Demokrasi, Koperasi, dan Politik Kemakmuran Bung Hatta
Pemikiran Hatta soal koperasi tidak hanya berprinsip pada ekonomi. Lebih dari itu, Hatta juga merancang koperasi agar memiliki nilai kebermanfaatan dari sisi sosial maupun pendidikan politik.
”Koperasi mempertebal rasa tanggung jawab dalam demokrasi, dan demokrasi yang berakar baik tadi, menyuburkan hidup koperasi dalam segala perkembangannya.” Mohammad Hatta, 1953.
Pandangan ini disampaikan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam pidato radio saat peringatan hari koperasi tahun 1953. Saat itu, Hatta menekankan bahwa koperasi memiliki banyak manfaat dari sisi ekonomi maupun perkembangan demokrasi jika dikembangkan sesuai prinsip kekeluargaan yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia.
Dari sisi ekonomi, Hatta menilai bahwa koperasi adalah perwujudan dari politik kemakmuran yang dibutuhkan oleh Indonesia. Karakter masyarakat Indonesia, yang identik dengan kerja sama dan gotong royong, dinilai oleh Hatta menjadi modal kuat dalam pengembangan koperasi. Produsen maupun konsumen dapat memanfaatkan koperasi sebagai wadah untuk membantu perekonomian masyarakat.
”Memang koperasilah yang mesti dianjurkan untuk mendapat kemajuan yang tetap dalam medan ekonomi. Tidak ada lain jalan bagi rakyat kita yang lemah ekonominya untuk memperbaiki hidupnya.” Demikian pemikiran Hatta sebagaimana yang disampaikan dalam tulisan berjudul ”Kooperasi dan Perekonomian” dalam buku Beberapa Fasal Ekonomi: Djalan ke Ekonomi dan Kooperasi (Hatta, 1954).
Hatta menilai koperasi adalah senjata bagi masyarakat yang kurang mampu. Sebagai wadah, koperasi diharapkan mampu menjadi jalan politik kemakmuran dalam jangka panjang bagi Indonesia.
Namun, upaya ini membutuhkan waktu yang cukup lama mengingat keterbatasan sumber daya dalam memahami prinsip dasar koperasi. Oleh sebab itu, dalam pidato radio tahun 1951 Hatta mengingatkan bahwa dalam jangka pendek, perputaran ekonomi terlebih dahulu dapat mengandalkan sektor swasta sebelum ditopang oleh ekonomi kerakyatan melalui koperasi.
Munculnya harapan geliat ekonomi melalui koperasi adalah hal yang wajar. Pasalnya, setelah Indonesia melalui gejolak revolusi, koperasi berkembang begitu pesat. Jika pada tahun 1939 hanya terdapat 574 koperasi, jumlah koperasi yang ada di Indonesia meningkat hingga 10 kali lipat menjadi 5.770 koperasi pada tahun 1951. Bahkan, jelang Pemilu 1955, jumlah koperasi di Indonesia telah mencapai 9.614.
Kenaikan jumlah koperasi juga sejalan dengan meningkatnya jumlah anggota koperasi. Pada tahun 1939, jumlah anggota koperasi di Hindia Belanda diperkirakan hanya mencapai 52.261 anggota. Jumlah ini naik pesat pada tahun 1954 menjadi 1,6 juta anggota. Dengan kondisi ini, wajar saja jika koperasi menjadi harapan Hatta untuk menopang geliat ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.
”Koperasi adalah suatu alat yang penting untuk menanggalkan kapitalisme dari masyarakat kita,” kata Hatta saat memperingati Hari Koperasi tahun 1959. Kalimat ini sekaligus membakar semangat masyarakat untuk terus berjuang dalam menambah jumlah koperasi di berbagai daerah.
Baca juga : Akar Koperasi dan Pelajaran dari Negara Lain
Demokrasi politik
Kenaikan jumlah koperasi dan anggota koperasi juga memberikan harapan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Bagi Hatta, koperasi dapat menjadi pintu masuk untuk menghidupkan semangat demokrasi-politik pada periode awal kemerdekaan.
Hubungan antara koperasi dan demokrasi ditemukan oleh Hatta saat melihat perkembangan koperasi di Denmark. Negara di kawasan Skandinavia ini menjadi inspirasi karena memiliki konsep pengelolaan koperasi yang ideal dan cocok bagi Indonesia.
Lantas, mengapa koperasi menurut Hatta dapat memperkuat fundamental demokrasi-politik di Indonesia?
Pada awal kemerdekaan, demokrasi adalah istilah yang dikonsumsi elite pemerintahan. Masyarakat yang saat itu mayoritas masih buta huruf, masih awam dengan istilah demokrasi meski sering digaungkan oleh Presiden Soekarno maupun Mohammad Hatta.
Pada sisi lain, pengenalan demokrasi kepada masyarakat, baik secara konsep maupun nilai, mutlak dibutuhkan. Meski sikap kerja sama dan gotong royong telah dimiliki oleh masyarakat Indonesia, demokrasi secara konsep perlu dijabarkan melalui praktik agar dapat lebih mudah dipahami dalam tataran kehidupan formal.
Dalam situasi inilah koperasi diharapkan mampu menjadi gerbang yang dapat mendidik masyarakat terbiasa dalam berdemokrasi. Dalam salah satu pidatonya saat Hari Koperasi setelah gejolak revolusi, Hatta pernah mengemukakan konsep dan nilai demokrasi yang terkandung dalam penyelenggaraan koperasi.
Pertama, koperasi dapat menjadi sarana yang dapat membiasakan masyarakat berpikir kritis. Dalam rapat koperasi, setiap anggota dapat mengutarakan pemikiran demi menjaga keberlangsungan koperasi.
Dari sinilah masyarakat dapat mengasah kemampuan berpikir dan menyampaikan pendapat. Selain itu, anggota koperasi juga dapat belajar untuk saling menghargai setiap pandangan jika terjadi perbedaan pemikiran di antara sesama anggota. ”Memang tepat, apabila dasar ini disebut dasar demokrasi kooperatif,” kata Hatta.
Selain mengutarakan pendapat, Hatta juga menegaskan bahwa dalam koperasi, setiap anggota juga dapat belajar untuk saling menerima perbedaan latar belakang dan status sosial. Setiap orang dengan berbagai latar belakang, pilihan politik, dan agama, diterima sebagai anggota koperasi.
”Selagi perbedaan paham politik dan agama membawa orang berpisah dalam berbagai partai, koperasi membawa orang ke persatuan,” kata Hatta.
Baca juga : Harapan pada Koperasi
Sikap sosial
Guna menanamkan nilai-nilai demokrasi dalam koperasi, dibutuhkan sikap sosial pada semua anggota. Hatta membagi kebutuhan ini dalam beberapa kelompok berdasarkan wilayah asal koperasi dan anggota koperasi.
Bagi anggota koperasi di perkotaan, Hatta menekankan pentingnya memiliki rasa solidaritas. Sikap ini dinilai mulai menghilang dari masyarakat yang tinggal di perkotaan. Melalui koperasi, rasa solidaritas dan saling membantu dapat kembali diasah agar Indonesia kembali pada nilai-nilai luhur yang dekat dengan sikap saling tolong-menolong.
Selagi perbedaan paham politik dan agama membawa orang berpisah dalam berbagai partai, koperasi membawa orang ke persatuan.
Sementara bagi masyarakat desa, percaya diri menjadi sikap sosial yang menurut Hatta amat dibutuhkan dalam menjalankan koperasi. Setelah gejolak revolusi, masyarakat desa dinilai belum memiliki rasa percaya diri untuk berbicara di depan umum. Melalui koperasi, Hatta ingin membiasakan masyarakat untuk cakap menyampaikan setiap pemikiran melalui koperasi.
Sikap cinta kepada masyarakat dan mendahulukan kepentingan umum dibandingkan kepentingan pribadi juga menjadi syarat utama yang dibutuhkan dalam mengembangkan koperasi. Sikap ini juga dapat dipupuk dalam kerja sama anggota koperasi dengan harapan penerapannya dapat diikuti oleh masyarakat secara lebih luas.
Prinsip mendahulukan kepentingan umum ini salah satunya sempat disinggung oleh Hatta dalam pidatonya pada Hari Koperasi tahun 1958. Setiap anggota koperasi, khususnya koperasi pegawai negeri, diminta untuk mendidik anggotanya membayar setiap pembelian secara tunai.
Hatta menilai, kebiasaan mencicil atau berutang bertentangan dengan prinsip dasar koperasi. Selain itu, kebiasaan ini juga merugikan perkembangan koperasi dalam jangka panjang.
Jika menengok lebih dalam pemikiran Hatta tentang koperasi, tampak dengan jelas bahwa prinsip yang dirumuskan tidak hanya berkaitan dengan ekonomi. Lebih dari itu, Hatta juga merancang koperasi agar memiliki nilai kebermanfaatan dari sisi sosial maupun pendidikan politik. Sudahkan koperasi saat ini tegak lurus dengan prinsip itu?
(LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mengapa Harus Membayar Berita Daring?