Menggalang Solidaritas Memberdayakan Warga Miskin Jakarta
Dampak pandemi Covid-19 yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat juga menumbuhkan solidaritas untuk saling membantu sesamanya, terutama kepada kaum miskin.
Dampak sosial ekonomi dari pandemi Covid-19 membuat warga miskin di DKI Jakarta semakin banyak. Solidaritas masyarakat ibu kota di dibutuhkan untuk membantu mereka yang terhimpit kemiskinan akibat kehilangan pekerjaan dan berkurangnya pendapatan.
Pandemi Covid-19 DKI turut berimbas melemahkan sendi-sendi perekonomian warga DKI Jakarta. Pembatasan sosial dan aktivitas publik berdampak pada meredupnya denyut perekonomian ibu kota.
Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada triwulan II-2020 tercatat minus 8,32 persen. Periode tersebut merupakan masa-masa sulit yang dialami mengingat kontraksi ekonomi yang terjadi lebih besar dari perekonomian nasional yaitu sebesar minus 5,32 persen.
Hingga triwulan I-2021, perekonomian Jakarta masih berada di bawah normal, meski mulai menunjukkan tren pemulihan. Pada triwulan I-2021 pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta sebesar minus 1,65.
Selain pertumbuhan yang negatif, pandemi juga membuat lebih banyak orang menjadi penganggur. Merujuk data dari BPS DKI Jakarta, pada Agustus 2020 tingkat pengangguran terbuka di DKI Jakarta mencapai 10,95 persen atau naik 4,41 persen dibandingkan dengan Agustus 2019. Terdapat 572.780 orang menganggur di masa pandemi.
Meningkatnya jumlah penganggur ini disebabkan limbungnya sektor formal yang mengakibatkan 453.295 pekerja hilang pekerjaan. Di luar itu itu, terdapat 1.673.028 pekerja mengalami pengurangan jam kerja yang berakibat pada menurunnya penghasilan dan daya beli.
Lesunya pertumbuhan ekonomi dan terpuruknya kinerja sektor riil membuat tingkat kemiskinan di ibu kota juga meningkat. Kenaikan jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta sebesar 4,69 persen selama pandemi. Dari sisi jumlah, tercatat 496,84 ribu jiwa warga Jakarta yang berada di bawah garis kemiskinan.
Kenaikan persentase kemiskinan tersebut diikuti dengan memburuknya kualitas kemiskinan yang tercermin dari indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan. Pada September 2020, besaran kedua indeks tersebut naik dibandingkan Maret 2020.
Kondisi di tengah pandemi memang sangat tidak menguntungkan bagi semua orang. Namun, mencermati memburuknya indikator kualitas kemiskinan, tekanan pandemi lebih dirasakan oleh penduduk miskin. Untuk mencegah makin terpuruknya warga miskin ibu kota, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan berbagai bantuan sosial, termasuk bekerja sama dengan Kementerian Sosial RI.
Bantuan sosial
Secara umum ada dua jenis bantuan yang diberikan untuk menanggulangi kemiskinan sebagai dampak pandemi, yaitu bantuan uang tunai dan sembako. Berbagai bantuan diberikan baik oleh Pemprov DKI Jakarta maupun Pemerintah Pusat.
Awal pandemi Covid-19, Pemprov DKI Jakarta mencatat ada 1,2 juta orang yang berhak mendapat paket bantuan pada April 2020. Paket tersebut berisikan bahan pangan pokok, masker kain, dan sabun. Kementerian Sosial juga turut menyalurkan bantuan untuk 2,6 juta orang.
Bantuan sosial yang diberikan ke masyarakat bertujuan agar tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat khususnya kaum miskin Jakarta dapat sedikit ringan. Terdapat tiga skenario jaring pengaman sosial yang diberikan selama masa pembatasan sosial di DKI Jakarta.
Pertama, pemerintah pusat menyalurkan subsidi gaji/upah kepada pekerja dengan gaji kurang dari Rp 5 juta. Kedua, penyelenggaraan program bantuan sosial yang meliputi sembako dan uang tunai. Bantuan sosial uang tunai mengalami perubahan pada periode Juli-Desember 2020, di mana masyarakat mendapatkan uang sebanyak Rp 300 ribu per bulan.
Ketiga, Pemprov DKI Jakarta menjamin bantuan sembako berkala kepada 2,46 juta keluarga rentan miskin hingga Desember 2020. Bantuan tersebut didistribusikan melalui PD Pasar Jaya.
Bansos tetap disalurkan mengingat jumlah keluarga rentan miskin terbilang jauh lebih besar dibandingkan keluarga miskin (1,3 juta KK). Untuk bantuan sosial berupa uang tunai, pada 2021 Pemprov DKI melanjutkan progam Bantuan Sosial Tunai sebesar Rp 300.000 per bulan selama Januari-April 2021. Ada 1.041.905 orang penerima BST yang disalurkan melalui rekening Bank DKI.
Bantuan uang tunai dan sembako menjadi salah satu bentuk penanggulangan dampak kemiskinan yang efektif di masa krisis. Bantuan serupa juga diberikan pemerintah saat Indonesia mengalami krisis moneter pada 1997/1998. Di saat mengalami krisis seperti saat pandemi ini, pemerintah menjadi harapan bersandarnya beban masyarakat.
Kepedulian pemerintah ini menjadi wujud tanggung jawab melindungi masyarakat dan menghadirkan kesejahteraan bagi warganya. Melalui kebijakan anggaran baik APBN maupun APBD, berbagai program perlindungan sosial diberikan pemerintah untuk menjamin kebutuhan dasar terutama pangan.
Peran pemerintah tersebut juga ditangkap dari jajak pendapat Kompas 15-17 Juni 2021 lalu. Sebagian besar responden (60 persen) melihat pemerintah merupakan pihak yang paling banyak memberikan bantuan.
Jika melihat apa yang dilakukan pemerintah saat awal-awal pandemi melanda Indonesia, berbagai bantuan segera disalurkan kepada warga yang rentan terdampak pandemi, termasuk warga miskin. Pemerintah memberikan Bantuan Sosial Reguler berupa program sembako dan program keluarga harapan melalui Kementerian Sosial.
Ada pula bantuan penugasan khusus presiden berupa bantuan sosial sembako untuk 1,3 juta kepala keluarga terdampak Covid-19 di DKI Jakarta dengan nilai anggaran Rp 2,3 triliun. Bantuan lain adalah bantuan sosial sembako dan makanan siap saji bagi warga DKI Jakarta. Kementerian Sosial menyalurkan 300 ribu paket sembako senilai Rp 200 ribu.
Solidaritas
Selain pemerintah, publik mengungkapkan pihak yang paling sering memberikan bantuan adalah tetangga (22 persen), lembaga swadaya masyarakat (19,1 persen), dan keluarga terdekat (11,5 persen). Jalinan kepedulian antar sesama warga memang terbentuk erat selama pandemi, mengingat semua orang merasakan dampaknya, baik secara ekonomi dan kesehatan.
Melihat pihak-pihak yang memberikan bantuan selama pandemi, jajak pendapat Kompas juga memberikan cermin munculnya solidaritas masyarakat kepada sesamanya yang membutuhkan bantuan. Dalam lingkup terdekat, tetangga merupakan aktor terkuat dalam memupuk modal sosial berupa solidaritas.
Dampak pandemi yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat juga mendorong terbentuknya modal sosial untuk saling membantu sesamanya. Penting menjadi catatan bahwa modal sosial adalah tumpuan pemberdayaan masyarakat, khususnya di masa-masa sulit.
Hingga triwulan I-2021, perekonomian Jakarta masih berada di bawah normal, meski mulai menunjukkan tren pemulihan.
Prinsip dasarnya adalah kelompok-kelompok masyarakat memiliki nilai sosial dan budaya yang menghargai pentingnya kerja sama. Khusus masyarakat perkotaan, kerja sama antar masyarakat dapat dikatakan menguat selama pandemi.
Apabila dalam kondisi normal masyarakat perkotaan memiliki kecenderungan individualis karena rutinitas dan aktivitas usaha, berkah pandemi menyemai kembali bibit-bibit solidaritas antarwarga. Banyak orang yang berdonasi atau membagikan makanan ke orang lain, sebuah aktivitas yang sangat jarang terjadi di perkotaan.
Di tataran Pemprov DKI Jakarta, modal sosial ini difasilitasi melalui berbagai Program Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB). Program kolaborasi yang sudah berjalan adalah KSBB Pangan, UMKM, Pendidikan, Permukiman, dan Tenaga Kerja.
Melalui laman corona.jakarta.go.id masyarakat dapat berpartisipasi dalam program Kolaborasi Sosial Berskala Besar #BantuSesama di Jakarta. Merujuk data yang ditampilkan pada 22 Juni 2021, terdapat 134.666 paket sembako yang telah tersalurkan baik ke komunitas warga di RW, pesantren, panti asuhan, panti disabilitas, dan panti jompo.
Pemberdayaan
Di luar kepedulian pemerintah dan tumbuhnya solidaritas warga di masa pandemi Covid-19, bantuan yang diberikan kepada warga miskin saat ini masih lebih dominan berupa dimensi darurat. Belum tampak diberikan bantuan-bantuan dalam skala waktu yang lebih panjang seperti pemberian modal usaha atau akses mendapatkan pekerjaan.
Padahal, bantuan jangka panjang berupa pemberdayaan warga miskin merupakan jenis bantuan yang dinilai publik dapat menjadi solusi mengentaskan masalah kemiskinan kota. Lebih dari sepertiga responden mengungkapkan bahwa kaum miskin membutuhkan lapangan pekerjaan atau diberikan kesempatan kerja yang lebih luas.
Tak jauh berbeda, sebanyak 30 persen responden lainnya mengatakan bahwa bantuan modal usaha atau kredit usaha sangat dinantikan saat ini. Sementara responden lainnya masih sangat membutuhkan bantuan uang tunai (18 persen) dan bahan pangan atau sembako (14 persen).
Bagi publik, memperoleh kesempatan kerja dan modal usaha menjadi modal kuat bagi warga miskin kota untuk bangkit kembali dari krisis pandemi. Jenis bantuan langsung, seperti uang tunai dan sembako, memang bersifat sementara. Artinya, mereka masih dibayangi bagaimana cara mencukupi kebutuhan di bulan-bulan berikutnya.
Kemauan untuk bekerja dan berwirausaha adalah modal yang sangat cukup untuk berkembang di tengah tekanan pandemi. Pemerintah provinsi perlu menyambut dengan pembuatan skenario pembiayaan usaha mikro, kecil, dan menengah untuk masyarakat, bersamaan dengan penciptaan lapangan kerja di kemudian hari.
Hasil jajak pendapat Kompas tersebut selaras dengan hasil survei IDEAS (Institute for Demographics and Poverty Studies) yang dirilis Mei 2021, di mana ada tiga kluster permasalahan yang dihadapi keluarga miskin di tengah pandemi. Kluster pertama adalah ada 61 persen masyarakat merasakan sulitnya mendapat pekerjaan.
Kluster kedua adalah hampir sembilan dari sepuluh responden mengaku mengalami defisit keuangan keluarga. Banyak masyarakat yang akhirnya memilih utang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kluster terakhir adalah sebanyak 82,5 persen responden mengalami kesulitan akses makanan, sehingga banyak yang beralih ke pangan yang lebih murah atau mengurangi frekuensi makan harian.
Baca juga: Polemik Data Jegal Warga Miskin Jakarta
Kaum miskin kota memang menjadi salah satu pihak yang paling terdampak selama pandemi. Pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota, perlu memetakan kembali kebutuhan paling mendesak masyarakat.
Untuk fase awal pandemi, jenis bantuan sembako dan uang tunai memang sangat sesuai. Namun di fase menuju penguatan ekonomi, perluasan lapangan kerja dan pemberian modal menjadi program jangka panjang pemberdayaan warga miskin untuk menapaki kehidupan yang lebih layak. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Kolong Kemiskinan Jakarta Tidak Pernah Sepi