Merunut Prestasi Timnas Sepak Bola Besutan Pelatih Asing
Dalam sejarah sepak bola Tanah Air, tercatat 19 nama pelatih asing sudah menangani tim nasional ”Garuda” sejak awal kemerdekaan.
Pelatih berperan penting dalam memajukan sepak bola Indonesia dengan melahirkan pemain sepak bola yang berkualitas sehingga berkontribusi besar dalam meningkatkan prestasi sepak bola nasional. Dalam sejarah sepak bola Tanah Air, tercatat 19 nama pelatih asing sudah menangani tim nasional ”Garuda” sejak awal kemerdekaan.
PSSI yang dipimpin Mochamad Iriawan pada akhir Desember 2019 menunjuk Shin Tae-yong sebagai pelatih tim nasional sepak bola Indonesia selama empat tahun. Dengan pengalamannya mengantar timnas Korea Selatan lolos ke Piala Dunia 2018, publik berharap ia mampu mengantar timnas Garuda terbang tinggi di tingkat Asia ataupun dunia.
Shin Tae-yong baru resmi menakhodai timnas di Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia pada awal Juni 2021. Bersama timnas Garuda, pelatih asal Korea Selatan itu menjalani tiga laga tersisa di kualifikasi tersebut. Debut perdana Shin bersama timnas terjadi saat melawan Thailand 3 Juni 2021 di Dubai, Uni Emirat Arab.
Hasil imbang lawan Thailand dengan skor 2-2 membuat timnas meraih poin pertama, yang sebelumnya selalu kalah di lima laga Grup G. Indonesia tergabung dalam Grup G bersama Thaland, Vietnam, Uni Emirat Arab, dan Malaysia.
Prestasi tim Garuda di bawah nakhoda Shin Tae-yong dalam laga kualifikasi Piala Dunia ditambah laga uji coba itu memang belum memuaskan. Meski demikian, Shin Tae-yong dinilai banyak kalangan berhasil meletakkan fondasi kokoh bagi sebuah tim dengan mengandalkan pemain-pemain muda.
Di bawah pelatih Shin Tae-yong, timnas berisikan pemain-pemain muda dengan rata-rata usia 22-25 tahun yang menjadi skuad termuda Indonesia dalam sejarah keikutsertaan di ajang internasional. Lantas bagaimana prestasi timnas Indonesia di bawah pelatih-pelatih asing sebelumnya?
Prestasi timnas sepak bola negeri ini bagai roller coster, naik turun silih berganti. Di tingkat Asia dan ASEAN, timnas pernah disegani pada masa Orde Lama dan periode 1970-1990-an. Namun memasuki abad ke-21, timnas Garuda bak macan ompong, bahkan tahun 2016, prestasi timnas terpuruk di posisi 180 atau terbawah dibandingkan negara ASEAN lainnya.
Pasang surut prestasi timnas itu tak bisa lepas dari peran pelatih dan kinerja organisasi yang mengelola sepak bola nasional. Era sebelum Indonesia merdeka, pada ajang Piala Dunia, misalnya, tim sepak bola Hindia Belanda besutan Christoffel van Mastenbroek tercatat sebagai tim Asia pertama yang berpartisipasi di Piala Dunia 1938 di Perancis. Saat itu, timnas masih membawa nama Hindia Belanda mewakili zona Asia.
Pada Piala Dunia di Perancis itu memang bukan tim PSSI yang berangkat, melainkan pemain NIVU (organisasi sepak bola di Hindia Belanda) dengan nama Hindia Belanda yang berangkat ke Piala Dunia 1938. Meskipun demikian, hal itu tetap membanggakan karena para pemain NIVU tersebut sebagian adalah orang pribumi.
Masa Orde Lama
Di awal kemerdekaan, Presiden Soekarno yang menjadikan olahraga sebagai alat menyatakan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa. Di masa tersebut, sepak bola Indonesia pernah berjaya di kancah internasional pada era 1950-an.
Dua pelatih asing pernah menangani timnas sepak bola di era tersebut, yakni Choo Seng Quee dari Singapura (1951-1953) dan Antun Toni Pogacnik dari Yugoslavia (1954-1964). Choo Seng Quee berhasil membawa timnas Indonesia hingga babak perempat final Asian Games I yang digelar di New Delhi 1951.
Timnas Indonesia berasil menembus semifinal Asian Games 1954 di Manila meski tak dapat medali. Empat tahun kemudian, timnas kembali menembus semifinal dan meriah medali perunggu di Asian Games 1998 Tokyo.
Timnas besutan Pogacnik itu juga sempat mengejutkan di ajang Olimpiade 1956 di Melbourne,, Australia. Meski gagal meraih medali, tim sepak bola Indonesia berhasil mencapai babak perempat final menahan imbang tanpa gol Uni Soviet. Pogacnik menangani timnas hingga tahun 1964. Ia mundur setelah gagal mencapai target medali di ajang Asian Games 1962 yang digelar di Jakarta.
Masa Orde Baru
Di masa Orde Baru, timnas sepak bola Indonesia masih disegani di ASEAN, bahkan di Asia. Di tingkat Asia, misalnya, prestasi timnas adalah lolos ke babak semifinal sepak bola Asian Games Tahun 1986.
Adapun di ajang SEA Games, timnas meraih medali emas sepak bola, yakni di tahun 1987 di Jakarta dan tahun 1991 di Manila, Filipina. Sementara medali perak diraih pada SEA Games 1979 dan 1997. Indonesia pun menduduki posisi 76 dari 208 anggota FIFA. Posisi tertinggi yang pernah dicapai negeri ini sejak FIFA meranking negara berdasarkan prestasi tim nasionalnya.
Anatoli Polosin (1987-1991) adalah pelatih yang terbilang sukses menangani timnas sepak bola di era ini. Di bawah asuhan pelatih dari Rusia itu, timnas Indonesia sukses meraih medali emas di ajang SEA Games 1991 di Filipina dan sebelumnya medali perunggu di SEA Games 1989 di Malaysia.
Pelatih asing lainnya yang mampu berprestasi di masa tersebut adalah Frans van Balkom dari Belanda (1978-1979) yang mempersembah medali perak SEA games 1979, Bernd Fischer dari Jerman (1980-1981) medali perunggu SEA Games 1981, dan Henk Wullems dari Belanda (1996-1997) medali perak atau runner-up SEA Games 1997.
Masa Reformasi
Di masa awal Reformasi, ketika PSSI dipimpin Agum Gumelar (1999-2003), prestasi yang ditorehkan timnas meningkat di ajang Piala AFF. Ada dua pelatih asing yang menangani timnas di era Agum Gumelar, yakni Bernard Schumm dari Jerman (1999) dan Ivan Venkov Kolev dari Bulgaria (2002-2004).
Bernad Schumm mendampingi timnas di ajang SEA Games 1999 dan mempersembahkan medali perunggu. Semantara Ivan Kolev yang melatih selama dua tahun berhasil membawa timnas lolos ke babak final Piala AFF 2002 dan keluar sebagai runner-up di kejuaraan tingkat ASEAN tersebut.
Di era Nurdin Halid, timnas ditangani tiga pelatih asing, yakni Peter Withe dari Inggris (2004-2007), Ivan Venkov Kolev (2007) yang kembali menangani timnas, dan Alfred Riedl dari Austria (2010-2011).
Peter Withe mendampingi timnas di ajang Piala Asia U-20 2004 dan hanya sampai di babak penyisihan grup. Di Piala Tiger 2004 (kini Piala AFF), Withe mengantarkan timnas Indonesia ke partai puncak. Sementara Ivan Kolev yang memegang timnas selama setahun hanya mampu mengantarkan timnas Garuda ke babak penyisihan grup Piala Asia 2007.
Adapun Afred Riedl yang dikontrak selama dua tahun mampu membawa timnas hingga babak final Piala AFF 2010. Ia diberhentikan dari jabatannya pada Juli 2011 oleh kepengurusan baru PSSI yang dipimpin Djohar Arifin.
Di masa suram persepakbolaan nasional dengan munculnya dualisme Liga Indonesia, yakni Liga Primer Indonesia (LPI) dan Indonesia Super League (ISL), setidaknya ada lima nama pelatih asing yang menangani timnas, yakni Wim Rijsbergen dari Belanda (2011-2012), Luis Manuel Blanco dari Argentina (2013), Jacksen F Tiago dari Brasil (2013), Peter Huesla (2015), dan Alfred Riedl (2013-2014, 2016).
Di bawah Ketua Umum Edy Rahmayadi, pada 2016 PSSI kembali mengontrak pelatih asing untuk menukangi timnas Indonesia. Luis Milla (Januari 2017) dan Simon McMenemy (Desember 2018). Dua pelatih asing itu dikontrak dengan durasi selama dua tahun, kontrak Luis Milla berakhir seusai Asia Games 2018, sementara McMenemy berakhir setelah Piala AFF 2020.
Harapan prestasi baru
Kini, PSSI yang dipimpin Mochamad Iriawan menunjuk Shin Tae-yong asal Korea Selatan selama empat tahun. Selama karier kepelatihannya, Shin Tae-yong berhasil menorehkan prestasi yang luar biasa, baik di klub maupun timnas Korea Selatan.
Ketika melatih timnas Korea Selatan U-23, ia berhasil meloloskan Korsel hingga babak perempat final Olimpiade 2016 di Brasil. Ia juga berhasil meloloskan Korea Selatan ke Piala Dunia 2018 di Rusia.
Masih ada waktu dua tahun lebih bagi Shin Tae-yong membentuk skuad yang berisikan pemain-pemain muda di ajang Piala AFF dan SEA Games 2021. Dengan pengalaman menangani timnas Korsel, bisa jadi prestasi Shin Tae-yong mendatang mampu sejajar dengan Antum Pogacnik di masa Orde Lama atau melampau Anatoli Polosin di masa Orde Baru dan Alfred Riedl di masa Reformasi.
(LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Shin Tae-yong dan Penerus Trah Sepak Bola Indonesia