Di Balik Antusiasme Masyarakat dalam PPDB
Walau sudah berjalan empat tahun, bukan berarti PPDB tahun ini terhindar dari kendala. Salah satunya adalah transparansi hasil seleksi PPDB.

Sejumlah wali murid melaporkan kendala pendaftaran peserta didik baru (PPDB) ke posko layanan PPDB di Kantor Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (8/6/2021).
Besarnya antusiasme masyarakat dalam PPDB didorong oleh tingginya minat untuk mengenyam pendidikan di sekolah negeri. Persaingan ketat terjadi karena jumlah pendaftar sering kali melebihi daya tampung sekolah.
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2021/2022 sudah dimulai. Tahun ini penerimaan siswa baru masih menggunakan sistem zonasi. Artinya, sudah empat tahun sistem zonasi digunakan dalam penerimaan peserta didik.
Walau sudah berjalan empat tahun, bukan berarti PPDB tahun ini terhindar dari kendala. Di daerah yang telah memulai pendaftaran dan proses seleksi, ditemukan sejumlah kendala yang pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Salah satunya adalah transparansi hasil seleksi PPDB. Di Jawa Timur, Aliansi Pelajar Surabaya, yaitu kelompok pelajar lulusan SMP yang gagal diterima di SMA atau SMK negeri melalui PPDB 2021, melakukan unjuk rasa. Mereka menuntut transparansi PPDB SMA di Surabaya.
Salah seorang anggota aliansi, yaitu Mirza Akmal Putra, menceritakan bahwa ia tidak diterima di salah satu SMA negeri yang berada satu zona dengan tempat tinggalnya. Mirza kemudian terpaksa mendaftar ke sekolah swasta. Padahal, ia dan teman-temannya lebih memilih sekolah negeri karena biayanya murah.
Mirza dan teman-temannya adalah sebagian dari pendaftar PPDB yang tidak lolos. Ini karena jumlah SMA negeri di Surabaya tidak dapat memenuhi seluruh jumlah pendaftar PPDB. Kepala Dinas Pendidikan Jatim Wahid Wahyudi mengatakan, jumlah SMA di Surabaya hanya dapat menampung 37 persen lulusan SMP. Sisanya kemudian bersekolah di sekolah swasta.

Aliansi Pelajar Surabaya dan Forum Komunitas Pemerhati Pendidikan Surabaya melakukan aksi keprihatinan terkait PPDB SLTA Surabaya di depan Gedung Grahadi, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (2/6/2021). Mereka menuntut dinas terkait untuk melakukan seleksi PPDB SLTA di Surabaya dengan transparan. Mereka juga menganggap bahwa sistem zonasi banyak membawa kerugian bagi pelajar Surabaya.
Zonasi untuk pemerataan
Sistem zonasi sebenarnya membantu siswa-siswa dari keluarga kurang mampu untuk dapat tetap melanjutkan pendidikannya tanpa beban biaya tinggi. Dengan sistem zonasi, pendaftar tidak lagi bersaing melalui nilai akademi. Sistem penerimaan siswa berdasarkan nilai akademi menyebabkan ketimpangan akses pendidikan sekolah negeri antara siswa dari keluarga mampu dan kurang mampu.
Siswa dari keluarga mampu memiliki sumber daya dan dukungan lebih baik untuk mendapat kesempatan memperoleh nilai tinggi dan diterima di sekolah favorit. Mereka bisa saja mengikuti les, lingkungan yang nyaman, fasilitas buku yang memadai, dan memiliki waktu yang lebih banyak untuk belajar. Sementara bagi siswa dari keluarga kurang mampu belum tentu mereka mendapatkan semua kesempatan itu.
Dengan sistem zonasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjamin setiap siswa dari semua kalangan mendapat akses pendidikan yang sama kualitasnya. Berdasarkan Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, jalur pendaftaran PPDB dapat melalui empat jalur. Pertama, jalur zonasi dengan kuota untuk SMP dan SMA paling sedikit 50 persen dari daya tampung sekolah.
Kemudian melalui jalur afirmasi dengan kuota paling sedikit 15 persen dari kuota sekolah. Jalur afirmasi ini diperuntukkan bagi siswa dari keluarga ekonomi tidak mampu dan penyandang disabilitas.
Selanjutnya, untuk jalur perpindahan tugas orangtua diberikan kuota paling banyak 5 persen dari daya tampung sekolah. Sisanya diberikan untuk jalur prestasi.
Jalur zonasi mengutamakan jarak atau kedekatan tempat tinggal dengan sekolah. Semua calon siswa dari berbagai latar belakang dapat mendaftar ke sekolah negeri yang satu zona dengan tempat tinggalnya. Bagi siswa kurang mampu, juga tersedia jalur khusus untuk memastikan diterimanya mereka di sekolah negeri.

Sekolah negeri diminati
Walakin, bukan berarti semua pendaftar dari berbagai latar belakang pasti lolos seleksi. Hal ini karena banyaknya jumlah pendaftar dibandingkan daya tampung sekolah negeri. Padahal, sekolah swasta sudah dapat masuk dalam sistem PPDB sesuai kebijakan pemerintah daerah.
Sekolah negeri menjadi target utama pendidikan sebagian besar masyarakat karena biaya pendidikan dinilai lebih murah, bahkan gratis. Selain itu, masih ada anggapan bahwa sejumlah sekolah negeri memiliki kualitas lebih baik dibandingkan swasta.
Situasi ini masih umum terlihat di masyarakat meskipun PPDB dengan sistem zonasi sudah berjalan empat tahun. Bahkan upaya memalsukan dokumen administrasi dilakukan orangtua demi sang anak lolos PPDB sekolah negeri.
Padahal kuota penerimaan siswa sekolah negeri tidak seberapa. Di DKI Jakarta, pada hari ketiga (9/6/2021) pendaftaran PPDB, jumlah pendaftar sudah melebihi daya tampung. Total pendaftar dari tingkat SD hingga SMA mencapai 238.554 orang. Padahal daya tampung sekolah negeri untuk tiga jenjang pendidikan itu hanya 212.212.
Jika dilihat per jenjang pendidikannya, memang setiap kenaikan jenjang persaingan akan semakin sengit. Hal itu karena semakin tinggi jenjang pendidikannya, semakin sedikit jumlah sekolahnya. Jumlah SMP lebih sedikit dibandingkan SD, jumlah SMA lebih sedikit dibandingkan SMP.

Hal ini berpengaruh terhadap daya tampung siswa. Semakin sedikit sekolahnya, semakin sedikit siswa yang dapat diterima di sejumlah sekolah itu.
Sebagai gambaran, pada PPDB DKI Jakarta, daya tampung SMP negeri dibandingkan lulusan SD hanya 47,33 persen. Daya tampung SMA dan SMK hanya 33,66 persen dibandingkan lulusan SMP. Hal itu berarti lebih dari 50 persen siswa lulusan SD atau SMP tidak akan tertampung di sekolah negeri.
Bukan berarti semua pendaftar pasti lolos seleksi, mengingat banyaknya jumlah pendaftar dibandingkan daya tampung sekolah negeri.
Selain karena jumlah lulusan dan daya tampung yang kurang seimbang, upaya pemerataan akses pendidikan melalui sistem zonasi juga masih menghadapi kendala blank spot. Wilayah blank spot ini adalah wilayah yang terdapat calon siswa, tetapi tidak masuk area zonasi PPDB atau sama sekali tidak memiliki sekolah negeri.
Tahun ini, blank spot masih didapati di sejumlah daerah. Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dedi Supandi menyebutkan, 15 daerah dari 212 kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri di Jawa Barat masuk dalam wilayah blank spot PPDB SMA/SMK Negeri. Siswa yang berada di blank spot ini berpotensi sulit mendaftar ke sekolah negeri meskipun bisa mencoba melalui jalur pendaftaran selain jalur zonasi.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah pada PPDB 2020 memberi solusi bagi pendaftar yang bertempat tinggal di wilayah blank spot. Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah Jumeri mengatakan, pihaknya mengombinasikan jarak dan prestasi untuk siswa yang tinggal di wilayah blank spot atau wilayah yang tidak memiliki SMA/SMK negeri. Dengan demikian, siswa tersebut tetap mendapat kesempatan bersekolah di sekolah negeri terdekat.

Guru menjelaskan kepada wali murid di posko pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) di SMK Negeri 70 Jakarta, Senin (7/6/2021).
Dukungan untuk setiap sekolah
Bagi pendaftar yang tidak lolos seleksi PPDB, mereka harus mendaftar ke sekolah swasta. Jika ditilik dari jumlahnya, sekolah swasta cukup untuk menampung jumlah peserta didik yang membeludak di sekolah negeri. Sayangnya, sering kali sekolah swasta kurang begitu diminati hingga banyak yang kekurangan murid hingga harus berhenti beroperasi.
Padahal berdasarkan data BPS, jumlah sekolah swasta SMP lebih dari separuh jumlah sekolah negeri. Bahkan, jumlah SMA dan SMK swasta melebihi jumlah sekolah negeri.
Kendala terbesar yang membuat sebagian masyarakat mendaftarkan putra-putrinya di sekolah swasta adalah karena tingginya biaya pendidikan. Untuk calon siswa dari keluarga yang mampu, masalah biaya pendidikan tidak menjadi masalah. Namun, bagi siswa dari keluarga kurang mampu, ini cukup memberatkan. Bahkan situasi ini dapat menyebabkan siswa putus sekolah.
Akan tetapi, tidak semua sekolah swasta berbiaya tinggi. Banyak pula sekolah swasta berbiaya rendah yang justru mengakomodasi siswa-siswa dari keluarga kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini digambarkan dari hasil penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) pada 2016 di DKI Jakarta.

Contoh kasus di daerah Koja, wilayah dengan jumlah penduduk miskin kedua terbanyak di Jakarta Utara menunjukkan, jumlah sekolah swasta lebih banyak daripada sekolah negeri. Lebih dari setengah sekolah swasta tingkat SD-SMA/SMK dan MI-MA merupakan sekolah swasta berbiaya rendah. Sekolah-sekolah ini membantu siswa-siswa dari keluarga kurang mampu tetap bersekolah dengan biaya murah.
Namun, berdasarkan penelitan tersebut, sekolah-sekolah swasta terutama yang menarik biaya rendah justru terpinggirkan oleh kebijakan. Standar sarana dan prasarana sekolah Kemendikbud sering kali tidak dapat dipenuhi sekolah swasta karena lahan dan kondisi keuangan yang terbatas. Selain itu, sekolah swasta sering dinomorduakan karena pendidikan di Indonesia masih menitikberatkan pendidikan formal di sekolah negeri.
Melihat situasi ini, upaya pemerataan pendidikan masih harus menempuh jalan panjang. Permasalahan daya tampung sekolah negeri yang tidak sebanding dengan jumlah pendaftar menuntut pemerintah untuk menambah jumlah sekolah. Ini perlu dilakukan terutama di daerah yang sulit terjangkau dan termasuk blank spot.
Baca juga : Mengurai Sistem Zonasi PPDB
Selain menambah jumlah sekolah, diperlukan upaya pemerataan penanganan dan kualitas semua sekolah, baik negeri maupun swasta. Sekolah swasta memiliki peranan penting untuk mengisi kekosongan layanan pendidikan di wilayah-wilayah tertentu. Namun, dukungan untuk sekolah-sekolah ini belum maksimal, termasuk soal biaya pendidikan murid-muridnya.
PPDB dengan sistem zonasi diharapkan mampu menjawab permasalahan-permasalahan ini. Harapan ini bersandar pada target untuk memetakan daya tampung dan pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia baik sekolah negeri maupun swasta. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : PPDB 2020, Penerapannya pada Masa Pandemi