Memastikan Penyaluran dan Pemerataan Bantuan Sosial Saat PPKM Level 4
Bantuan sosial menjadi harapan masyarakat yang berkekurangan di tengah krisis pandemi dan pemberlakuan PPKM darurat atau PPKM level 4.
Dalam penanganan Covid-19, sektor kesehatan dan ekonomi harus sama-sama diutamakan. Upaya menurunkan laju penularan Covid-19 dalam pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat dan PPKM level 4 perlu diimbangi dengan percepatan dan pemerataan penyaluran bantuan sosial.
Presiden Joko Widodo telah mengumumkan perpanjangan PPKM darurat Jawa-Bali hingga 25 Juli 2021. Jika laju penularan tidak menurun, ada kemungkinan pembatasan terus dilakukan. Namun, Presiden Jokowi membuka opsi pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat, seperti di pasar tradisional, warung-warung, dan usaha kecil lainnya.
Pernyataan tersebut ditindaklanjuti melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 Covid-19 di Wilayah Jawa-Bali. Peraturan ini sekaligus menetapkan perubahan penamaan PPKM darurat menjadi PPKM level 4. Penamaan diubah dengan alasan setiap pembatasan kegiatan masyarakat akan disesuaikan dengan level situasi pandemi di suatu daerah.
Sebelumnya, situasi pandemi di suatu daerah dikategorikan menggunakan zona yang diperoleh dari skor dan pembobotan indikator epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan. Zona merah atau risiko tinggi digunakan untuk menggambarkan situasi paling parah. Sementara zona hijau digunakan untuk menggolongkan daerah dengan penambahan kasus nol dalam empat minggu terakhir dan memiliki angka kesembuhan lebih dari 95 persen.
Penamaan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat dengan menggunakan level situasi pandemi ini sebenarnya juga digunakan negara-negara lain, seperti Inggris dan Selandia Baru. Di dua negara ini, setiap level dilengkapi dengan panduan penanganan pandemi yang sesuai dengan situasi level tersebut.
Pada PPKM level 4 ini, pembatasan kegiatan masyarakat yang sebelumnya diterapkan pada PPKM darurat tetap berlaku. Kegiatan belajar-mengajar masih dilakukan secara daring. Aktivitas bekerja pada sektor non-esensial masih dilakukan dari rumah. Untuk kegiatan pada sektor esensial, kapasitas pekerjanya juga dibatasi. Pusat perbelanjaan ditutup, sedangkan pasar tradisional dan supermarket beroperasi dengan pembatasan kapasitas pengunjung dan jam operasional.
Meskipun secara substansi tidak banyak berubah, masyarakat melalui platform media sosial Twitter menanggapi kebijakan tersebut dengan sindiran berupa lelucon. Kebanyakan lelucon didasarkan pada banyaknya perubahan penamaan pembatasan mobilitas dan kegiatan masyarakat sepanjang penanganan pandemi. Setidaknya ada tujuh istilah, yaitu PSBB, PSBB transisi, PPKM, PPKM mikro, penebalan PPKM mikro, PPKM darurat, dan PPKM level 4.
Wajar saja masyarakat merespons demikian sebab banyaknya perubahan dan penerapan kebijakan tidak berdampak banyak terhadap laju penularan Covid-19. Penyelenggaraan PPKM darurat juga dinilai belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Per 22 Juli 2021, situasi pandemi di semua provinsi di Jawa-Bali masih berada pada level 4. Dalam seminggu terakhir, rata-rata penambahan kasus mencapai 43.790 kasus per hari. Sementara rasio positif mingguan mencapai 28 persen, di atas standar WHO sebesar 5 persen.
Ragam bantuan sosial
Di sisi lain, terdapat penolakan masyarakat terhadap kebijakan perpanjangan PPKM level 4. Rabu (21/7/2021), sejumlah mahasiswa, pedagang kaki lima (PKL), dan pengemudi ojek daring melakukan unjuk rasa di Jakarta dan Bandung. Meskipun berakhir ricuh, aspirasi pengemudi ojol dan PKL, yaitu permintaan membuka rumah makan lebih malam dan izin akses jalan pada area penyekatan, dapat tersampaikan.
Respons masyarakat tersebut bukan sekali dua kali terjadi. Pada penerapan PPKM darurat, sejumlah unjuk rasa dan kerusuhan saat penertiban terjadi. Bahkan pada beberapa kasus, mereka memilih untuk membayar denda pelanggaran PPKM daripada menghentikan usahanya.
Penolakan tersebut terjadi karena masyarakat merasa PPKM darurat selama dua minggu ini menutup pintu rezeki mereka. Apalagi selama pandemi, dampak secara ekonomi sudah benar-benar menghantam penghidupan mereka.
Situasi anjloknya perekonomian karena pembatasan kegiatan memang menjadi risiko yang harus dihadapi bersama. Tidak hanya di Indonesia, di negara-negara lain yang melakukan pembatasan mobilitas dan kegiatan atau lockdown juga mengalaminya. Di Inggris dan India, masyarakat pun melakukan demonstrasi untuk menolak lockdown.
Pemerintah menyadari risiko ini. Karena itu, sejumlah anggaran telah disiapkan untuk memberikan bantuan sosial, khususnya bagi masyarakat yang terdampak PPKM darurat dan PPKM level 4.
Secara khusus pada PPKM level 4 ini pemerintah menambah anggaran bantuan sosial. Anggaran program Kartu Sembako yang sebelumnya senilai Rp 42,35 triliun untuk 18,8 juta keluarga selama 12 bulan akan ditambah. Tambahan akan diberikan pada Juli 2021 sampai Agustus 2021 dengan total nilai anggaran Rp 7,52 triliun.
Selain itu, pemerintah juga menambah bantuan sosial tunai (BST) senilai Rp 6,14 triliun untuk periode Mei dan Juni yang akan diberikan pada bulan Juli 2021. Sebelumnya, bantuan ini telah diberikan selama Januari hingga April kepada 10 juta keluarga dengan total nilai anggaran Rp 11,32 triliun.
Bagi pekerja dan buruh, Kementerian Ketenagakerjaan juga menganggarkan bantuan subsidi upah (BSU) senilai Rp 8,8 triliun. Bantuan ini akan diberikan kepada 8,8 juta pekerja di sektor nonkritikal yang berada di wilayah PPKM level 4.
Baca juga : Skema Bantuan Sosial PPKM Darurat
Setiap orang akan menerima Rp 500.000 per bulan yang diberikan selama dua bulan. Syaratnya, pekerja atau buruh terdaftar BPJS Ketenagakerjaan dengan pendapatan di bawah Rp 3,5 juta per bulan.
Bantuan pangan berupa beras Bulog sebanyak 10 kilogram per keluarga juga diberikan guna membantu masyarakat terdampak PPKM darurat atau PPKM Level 4. Bantuan ini ditujukan kepada 28,8 juta keluarga penerima BST dan Kartu Sembako.
Bagi usaha mikro, secara khusus pemerintah menganggarkan Rp 3,6 triliun untuk banpres produktif usaha mikro (BPUM) dan Rp 1,2 triliun untuk bantuan PKL pada kuartal ketiga tahun ini. Jumlah tersebut menambah anggaran sebelumnya senilai Rp 11,76 triliun yang telah diberikan kepada 9,8 juta penerima.
Percepatan penyaluran
Sayangnya, ragam bantuan tersebut belum sepenuhnya terserap dan tersalurkan. Secara nasional, Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Rabu (22/7/2021) menyampaikan, 324 daerah atau 59,8 persen daerah baru merealisasikan kurang dari 15 persen anggarannya. Sementara hanya 24 daerah (4,4 persen) yang sudah menyerap anggaran pemulihan ekonomi lebih dari 50 persen.
Akibatnya, beragam bantuan tersebut belum sepenuhnya diterima masyarakat. Penyaluran bantuan sosial masih berjalan lambat. Problem lain adalah bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran. Padahal, bantuan sosial ini menjadi harapan masyarakat yang berkekurangan di tengah krisis pandemi ini.
Penolakan tersebut terjadi karena masyarakat merasa PPKM darurat selama dua minggu ini menutup pintu rezeki mereka.
Hal ini tergambar dari survei Institute for Demographic and Poverty Studies pada Januari-Februari 2021 kepada 1.013 responden dari keluarga miskin. Lebih dari separuh sangat mengharapkan bantuan sosial karena sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan. Bahkan, 26,2 persen responden menyatakan tidak dapat bertahan tanpa adanya bansos.
Namun, 20 persen responden belum pernah menerima bantuan sosial dari pemerintah. Padahal, responden berada di lima kota besar yang lebih mudah dijangkau. Pernyataan responden tersebut terekam saat pandemi sudah menghantam Indonesia selama sepuluh bulan. Artinya, jika selama itu ada masyarakat yang belum menerima bantuan, pemerataan dan percepatan penyaluran bantuan masih bermasalah.
Karena itu, mengingat PPKM level 4 akan berlaku hingga 25 Juli 2021, percepatan penyaluran bansos perlu diupayakan. Pemerataan bansos juga diutamakan karena masih banyak warga yang tidak terdata atau memiliki persyaratan administrasi untuk memperoleh bantuan.
Masih rendahnya penyerapan anggaran bansos dan harapan masyarakat miskin menerima bantuan menjadi gugatan darurat reformasi birokrasi di Indonesia dalam menangani situasi krisis kesehatan. Kebijakan penanganan di sektor kesehatan harus diimbangi dengan penanganan di aspek sosial ekonomi.
Baca juga : Data Bermasalah Jadi Celah Korupsi Bansos
Dalam tataran teknis, menurunkan laju penularan Covid-19 dengan PPKM darurat atau PPKM level 4 atau berbagai istilah lainnya perlu diimbangi dengan percepatan dan pemerataan penyaluran bantuan sosial. Ini dilakukan agar tidak makin banyak warga yang mengalami darurat kemiskinan. Apalagi dengan tingginya laju penularan Covid-19, bukan tidak mungkin PPKM level 4 akan terus dilanjutkan.
Di sisi lain, diperlukan ketegasan dalam pemantauan protokol kesehatan yang juga membutuhkan partisipasi masyarakat agar laju penularan cepat menurun. Penanganan sektor kesehatan dan ekonomi sama pentingnya dalam penanganan pandemi. Konsistensi dan respons tanggap dalam penyelenggaraan kedua sektor tersebut sangat diperlukan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Awasi Bansos, Mensos Risma Libatkan Aparat Penegak Hukum