Sepeda Sebagai Alat Transportasi Masyarakat Urban
Keberadaan pesepeda komuter di Indonesia masih sangat minim. Namun, pembangunan fasilitas pendukung merupakan modal kuat untuk meningkatkan penggunaan moda ramah lingkungan yang sempat booming di awal pandemi ini.
Sepeda belum menjadi pilihan utama transportasi masyarakat urban di di Indonesia. Kenyamanan bersepeda membutuhkan dukungan ketersediaan jalur sepeda dan konektivitas dengan moda transportasi lain.
Masih minimnya sepeda sebagai alat transportasi masyarakat urban tercermin dari jumlah pesepeda yang digunakan warga komuter di Jabodetabek. Statistik Komuter Jabodetabek 2019 yang disusun Badan Pusat Statistik mencatat, terdapat 7.651 orang di Jabodetabek yang menggunakan sepeda sebagai alat transportasi.
Dibandingkan dengan pilihan moda transportasi lainnya, jumlah pesepeda tersebut kurang dari 1 persen warga komuter. Sepeda motor menjadi pilihan yang paling banyak (63 persen) digunakan warga untuk membantu mobilitasnya, diikuti transportasi umum dan mobil pribadi.
Pola serupa juga terjadi di kawasan komuter di Medan-Binjai-Deli Serdang (Mebidang), kawasan Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo-Lamongan (Gerbangkertosusilo) serta wilayah Bandung Raya. Pilihan terbanyak moda transportasi yang digunakan warga komuter di tiga kawasan tersebut adalah sepeda motor. Untuk jumlah komuter pesepeda, persentasenya juga sama yaitu 1 persen.
Minimnya pilihan sepeda sebagai moda transportasi kaum komuter karena belum didukung faktor keamanan dan kenyamanan. Faktor-faktor tersebut mulai dari jarak dan waktu yang harus ditempuh, kemacetan kota, serta masih sedikitnya jalur sepeda.
Selama bersepeda belum menjadi hal yang aman dan nyaman, maka sangat sulit untuk menjadi kendaraan pilihan utama. Berkali-kali booming sepeda gagal memberi dampak berarti pada lanskap transportasi perkotaan di Indonesia.
Booming sepeda yang terjadi akibat pandemi Covid-19 kian surut, harapan sepeda sebagai tulang punggung transportasi perkotaan sekali lagi runtuh. Pesepeda di jalanan ibu kota yang masih bisa ditemui sekarang mayoritas merupakan pesepeda akhir pekan yang bersifat rekreasional.
Surutnya popularitas sepeda di kala pandemi terlihat dari mulai turunnya permintaan sepeda. Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia menyampaikan kecenderungan penurunan permintaan sepeda tahun ini dibanding pada 2020. Tahun lalu, penjualan sepeda mencapai 8 juta unit. Prediksi di tahun ini, penjualan sepeda hanya berkisar 7,25 juta unit.
Jejak tren pencarian sepeda juga mengalami penurunan di mesin pencari Google. Puncak tren perburuan sepeda di Indonesia menurut detak Google Trends terjadi pada awal Juli 2020. Kata pencarian “sepeda” setahun kemudian hanya seperempat dari volume pencarian ketika puncak booming sepeda.
Momen ketenaran sepeda selalu sirna dalam waktu singkat. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar dalam perspektif pengembangan transportasi perkotaan. Mengapa di banyak tempat, sepeda dapat bertahan menjadi pilihan warga kota sebagai moda transportasi?
Penduduk yang menggunakan sepeda di Kota Kopenhagen Denmark mencapai 52 persen. Negara lain yang sebagian besar penduduknya berkomuter dengan bersepeda yaitu China (37 persen) dan Jepang (57 persen) yang berada di wilayah Asia.
Kenyamanan
Melihat sebaran negara-negara tersebut, tidak ada kendala pengunaan sepeda untuk berbagai aktivitas sehari-hari terutama dari aspek letak geografisnya termasuk di negara dengan iklim tropis. Fenomena tersebut juga muncul dari penelitian yang dilakukan oleh Qian Yun Lee & Dorina Pojani berjudul Making cycling irresistible in tropical climates? Views from Singapore (2019).
Dikatakan bahwa cuaca dan iklim tidak berpengaruh besar pada kemauan seseorang untuk memilih sepeda sebagai moda komuter sehari-hari. Kondisi tropis di wilayah penelitian yakni Singapura tidak jauh berbeda dengan Indonesia khususnya Jakarta.
Pesepeda di Singapura terbiasa bersepeda pada rentang suhu 29,5 derajat hingga 31,5 derajat Celcius. Rentang suhu yang terbilang cukup sempit dibanding dengan pesepeda di negara empat musim yang bisa mencapai minus 4 derajat Celcius ketika musim dingin dan 41 derajat Celcius saat musim panas.
Dilihat dari perbandingan rentang suhunya, kondisi cuaca dan iklim di kota-kota dengan angka pesepeda tinggi justru berada di lokasi cukup ekstrim dibanding wilayah khatulistiwa. Warga di Amsterdam misalnya, mereka bersepeda untuk menjangkau toko kelontong, kedai, kafe, dan tempat aktivitas harian sepanjang tahun. Ketika musim dingin tiba, suhu di bawah nol derajat tidak menjadi halangan karena bersepeda sudah menjadi cara hidup.
Dengan demikian, ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat faktor alam tidak menjadi penghambat. Berkomuter merupakan sebuah pola kehidupan masyarakat perkotaan yang sesungguhnya bisa dibentuk apabila ada dukungan dari masyarakat dan pemangku kebijakan.
Bukti nyata bahwa perilaku berkomuter dapat dibentuk adalah melihat transformasi kereta rel listrik (KRL) di perkotaan di Indonesia. Saat ini KRL sudah melayani Jabodetabek dan jalur Solo-Jogja.
Wajah transformasi KRL melalui penataan stasiun, kenyamanan gerbong penumpang, dan sistem pembayaran elektonik yang lebih rapi dan efisien membuat kian banyak warga tertarik menggunakan KRL. Dari faktor keamanan, disediakan aparat yang menjaga perjalanan kereta. Faktor keselamatan juga menjadi perhatian, terbukti tidak ada lagi penumpang di atap kereta yang membahayakan nyawa.
Jumlah penumpang harian KRL Jabodetabek pada 2015 yakni sekitar 700.000 orang. Berselang empat tahun, jumlahnya meningkat menjadi 900.000 penumpang per hari. Artinya semakin banyak warga yang memilih transportasi umum sebagai tunggangan sehari-hari.
Belajar dari kondisi tersebut, salah satu faktor dominan yang dapat memotivasi orang untuk memilih suatu moda transportasi adalah kenyamanan dan keamanan. Begitu juga dalam upaya mendorong masyarakat supaya mau memilih sepeda sebagai kendaraan sehari-hari.
Riset Lee dan Pojani menemukan bahwa adanya kebijakan dan fasilitas yang disediakan bagi pesepeda mampu menarik minat masyarakat di Singapura. Antara kebijakan dan fasilitas perlu diadakan secara berimbang dan berkesinambungan.
Misalnya ketika sebuah kota memiliki jalur sepeda baik yang terproteksi maupun hanya diberi tanda cat khusus belum cukup menunjukkan keramahan terhadap pesepeda. Perlu disediakan fasilitas perhentian seperti parkir sepeda yang mudah dijangkau dan aman. Kemudian tempat untuk membersihkan diri setelah perjalanan, serta layanan pertolongan bagi pengguna sepeda yang mengalami kendala di jalan.
Dukungan pemerintah
Dari aspek kebijakan dapat secara bertahap dilakukan dorongan yang serius berupa pemberian intensif bagi pesepeda, bukan justru ditarik pajak sepeda. Faktor lain yang dapat menarik minat warga untuk bersepeda adalah konektivitas dengan moda transportasi lain. Jauhnya jarak yang harus ditempuh warga komuter dapat dimimalkan dengan pemberian fasilitas tumpangan sepeda di KRL atau bis.
Jepang memberikan kenyamanan konektivitas pesepeda dengan transportasi lain bagi sepeda lipat. Karena berada di moda yang padat penumpang, sepeda lipat tersebut harus dimasukkan dalam wadah rinko bukuro (tas sepeda).
berkomuter merupakan pola kehidupan masyarakat perkotaan yang bisa dibentuk apabila ada dukungan dari masyarakat dan pemangku kebijakan
Di Indonesia, upaya memperluas minat warga untuk bersepeda dilakukan melalui penyediaan lajur sepeda, regulasi sepeda, hingga pembuatan jalur khusus sepeda. Momentum booming sepeda saat pandemi disambut dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta juga merilis Peraturan Gubernur Nomor 128 Tahun 2019 tentang Ketentuan Pengguna Jalur Sepeda. Selain itu, juga membangun jalur sepeda terproteksi di sepanjang Jalan Sudirman- MH Thamrin.
Hanya saja, keberadaan jalur terpoteksi sepeda terancam dibongkar tersebut mengganggu pengguna jalan yang lain. Perebutan ruas jalan menjadi persoalan klasik yang selalu muncul. Kemunculan wacana ini menjadi indikator kuat bahwa sepeda belum dipandang sebagai alternatif moda transportasi urban di Jakarta maupun kota-kota lain di Indonesia.
Memang, keberadaan pesepeda komuter di Indonesia dan Jabodetabek masih sangat minim. Namun, pembangunan fasilitas pendukung untuk merespon antusiasme masyarakat dikala booming sepeda merupakan modal kuat untuk meningkatkan penggunaan moda ramah lingkungan ini.
Baca juga: Menebak Arah "Booming" Sepeda Setelah Pandemi
Tidak harus berupa jalur terproteksi yang membutuhkan biaya mahal, tapi lajur khusus pesepeda harus makin banyak dibuat di jalan-jalan perkotaan. Demikian pula dengan fasilitas pendukung seperti parkir sepeda dan konektivitas dengan moda transportasi lainnya.
Pada titik ini menanti tekat dan tindakan konkrit pemerintah membuat kenyamanan, keamanan, dan keselamatan kaum pesepeda sebagai moda transportasi urban. Jika tidak, popularitas sepeda hanya akan terus menjadi fenomena sesaat. Sampai jumpa sepeda, sampai bertemu di booming selanjutnya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Membuka Lipatan Sejarah Sepeda Lipat