Memilih Berhenti Merokok Saat Pandemi
Menguatkan pesan berhenti merokok karena besarnya risiko yang membayangi seorang perokok, dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada tanggal 31 Mei 2021, WHO mengangkat semangat ”Berani Berhenti”.
Indonesia menghadapi ancaman memburuknya kesehatan dari bahaya merokok. Tiga dari sepuluh orang Indonesia telah merokok pada usia 15 tahun. Kondisi dapat makin memburuk karena tingginya risiko seorang perokok terinfeksi virus SARS-CoV-2.
Selain pengenalan rokok pada umur 15 tahun, perokok usia lebih muda di Indonesia juga terbilang tinggi. Sebuah survei ”Global Youth Tobacco Survey” tahun 2019 menyebutkan bahwa 19,2 persen pelajar berusia 13-15 tahun telah menggunakan produk tembakau.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) jelas mencatat bahwa merokok menjadi faktor risiko terbesar infeksi saluran pernapasan dan meningkatkan tingkat keparahan penyakit saluran pernapasan. Studi April 2020 yang dilakukan WHO turut menegaskan bahwa perokok lebih tinggi kemungkinannya menderita penyakit Covid-19 parah dibandingkan bukan perokok.
Dalam konteks pandemi Covid-19, risiko perokok tidak hanya terletak pada munculnya gejala berat karena penyakit bawaan saluran pernapasan, tetapi juga diperbesar dengan perilaku merokok yang lalai protokol kesehatan. Tiga poin utama protokol kesehatan yang wajib dijalankan adalah memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan.
Sayangnya, seluruh protokol kesehatan dapat dilanggar oleh seorang perokok. Ada tiga penyebab utama seorang perokok sangat mungkin lebih mudah terinfeksi virus korona. Penyebab pertama adalah melepas masker dalam jangka waktu panjang.
Tindakan melepas masker di tempat umum tentu tidak dianjurkan saat ini. Salah satu dasar utama protokol kesehatan adalah memakai masker saat beraktivitas. Saat seseorang melepas masker, tingkat transmisi virus meningkat melalui aerosol dari udara sekitar.
Selain dari aerosol udara sekitar, penularan dapat melalui droplet orang terdekat yang juga sedang merokok. Perlu diingat, dua jalur penularan melalui aerosol dan droplet dapat ditekan dengan pemakaian masker berstandar medis.
Penyebab kedua adalah berbicara dengan orang lain atau berkerumun tanpa masker di lokasi merokok. Saat berbicara, jalur penularan virus paling signifikan adalah droplet. Celah penularan yang begitu besar membawa seorang perokok ke dalam situasi berbahaya, terlebih kita tidak mengetahui kondisi tubuh orang lain.
Penyebab terakhir adalah transmisi virus melalui tangan. Sebelum merokok, tangan seseorang dapat memegang barang atau benda sekitar tempat virus menempel. Tangan tersebut dipakai untuk memegang rokok sehingga terjadi transmisi saat kita mendekatkan tangan ke mulut dan hidung sewaktu mengisap rokok.
Selain melalui tangan, seorang perokok juga sering meminjam atau meminjamkan korek api. Artinya, kontak fisik antar-individu tidak dapat dihindari. Apabila terus-menerus lalai, situasi dapat saja memburuk sebab jumlah virus di dalam tubuh perokok akan bertambah berkali lipat karena aktivitas merokoknya tersebut.
Kondisi makin memburuk dengan munculnya penyakit bawaan karena rokok. Konsumsi produk tembakau dapat menyebabkan 20 jenis kanker dan memiliki risiko berkali lipat terkena stroke dan penyakit jantung. Hal tersebut adalah gambaran jelas betapa rentannya tubuh seorang perokok.
Beban kesehatan
Setiap tahun, ada 225.700 orang Indonesia meninggal dunia akibat merokok dan penyakit lain yang berkaitan dengan tembakau. Sebuah penelitian oleh pakar kesehatan Australian National University menyebutkan masa hidup seorang perokok menjadi 10 tahun lebih pendek. Semakin banyak rokok yang dikonsumsi, risikonya bertambah besar.
Indonesia menjadi negara dengan tingkat konsumsi tembakau cukup besar di dunia. BPS mencatat rata-rata perokok usia lebih dari 15 tahun di Indonesia selama enam tahun terakhir tergolong tinggi, yaitu 29,70 persen. Sementara usia lebih muda (13-15 tahun) ada 40,6 persen yang pernah menggunakan tembakau.
Secara statistik, pemuda Indonesia memang lebih aktif untuk merokok. Dokumen Statistik Pemuda Indonesia 2020 turut mencatat bahwa konsumsi harian rokok mencapai 7-12 batang. Padahal, setiap batang rokok mampu meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke hingga 50 persen lebih besar.
Baca juga : Konsumsi Merokok Cenderung Meningkat Selama Pandemi
Dalam kondisi normal, seorang perokok sudah memiliki risiko yang besar, apalagi saat ini sedang terjadi pandemi infeksi saluran pernapasan. Asosiasi perokok dan pandemi Covid-19 dapat dikatakan kuat sebab penyakit bawaan seorang perokok pasti menyerang organ vital pernapasan, sedangkan virus korona menginfeksi organ vital yang sama.
Artinya, apabila organ vital pernapasan sudah rusak atau mengalami gangguan fungsi karena rokok, kerusakannya akan berlipat kali ganda apabila terinfeksi virus Covid-19. Sebagai konsekuensi, gejala infeksi virus korona bisa saja lebih parah diderita oleh perokok. WHO mencatat, merokok mampu meningkatkan risiko gejala berat dan kematian hingga 50 persen karena infeksi virus korona.
Menguatkan pesan berhenti merokok karena besarnya risiko yang membayangi seorang perokok, dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh pada tanggal 31 Mei 2021, WHO mengangkat semangat ”Commit To Quit” atau ”Berani Berhenti”. Sementara Kemenkes RI menetapkan target 5 juta orang berhenti merokok dalam peringatan tahun ini.
Berubah untuk sehat
Catatan risiko kesehatan perokok seyogianya menjadi acuan untuk melakukan perubahan, khususnya di masa pandemi saat ini. Sebagai tambahan, Kementerian Kesehatan melalui Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjelaskan tentang betapa mudahnya seorang perokok terinfeksi dalam perspektif medis.
Potensi perokok aktif terjangkit Covid-19 bisa dua hingga tiga kali lebih tinggi dari bukan perokok. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah reseptor ACE-2 atau kunci ikatan virus SARS-CoV-2 di sel-sel saluran pernapasan perokok lebih banyak. Akibatnya, virus dengan mudah menginfeksi dan bereplikasi dengan cepat.
Faktor berikutnya adalah asap rokok dapat menurunkan imunitas tubuh, khususnya saluran pernapasan. Bahan-bahan di dalam asap rokok mengganggu proses kerja sel-sel imunitas di saluran pernapasan manusia. Gangguan fungsi sel imunitas membuat tubuh makin lemah dan mudah terinfeksi.
Besarnya risiko rokok di tengah pandemi perlu mendapat perhatian banyak orang, khususnya seorang perokok. Mungkin bagi kebanyakan orang, pandemi hanya membawa kerugian, tetapi tidak berlaku bagi perokok, sebab inilah saat yang tepat untuk melakukan perubahan dengan berhenti merokok.
WHO menunjukkan gambaran jelas bagaimana tubuh akan mengalami perbaikan signifikan saat berhenti merokok. Dalam waktu 20 menit sejak berhenti merokok, laju denyut jantung meningkat dan tekanan darah menurun.
Setelah 12 jam berhenti, kadar karbon monoksida di dalam darah akan turun ke batasan normal. Efek jangka panjangnya, sekitar 2 hingga 12 minggu setelah berhenti merokok, peredaran darah dan oksigen menjadi normal dan lancar serta fungsi paru-paru menjadi semakin baik. Dalam satuan waktu hingga sembilan bulan, batuk dan sesak napas akan berkurang.
Proses berhenti merokok memang tidak mudah, tetapi tidak mustahil pula. Banyak pendekatan yang dapat dilakukan, selain mempertimbangkan risiko dan manfaat ke tubuh. Secara komunitas, seorang perokok perlu mendapat dukungan dari publik dengan menciptakan suasana humanis.
Suasana humanis untuk mendukung berhentinya perilaku merokok dapat diciptakan melalui empat hal, yaitu membatasi akses rokok, dukungan orang sekitar, konsumsi makanan dan minuman bergizi, serta memilih cara baru melepas lelah fisik atau psikis. Poin membatasi akses rokok meliputi aturan harga, akses rokok ke usia muda, hingga iklan pro dan kontra rokok.
Sementara tiga poin lainnya menekannya kerja sama perokok yang memiliki niat berhenti dan orang sekitar. Keluarga atau orang terdekat perlu memberikan dukungan dan nilai-nilai positif saat seseorang berhenti merokok. Selain itu, pilihan makanan dan minuman bergizi turut mendukung perbaikan organ tubuh si perokok.
Sementara memilih cara baru melepas lelah fisik atau psikis dapat diartikan sebagai perubahan drastis. Biasanya seseorang akan merokok intensif saat sedang mengalami masalah atau bahkan hanya untuk mengisi waktu luangnya. Menentukan pilihan baru penting, seperti melakukan hobi baru, lebih banyak mengonsumsi air mineral, dan menghabiskan waktu bersama orang terdekat.
Pilihan untuk berhenti merokok di tengah pandemi sepertinya menjadi opsi yang baik. Selain ada lebih banyak keuntungan berhenti merokok, secara medis perokok juga lebih rentan terinfeksi dan mengalami gejala berat, bahkan kematian karena virus SARS-CoV-2. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Merokok Perparah Covid-19