Akar Koperasi dan Pelajaran Dari Negara Lain
Kisah sukses koperasi di belahan dunia bisa menjadi pelecut bagi pelaku di Indonesia. Dengan tetap berpegang pada kebersamaan dan gotong royong, koperasi di Indonesia diyakini mampu perkuat demokrasi ekonomi.
Ratusan tahun silam, koperasi hadir sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap kuasa pemilik modal. Semangat solidaritas yang mengakar ini terbukti membawa koperasi mampu berkembang menjadi aktor penting dalam perekonomian di berbagai negara maju. Demi membuat koperasi di dalam negeri “naik kelas”, pemerintah perlu mengambil pelajaran dari negara-negara tersebut.
Kisah tentang koperasi bisa kita temukan jauh hingga akhir abad ke-18. Saat itu, masyarakat Hull di Inggris membentuk komunitas bernama Hull Anti-Mill Society.
Komunitas ini bertujuan untuk membantu masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap roti berkualitas dengan harga terjangkau kepada anggotanya. Komunitas ini berkembang menjadi salah satu bentuk koperasi paling awal yang pernah ada.
Baca juga : Tantangan Koperasi di Era Digital
Semangat solidaritas serta gagasan laku usaha yang lebih berkeadilan ini kemudian dilanjutkan oleh para pionir Rochdale di abad ke-19. Ke-26 pionir ini mengagas gerakan koperasi konsumsi yang bertujuan untuk mengangkat harkat hidup para buruh penganyam katun di Kota Lanchasire dengan cara memberikan akses terhadap sembako, seperti tepung, gula, dan mentega dengan harga miring.
Melalui sistem koperasi mereka, pembeli yang juga anggota diberi hak untuk mendapat bagian dari keuntungan serta memiliki hak bersuara di rapat umum.Hingga saat ini, prinsip ini hidup di ribuan koperasi yang tergabung dalam lebih dari 300 organisasi di 110 negara yang berada di bawah naungan aliansi koperasi internasional (International Co-operative Alliance/ICA).
Di Indonesia, koperasi dijalankan dengan lima prinsip yang tertuang dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Kelimanya ialah keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan dilakukan secara demokratis, pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, serta kemandirian.
Perkembangan di Dunia
Di beberapa negara maju, koperasi menjadi pemain besar dalam perekonomian. Tak hanya mampu menyejahterakan anggotanya, koperasi-koperasi ini juga memiliki perputaran uang hingga miliaran dolar per tahunnya.
Bukan hanya itu, selain perihal simpan pinjam, koperasi di negara-negara ini juga memegang peranan penting dalam rantai pasok berbagai industri mulai dari pertanian hingga manufaktur.
Setiap tahun, ICA mengeluarkan laporan bertajuk World Cooperative Monitor. Selain mengabarkan perkembangan tahunan koperasi di seluruh dunia, laporan ini juga mendaftar 300 koperasi dengan perputaran (turnover) tertinggi di dunia. Berdasarkan laporan tahun 2020, sebanyak 300 koperasi tersebut memiliki perputaran total sebesar lebih dari 2,14 triliun dolar.
Jika dilihat secara sebaran geografis, sebagian besar dari koperasi-koperasi raksasa ini berada di belahan bumi barat yang telah tergolong sebagai negara maju. Dari 300 koperasi terbesar, 166 di antaranya berasal dari negara di Benua Eropa dan 88 lainnya berdiri di negara-negara Amerika.
Sementara itu, tak sampai seperenam sisanya terletak di kawasan Asia-Pasifik. Bahkan, sebagian besar dari koperasi-koperasi di Asia Pasifik tersebut terkonsentrasi di beberapa negara maju saja, seperti Jepang, Selandia Baru, Australia, dan Korea Selatan.
Dari segi jenisnya, sebagian besar dari koperasi terbesar ini berjenis koperasi produksi. Jika dibandingkan, sekitar 44,3 persen atau 133 koperasi yang paling besar di dunia merupakan koperasi produksi.
Selanjutnya, sebanyak 21,7 persen atau 65 lainnya merupakan koperasi konsumsi. Sedangkan, 34 persen sisanya berjenis koperasi lainnya seperti koperasi pekerja dan koperasi produksi konsumsi (producer+consumer).
Dilihat dari aktivitas ekonominya, koperasi-koperasi terbesar di dunia ini pun cukup beragam. Sekitar dua pertiga dari koperasi raksasa ini bergerak di sektor agrikultur termasuk kehutanan dan industri pangan (32,3 persen) dan Asuransi (32 persen).
Setelahnya, sektor perdagangan ritel dan grosir serta jasa keuangan menjadi yang cukup gemuk dengan jumlah koperasi sebesar 64 (21,3 persen) dan 24 (8 persen). Sedangkan, sekitar 6 persen sisanya tersebar di beberapa sektor ekonomi lain, seperti edukasi, kesehatan, kera sosial, perikanan, industri, utilitas, dan jasa lainnya.
Pelajaran Bagi Indonesia
Melihat perkembangan koperasi di negara maju memang memberikan secercah harapan. Nyatanya, model organisasi berbasis rasa solidaritas dan kekeluargaan yang diterapkan di sebuah entitas ekonomi bisa membuatnya tetap kompetitif.
Terlebih lagi, koperasi-koperasi raksasa ini mampu tumbuh subur di negara dengan kapitalisme yang telah mendarah daging. Lantas, apakah rahasianya?
Secara umum, ada beberapa faktor yang dapat membantu koperasi untuk dapat berkembang.
Faktor yang pertama ialah posisi koperasi di lanskap ekonomi, terutama dalam rantai pasok industri di mana koperasi tersebut melakukan aktivitas. Salah satu contohnya dapat dilihat di Perancis.
Di negara ini, di mana 44 dari 300 koperasi terbresar di dunia berada, koperasi menjadi pemain penting dalam skema industri agrikultur. Pada 2010 saja, sekitar 40 persen dari sektor industri ini dikuasai oleh koperasi.
Saat itu, setidaknya 75 persen dari petani di Perancis merupakan anggota dari koperasi. Artinya, tiga perempat hasil tanah dari para petani di negara tersebut secara otomatis akan didistribusikan oleh koperasi, baik untuk langsung dijual secara ritel maupun untuk keperluan diolah lagi.
Tak ayal, dengan penguasaan di hulu yang besar, posisi tawar koperasi menjadi sangat kuat di industri agrikultur Perancis. Dengan modal kapital dan sosial yang kuat tersebut, koperasi-koperasi ini pun bisa terus mengembangkan sayap bisnisnya ke hilir hingga bisa memiliki usaha pengolahan.
Bahkan, di beberapa kasus, koperasi juga mampu mengakuisisi perusahaan swasta yang pailit, seperti pada kasus akuisisi perusahaan keju Entrememont Alliance oleh koperasi Sodiaal tahun 2010.
Tentunya, kuatnya posisi koperasi di Perancis ini tak terlepas dari faktor dukungan pemerintah. Selain dukungan dana, Pemerintah Perancis juga memberi dukungan dalam bentuk kebijakan strategis yang mampu memecah stagnasi perkembangan koperasi.
Dalam kasus agribisnis Perancis, Pemerintah Perancis mampu mendorong koperasi untuk berani melakukan ekspansi ke industri hilir melalui UU koperasi masyarakat yahun 1991 dan hukum modernisasi perusahaan koperasi tahun 1992 yang memberikan keleluasan lebih bagi koperasi untuk memiliki anak perusahaan.
Posisi koperasi yang strategis seperti yang terjadi di negara-negara maju ini agaknya masih tak terlalu nampak di Indonesia. Salah satu alasannya ialah komposisi koperasi di dalam negeri yang didominasi oleh koperasi konsumen (59,2 persen), jasa (20 persen) dan simpan pinjam (13,4 persen).
Sementara itu, hanya 4,9 persen koperasi di Indonesia yang berjenis koperasi produksi. Tak hanya itu, kemampuan koperasi di Indonesia untuk berkembang juga sangat timpang. Hal ini nampak dari koperasi raksasa di Indonesia, di mana 8 dari 10 koperasi dengan aset terbesar di dalam negeri berjenis koperasi simpan pinjam.
Meskipun begitu, bukan tak mungkin sebetulnya bagi koperasi di Indonesia untuk bisa berkembang menjadi besar. Salah satu contohnya ialah di Norwegia, di mana koperasi konsumen dapat menguasai pasar ritel.
Berdasarkan data dari Deloitte, koperasi Coop Norge berhasil menguasai nyaris 30 persen pasar perdagangan ritel pada 2019, mengalahkan perusahaan swasta besar seperti Bunnpris dan Rema 1000.
Keberhasilan Coop ini sebagian besar disebabkan oleh besarnya keanggotaan koperasi tersebut. Pada 2002 silam, di mana jumlah anggota belum menyentuh angka 1 juta, nyaris separuh dari seluruh rumah tangga di Norwegia menjadi anggota Coop. Artinya, dengan jumlah member menyetuh angka 1,3 juta, persentase rumah tangga yang menjadi anggota koperasi tersebut bisa jadi lebih banyak.
Terakhir, faktor yang juga sangat menentukan keberhasilan pembangunan koperasi di sebuah negara ialah kerjasama antar koperasi. Semua kisah keberhasilan koperasi di Perancis, Italia, dan Norwegia tak terlepas dari bagaimana puluhan atau bahkan ratusan koperasi di negara-negara tersebut mampu untuk saling bekerja sama dan mengkonsolidasi sumber daya mereka, sehingga bisa menjadi raksasa.
Sebagai contohnya, Coop sendiri merupakan gabungan dari 117 koperasi lokal yang beroperasi di seluruh bagian Norwegia. Maka, bukan tak mungkin apabila koperasi di Indonesia suatu saat bisa berkembang seperti di negara maju.
Meski mengalami penurunan semenjak 2017, jumlah koperasi di Indonesia sebetulnya cukup besar di angka 127 ribu dengan anggota sekitar 45 juta. Dengan jumlah sebesar itu, pemerintah perlu untuk menyambungkan titik-titik, sehingga ratusan ribu koperasi tersebut hingga menjadi simpul yang saling terhubung.
Baca juga : Digitalisasi Koperasi
Selain itu, pemerintah juga harus bisa mendorong tumbuhnya koperasi produksi, sehingga koperasi memiliki peranan yang lebih dominan dalam rantai pasok industri.
Terakhir, karena sebagian besar koperasi di Indonesia berjenis konsumsi, pemerintah juga perlu membantu koperasi untuk menambah basis keanggotaannya, terutama melalui utilisasi teknologi dan digitalisasi yang mutakhir.
Apabila langkah-langkah ini dijalankan, rasanya cita-cita Bung Hatta memakmurkan serta memperkuat demokrasi bangsa via koperasi masih bisa terwujud. Semoga. (LITBANG KOMPAS)
Pembetulan:
Perbaikan telah dilakukan pada paragraf keenam. Semula tertulis Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Koperasi, padahal seharusnya tertulis Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Terima kasih.