung membaik telah mempengaruhi banyak hal, salah satunya penangguhan pendatang luar negeri dari Indonesia. Menyadur pemberitaan dari Reuters (14/7/2021), lembaga urusan penerbangan sipil Bahrain telah melarang pendatang dari 16 negara, termasuk Tunisia, Iran, Irak, Meksiko, Filipina, Afrika Selatan dan Indonesia demi alasan penghentian laju penyebaran Covid-19.
Di tanggal yang sama, CNN Filipina menerbitkan artikel tentang Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang mengesahkan keputusan untuk penangguhan pendatang dari luar negeri, salah satunya dari Indonesia. Pembatasan tersebut akan berlaku bagi wisatawan yang datang dan mereka yang memiliki riwayat perjalanan dari Indonesia dalam 14 hari terakhir sebelum tiba di Filipina.
Para pelancong ini akan dilarang memasuki negara itu mulai 16 Juli 2021 hingga 31 Juli 2021. Penumpang transit dari Indonesia dan mereka yang telah berada di Indonesia dalam kurun 14 hari sebelum tiba di Filipina sebelum 16 Juli masih diperbolehkan masuk, tetapi mereka harus menjalani karantina 14 hari di fasilitas meskipun RT negatif.
Kepada CNN Filipina, Konsulat Jenderal Bryan Dexter Lao menyatakan bahwa lonjakan kasus di Indonesia disebabkan oleh liburan di Mei. Gugus Tugas Covid-19 Filipina juga mengatakan bahwa penangguhan pendatang dan pelancong sedang diberlakukan oleh negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara.
Pada dasarnya, seluruh negara di dunia sedang ”menjaga jarak” dengan para pendatang dari Indonesia. Hasil penelusuran dari laman trip.com, layanan pemesanan tiket penerbangan internasional daring, hanya Meksiko, Panama, dan Republik Palau yang menerima para pendatang dari Indonesia secara normal. Republik Palau merupakan sebuah negara berbentuk pulau kecil di sebelah utara Papua Barat.
Meski demikian, tidak semua pemberitaan internasional mengenai Indonesia berisi kritikan dan penangguhan. Setidaknya pemberitaan dari media Singapura dan India tentang bantuan kepada Indonesia membawa secercah harapan. Media The Strait Times asal Singapura (19/7/2021) memberitakan pengaturan bantuan oksigen Pemerintah Singapura untuk dikirim ke Indonesia. Rencananya, program bantuan yang dinamakan ”The Oxygen Shuttle” akan mengirimkan 500 ton oksigen ke Indonesia hingga Agustus 2021.
Baca juga: Covid-19 Melonjak, Negara-negara Perketat Perbatasan
Begitu pula opinIndia.com dan indiatimes.com yang memberitakan pengiriman pengiriman bantuan kepada Indonesia dari Pemerintah India. Disebutkan, India mengirimkan 300 konsentrator oksigen dan 100 metrik ton oksigen medis cair ke Indonesia. Angkatan Laut India menyatakan bahwa pengiriman dimulai pada 16 Juli 2021 dari India dengan tujuan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Pengiriman bantuan ini juga menandai pertama kalinya India mengirimkan bantuan medis ke luar negeri setelah dilanda gelombang kedua wabah virus Covid-19 pada April 2021. Selama itu, Indonesia telah membantu India dalam memerangi Covid-19 dengan menyumbangkan 1.400 unit tabung oksigen melalui Indian Red Criss Society (IRCS).
Perpanjangan PPKM
Kebijakan baru dari Pemerintah Indonesia untuk memperpanjang masa PPKM juga tidak luput dari pemberitaan media luar. Setidaknya ada empat media asing yang memuat pemberitaan ini dan membahasnya, yakni Strait Times, Nikkei Asia, dan Bloomberg. Di antara ketiganya, Strait Times hanya memberikan penjelasan perpanjangan PPKM dan situasi terkini di Indonesia.
Sementara itu, Nikkei Asia yang sejatinya adalah media massa berbasis ekonomi-bisnis milik perusahaan asal Jepang, lebih menyoroti dampak perpanjangan PPKM bagi ekonomi Indonesia. Dituliskan bahwa kasus positif yang tidak kunjung melandai dan diikuti oleh perpanjangan PPKM akan memberikan risiko signifikan bagi pemulihan ekonomi.
Bahkan, pertumbuhan ekonomi dan pasar tenaga kerja Indonesia akan membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk pulih karena defisit ekonomi yang makin buruk dibandingkan sebelum pandemi. Sedangkan media massa berbasis ekonomi-bisnis asal Amerika Serikat, Bloomberg, memberikan sindiran dan kritikan halus bagi Pemerintah Indonesia.
Tanpa menyebutkan narasumber, Bloomberg menyatakan bahwa keengganan pemerintah untuk melakukan PPKM secara tegas disebabkan karena adanya penolakan dari kepentingan para pebisnis dan pelaku usaha. Penolakan inilah yang mempengaruhi keputusan pemerintah ketika hendak mengetatkan PPKM hingga 25 Juli 2021.
Tanpa bermaksud berlebihan, penting untuk mengetahui kondisi Indonesia dari sudut pandang pemberitaan media asing. Alasannya, hal inilah yang turut menentukan kepentingan lembaga kesehatan dan investor dari negara asing untuk menaruh perhatian pada Indonesia. Dengan penanganan pandemi yang buruk dan setengah hati, pemberitaan tentang Indonesia akan terus dipenuhi dengan kritik dan sorotan yang buruk.
Catatan-catatan perbaikan dari media luar negeri seperti cakupan vaksinasi Covid-19 dapat lebih ditingkatkan oleh Pemerintah Indonesia untuk menekan laju penularan virus korona varian Delta. Antisipasi pasokan oksigen dengan membuat posko-posko distribusi oksigen dapat segera juga dilakukan agar tidak semakin banyak warga mengalami kesulitan dalam mengakses kebutuhan perawatan.
Baca juga: Hong Kong Tutup Pintu bagi Penerbangan Indonesia
Terlepas dari pemberitaan media luar dalam melihat situasi di Indonesia, nasib dan arah penanganan pandemi Covid-19 sesungguhnya berada di tangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Baik atau buruknya wajah Ibu Pertiwi kini berada di tangan anak-anak bangsanya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Nilai Buruk Penanggulangan Pandemi Covid-19 di Indonesia