Perangkap Negara Berpendapatan Menengah Bawah
Saat ini, berdasarkan catatan Bank Dunia, Indonesia tidak hanya terperangkap sebagai negara dalam kelompok berpendapatan menengah (middle income trap), tetapi terperangkap sebagai negara berpendapatan menengah bawah.
Indonesia sempat menikmati predikat sebagai negara berpendapatan menengah atas selama satu tahun. Awal Juli ini, Bank Dunia yang kontinu mengevaluasi perubahan pendapatan per kapita negara-negara dunia kembali menurunkan posisi Indonesia ke dalam kelompok negara dengan pendapatan menengah bawah. Lalu apa konsekuensi penurunan tersebut bagi Indonesia?
Tidak hanya terperangkap sebagai negara dalam kelompok berpendapatan menengah (middle income trap), tetapi Indonesia juga terperangkap sebagai negara berpendapatan menengah bawah.
Pada 1 Juli 2020, Bank Dunia menaikkan peringkat Indonesia dari kelompok berpendapatan menengah bawah (lower-middle income) menjadi kelompok berpendapatan menengah atas (upper-middle income).
Hal itu karena pendapatan per kapita Indonesia yang dilihat dari angka Gross National Income (GNI) per kapita meningkat menjadi 4.050 dollar Amerika Serikat pada 2019. Naik dibandingkan kondisi tahun 2018 yang hanya 3.840 dollar AS.
Bersama dengan Indonesia, saat itu ada enam negara lain yang juga naik kelas, yaitu Benin, Mauritius, Nauru, Nepal, Romania, dan Tanzania. Negara Mauritius, Nauru, dan Romania bahkan naik kelasnya dari kelompok pendapatan menengah atas ke kelompok pendapatan tinggi (high income). Sementara negara Benin, Nepal, dan Tanzania naik kelas dari kelompok berpendapatan rendah (low income) ke kelompok pendapatan menengah bawah.
Menurut Bank Dunia saat itu, Indonesia berhasil membuat kemajuan bidang ekonomi dan sosial sejak awal tahun 2020. Kemiskinan berhasil diturunkan menjadi di bawah 10 persen, sementara masyarakat kelas menengah bertambah cukup besar hingga mencapai 20 persen dari total penduduk.
Namun, Bank Dunia juga mengingatkan bahwa Indonesia bisa kembali jatuh ke kelompok pendapatan menengah bawah pada akhir 2020 jika gagal menangani pandemi Covid-19 yang mengakibatkan resesi ekonomi. Bank Dunia waktu itu memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tiga triwulan terakhir 2020 akan mengalami kontraksi.
Perkiraan Bank Dunia terbukti. Bahkan, sampai dengan semester pertama 2021, Indonesia masih berjuang melakukan vaksinasi untuk segera memulihkan ekonomi. Pendapatan per kapita pada 2020 pun turun menjadi 3.870 dollar AS. Sehingga pada awal Juli 2021, Bank Dunia memasukkan kembali Indonesia ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah bawah.
Bersama dengan Indonesia, terdapat enam negara lainnya yang juga turun kelas. Mauritius dan Romania turun kembali ke kelompok menengah atas. Begitu juga dengan Panama. Sedangkan Belize, Iran, dan Samoa turun kelas seperti Indonesia ke kelompok menengah bawah.
Data Bank Dunia menunjukkan, saat ini ada 27 negara dalam kelompok berpendapatan rendah. Sementara negara dengan pendapatan menengah bawah dan menengah atas masing-masing 55 negara. Sementara negara dengan pendapatan tinggi 80 negara.
Di antara kelompok negara yang termasuk 20 terbesar dunia (G-20), hanya Indonesia bersama India yang merupakan negara dengan pendapatan menengah bawah. Selebihnya masuk kelompok berpendapatan tinggi. Pendapatan per kapita India tahun 2020 sebesar 1.900 dollar AS, turun dibandingkan 2019 yang sebesar 2.120 dollar AS.
Baca juga : Memenangi Dua Potensi Besar
Konsekuensi
Turun atau naiknya pendapatan per kapita, termasuk turun atau naiknya kelas ekonomi suatu negara, membawa konsekuensi. Ketika pendapatan per kapita Indonesia tahun 2019 naik menjadi 4.050 yang kemudian naik kelas menjadi negara berpendapatan menengah atas, Amerika Serikat mengeluarkan Indonesia dari daftar negara berkembang dan dipertimbangkan menjadi negara maju dilihat dari sudut pandang perdagangan internasional.
Kebijakan tersebut diambil Pemerintah AS juga dengan mempertimbangkan faktor pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, serta keanggotaan dalam organisasi internasional seperti G-20.
Dampaknya, Indonesia tidak akan lagi menerima fasilitas special and differential treatment (SDT) yang disediakan berdasarkan kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) kepada negara-negara berkembang.
Ekspor barang-barang dari Indonesia akan dikenai pajak impor lebih tinggi, yang akan berakibat harga barang di pasar internasional ikut menjadi tinggi. Hal ini bisa membuat Indonesia sulit bersaing dengan negara lain untuk jenis produk yang sama.
Meski demikian, keputusan Pemerintah AS tersebut harus mendapat persetujuan dari negara anggota WTO lainnya. Dengan turun kelasnya Indonesia kembali ke negara berpendapatan menengah bawah, Indonesia tentunya kembali masuk dalam kategori negara berkembang alias belum maju.
Menurut Bank Dunia, negara dalam kelompok berpendapatan rendah dan menengah sejatinya disebut juga dengan negara berkembang. Istilah ini digunakan lebih untuk kenyamanan penyebutan saja di mana setiap negara tidak sama, tetapi memiliki tahapan pembangunan yang berbeda-beda.
Konsekuensi yang diterima Indonesia akibat turun kelas ini perlu ditanggapi hati-hati. Penurunan kelas bisa memengaruhi persepsi investor dan negara-negara lain terhadap Indonesia, terutama terkait dengan peringkat utang yang diberikan lembaga-lembaga pemeringkat utang.
Pemeringkatan utang mempertimbangkan faktor kondisi ekonomi dan kemampuan untuk membayar kembali utang. Bagi para investor, peringkat utang menjadi acuan untuk memperluas atau menarik investasinya.
Status baik sebagai kelompok negara yang berpendapatan rendah maupun menengah akan memengaruhi, antara lain, kelayakan untuk mendapatkan pinjaman/utang dari lembaga keuangan internasional, bantuan berupa donor dari negara maju, dan akses ke perdagangan. Negara berpendapatan rendah lebih mudah mendapatkan akses ke pasar negara-negara kaya.
Peluang untuk mendapatkan utang bagi dua kelompok negara ini dalam membiayai program-program pembangunannya sangat terbuka. Namun, hal itu juga membuka peluang yang lebih besar bagi pemberi utang untuk memengaruhi kebijakan yang diambil pemerintah negara penerima utang.
Kemandirian dan kedaulatan ekonomi suatu negara jadi pertaruhan. Krisis multidimensi tahun 1998 tentunya memberi pelajaran berharga mengenai itu.
Baca juga : Tekanan Ekonomi Dari Dua Sisi
Batasan naik
Pendapatan per kapita suatu negara berubah-ubah setiap waktu. Pembagian klasifikasi oleh Bank Dunia pun memiliki standar acuan yang terus disesuaikan, kecenderungannya naik. Sehingga, ke depannya, upaya untuk naik kelas bisa jadi akan membutuhkan waktu yang lebih lama setelah terjadi penurunan pendapatan per kapita.
Setelah ini akan lebih sulit untuk naik kelas karena Bank Dunia menaikkan batas klasifikasi GNI per kapita. Untuk bisa masuk ke dalam kelompok menengah atas tahun 2022, batasannya adalah GNI per kapita sebesar 4.096-12.695 dollar AS. Berbeda dengan batasan tahun sebelumnya yaitu GNI per kapita kisaran 4.046-12.535 dollar AS.
Hal itu berarti Indonesia harus mengejar peningkatan sebesar 226 dollar AS. Padahal, kondisi ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19 masih berpotensi menyebabkan pendapatan per kapita Indonesia tahun 2021 turun.
Pemulihan ekonomi sangat ditentukan oleh ketepatan kebijakan yang diambil pemerintah dalam mengendalikan lonjakan kasus Covid-19. Tantangannya menjadi tidak ringan karena target vaksinasi untuk kekebalan masyarakat sepertinya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa dicapai.
Dalam Indeks Pemulihan Covid-19 versi Nikkei Asia (Nikkei Covid-19 Recovery Index) per 7 Juli 2021, peringkat indeks Indonesia berada di posisi ke-110 dari 120 negara dengan skor 31,0. Indeks ini mengukur tiga komponen, yaitu manajemen pengendalian infeksi, pelaksanaan vaksinasi, dan mobilitas sosial dengan skala 0 hingga 100.
Semakin tinggi skor, semakin pulih suatu negara dari terjangan pandemi Covid-19 yang ditandai dengan semakin rendahnya kasus terkonfirmasi Covid-19.
Skor yang diperoleh Indonesia menunjukkan penanganan pandemi di negara ini masih buruk. India yang cukup berhasil mengatasi gelombang kedua Covid-19 varian Delta berada di posisi ke-75 dengan skor pemulihan 45,0.
Jika penanganan Covid-19 tidak segera diperbaiki, pemulihan ekonomi untuk meningkatkan pendapatan per kapita akan menemui jalan terjal dan berliku. Indonesia akan semakin terperangkap dalam kutukan negara berpendapatan menengah bawah. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Tantangan Menjadi Ekonomi Terbesar Ke-7 di Dunia