Sebanyak apa pun pemain mencetak gol, kemenangan sebuah tim tidak terlepas dari peran penjaga gawang. Bagaikan dewa, tangan kiper dapat menentukan nasib timnya.
Oleh
Yohanes Mega Hendarto
·7 menit baca
Menit ke-9, blunder dari Pepe segera dimanfaatkan oleh Payet untuk mengirim umpan lambung ke arah Antoine Griezmann yang berlari ke kotak penalti. Bola disundul tepat mengarah pojok kanan gawang Portugal. Dengan ketangkasannya, Rui Patricio menepis bola dan berhasil mengamankan gawang hingga peluit panjang akhir pertandingan.
Penyelamatan gemilang di menit-menit awal final Piala Eropa 2016 itu hanyalah salah satu peran krusial yang ditunjukkan oleh Rui Patricio, kiper Portugal. Malam itu ia mencatatkan tujuh penyelamatan penting dan total tujuh tendangan pemain Perancis ke arah gawang Portugal. Seandainya satu bola saja lolos darinya, bisa saja Portugal yang minim menciptakan peluang di pertandingan itu gagal menjadi juara Piala Eropa 2016.
Setelah pesta kemenangan Portugal menjuarai Piala Eropa untuk pertama kalinya, perhatian media massa tertuju kepada sosok Griezmann. Kendati timnya gagal menjadi juara, pemain asal Perancis itu mencatatkan diri sebagai pemain terbaik di Piala Eropa 2016 sekaligus pencetak gol terbanyak. Sementara itu, performa mentereng Patricio seakan dilihat sambil lalu karena tidak ada penghargaan khusus bagi seorang kiper atau Sarung Tangan Emas di Piala Eropa hingga saat ini.
Sarung Tangan Emas diperkenalkan pada 1994 untuk mengakui kontribusi seorang penjaga gawang dalam kesuksesan sebuah tim. Dipilih oleh kelompok studi teknis FIFA, Sarung Tangan Emas diberikan kepada penjaga gawang terbaik di turnamen tersebut. Jumlah clean sheet (tanpa kebobolan di satu pertandingan atau nirbobol), jumlah penyelamatan, dan penyelamatan di kotak penalti akan menjadi faktor besar dalam menentukan kiper yang berhak atas Sarung Tangan Emas.
Sayangnya, penghargaan Sarung Tangan Emas di sepak bola hanya ada di Piala Dunia, tetapi tidak ada dalam kejuaraan Piala Eropa. Sementara penghargaan lainnya, seperti Golden Boot (sepatu emas untuk pencetak gol terbanyak), Silver Boot (sepatu perak untuk pencetak gol terbanyak kedua), dan Bronze Boot (sepatu perunggu untuk pencetak gol terbanyak ketiga) tetap ada di Piala Dunia ataupun Piala Eropa.
Untuk Piala Eropa 2016, ketiga penghargaan ini secara berurutan jatuh kepada Antoine Griezmann (Perancis), Cristiano Ronaldo (Portugal), dan Olivier Giroud (Perancis).
Namun, membahas penjaga gawang tidak akan lengkap bila tidak menyertakan Lev Yashin (Uni Soviet). Penjaga gawang yang kariernya cemerlang antara 1950 dan 1970 ini memiliki julukan ”Black Spider” (”Laba-Laba Hitam”) karena selain sulit ditembus, ia kerap menggunakan pakaian seragam serba hitam hingga kaus kakinya. Bisa dikatakan, Yashin adalah sosok yang memelopori kiper atraktif sekaligus sweeper keeper, yang berani maju menyapu bola ke luar kotak penalti.
Uniknya dalam tujuh Piala Dunia terakhir, peraih penghargaan Sarung Tangan Emas semuanya berasal dari Benua Eropa. Setelah Michel Preud’homme (Belgia), penjaga gawang lainnya yang tercatat yaitu Fabien Barthez (Perancis), Oliver Khan (Jerman), Gianluigi Buffon (Italia), Iker Casillas (Spanyol), Manuel Nueur (Jerman), dan terakhir Thibaut Courtois (Belgia).
Adu tangkas
Sebenarnya, adu ketangkasan para penjaga gawang di Piala Eropa patut dinantikan. Deretan nama penjaga gawang yang berprestasi di klubnya ini siap beradu ketangkasan di Piala Eropa. Baik itu penyelamatan penalti ataupun tepisan tipis menghalau bola, tindakan mereka dapat menjadi pembeda antara kemenangan dan kekalahan.
Untuk saat ini, predikat penjaga gawang terbaik versi FIFA masih dipegang oleh Manuel Nueur selama empat tahun terakhir. FIFA menilai kiper Jerman ini telah memberikan penampilan luar biasa di Liga Champions 2019/2020 sehingga Bayern Muenchen keluar sebagai juara. Ia hanya kebobolan 31 kali dalam 33 pertandingan Bundesliga yang akhirnya membantu mempertahankan dominasi domestik klub ”Bavaria” tersebut.
Meski menyandang predikat kiper terbaik FIFA, performa Nueur patut dipantau. Sebab, dalam fase kualifikasi Piala Eropa, capaiannya tidak gemilang tetapi tidak buruk juga. Dalam tujuh pertandingan bersama Jerman, ia berhasil tidak kebobolan dalam lima pertandingan, tetapi harus memungut bola sebanyak enam kali dari gawangnya.
Barangkali pesaing terdekat bagi Nueur di Piala Eropa kali ini adalah penjaga gawang Belgia yang bermain untuk klub Real Madrid, Thibaut Courtois. Di fase kualifikasi, Curtois bermain sebanyak sembilan kali dan berhasil menjaga bersih gawangnya dari gol lawan sebanyak tujuh kali. Penampilannya terbilang gemilang karena hanya kebobolan dua kali selama babak kualifikasi.
Selanjutnya, ada Gianluigi Donnarumma, penjaga gawang Italia berusia 22 tahun yang kini bermain untuk AC Milan dan digadang-gadang menjadi penerus kiper ternama, Gianluigi Buffon. Permainan impresif Donnarumma telah mengantar AC Milan ke posisi kedua di Serie A Italia. Bermain sebanyak lima kali bagi Italia di babak kualifikasi, dirinya hanya kebobolan dua kali dan tidak kebobolan dalam tiga pertandingan.
Meski tidak lagi tergolong muda, Perancis masih memercayakan gawangnya untuk dikawal Hugo Lloris yang berusia 34 tahun. Bersama tim Perancis, ia telah menjalani 124 pertandingan di tingkat internasional sejak 2008. Kerap menyandang ban kapten dalam pertandingan, Lloris siap memandu kawan-kawan setimnya untuk membayar kegagalan di final Piala Eropa sebelumnya.
Lain lagi dengan kiper Spanyol, David de Gea, yang masih perlu melepas stigma negatif setelah gagal menepis semua tendangan pemain Villareal di final Liga Eropa UEFA pada 26 Mei 2021. Kegagalan di drama adu penalti kemarin harus segera dilupakan pemain berusia 30 tahun ini. Meski hanya bermain tiga kali di babak kualifikasi, De Gea hanya kebobolan dua gol kala melawan Norwegia dan Swedia di 2019.
Bagaimanapun, deretan kiper kelas atas ini reputasinya dapat terjun bebas ketika dirinya dihadapkan oleh ”keajaiban” sepak bola. Seperti yang terjadi di Piala Dunia 2010 yang digelar di Afrika Selatan. Kala itu pekan pertama turnamen justru diisi oleh blunder para kiper, mulai dari Robert Green (Inggris) yang gagal menyapu bola pelan sehingga masuk ke gawang, sampai Itumeleng Khune (Afrika Selatan) yang diganjar kartu merah setelah mengganjal keras Luis Suarez di kotak penalti.
Di gelaran Piala Eropa kali ini, bisa saja muncul nama kiper-kiper muda lain yang menampilkan performa apik di atas lapangan. Tentu saja, kejuaraan internasional sekelas Piala Eropa menjadi ajang unjuk diri bagi para kiper muda sehingga memanaskan jendela transfer pemain menjelang musim kompetisi klub di liganya masing-masing.
Evolusi peran
Permainan sepak bola modern saat ini memperlihatkan perkembangan yang pesat dalam racikan strategi dan penerapannya di atas lapangan. Hingga era 1990-an, para pemain boleh memberikan operan kepada kiper (backpass) yang kemudian ditangkap untuk menurunkan tempo pertandingan atau meredam serangan lawan. Aturan ini akhirnya bermuara pada permainan sepak bola negatif karena berpotensi curang, mengulur waktu, dan membosankan.
Setelah menuai kritikan, aturan itu pun diubah The International Football Association Board dari FIFA pada 1992. Berdasarkan ubahan itu, kiper tidak boleh menyentuh bola dengan tangan setelah menerima umpan dari rekan setim, kecuali bola terlebih dulu tidak sengaja memantul dari tubuh si kiper atau setelah kiper melakukan penyelamatan dari sepakan bola dari lawan.
Dengan ubahan itu, peran kiper bukan hanya sebatas menjaga gawang dari tendangan lawan, melainkan juga harus siap menjadi aktor yang memulai serangan timnya.
Ada dua jenis kiper dalam sepak bola modern saat ini, yaitu shot stopper dan sweeper keeper. Jenis pertama merujuk pada kiper yang peran utamanya untuk menghalau tendangan pemain lawan sehingga membutuhkan refleks dan keahlian penempatan posisi. Contoh kiper yang cocok untuk peran ini adalah David de Gea, Gianluigi Donnarumma, dan Hugo Lloris.
Jenis kedua merujuk pada karakter kiper yang lebih agresif dalam permainan dan memiliki kemampuan membaca permainan dengan cepat. Pasalnya, kiper dengan karakter ini cenderung menguasai bola dengan kaki, memulai serangan dengan umpan taktis ke rekan tim, hingga keluar dari kotak penalti untuk menghalau serangan cepat lawan. Contoh kiper dengan peran ini ialah Manuel Neuer dan Marc-Andre ter Stegen (Jerman).
Peran penjaga gawang memang bagaikan dewa yang dapat menjadi penyelamat tim sekaligus pembawa malapetaka yang berujung kekalahan. Tak jarang, penampilan gemilang kiper turut memengaruhi semangat rekan satu tim dalam suatu pertandingan, tetapi begitu pula sebaliknya. Namun, pertandingan sepak bola dari waktu ke waktu sering kali menampilkan keajaibannya sehingga apa pun dapat terjadi karena bola itu bulat. (LITBANG KOMPAS)