Hidup berdampingan dengan segala perbedaan menjadi anugerah keistimewaan di Indonesia. Toleransi menjadi basis kehidupan di tengah keanekaragaman, ia perlu dibangun dan diperkuat tanpa lelah.
Oleh
Eren Marsyukrilla
·4 menit baca
Hidup berdampingan dengan segala perbedaan menjadi anugerah keistimewaan di Indonesia. Namun, berbagai dinamika sosial hingga politik akhir-akhir ini kerap menyinggung keberagaman dan menggerus semangat menghargai perbedaan.
Kerentanan terjadinya sikap diskriminasi terekam dari jajak pendapat Litbang Kompas. Mayoritas responden mengaku tak pernah mengalami perlakuan intoleran meski ada sekitar 19,3 persen responden yang pernah punya pengalaman diperlakukan intoleran.
Lebih mengkhawatirkan lagi, intoleransi itu kini tidak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga ruang digital. Merebaknya sikap intoleran di dunia maya itu juga menunjukkan bahwa sebetulnya sikap intoleransi menjadi bahaya laten yang memungkinkan dialami siapa pun.
Lebih dari separuh responden mengaku sering mendapati perlakuan intoleran pengguna media sosial. Sebanyak 15,7 persen responden lain juga mengaku banyak melihat tindakan intoleran di media arus utama, seperti tayangan televisi dan informasi media cetak.
Adanya pergeseran ruang bagi khalayak untuk bersikap diskriminatif tersebut menjadi bukti rendahnya pemahaman publik untuk bijak bertindak di kanal medsos. Hingga kini berbagai tindakan diskriminatif hanya menjadi bagian dari bertumbuhnya medsos sebagai ruang digital yang bebas dan sulit dikontrol.
Dalam merespons perlakuan intoleran, baik yang dialami langsung maupun tidak, mayoritas responden (44,5 persen) memilih membela secara langsung. Sebesar 21,5 persen melaporkannya kepada pihak berwenang agar kasus dapat ditangani dengan lebih tepat secara hukum. Selebihnya, 19,6 persen responden memilih menghindar dari lingkungan yang dianggap kerap melakukan tindakan tidak saling menghargai itu.
Toleransi beragama
Intoleransi beragama masih menjadi salah satu yang paling mencemaskan karena masih bertumbuhnya sikap diskriminatif di lingkungan sosial. Kasus-kasus yang menyinggung kemerdekaan memeluk agama tertentu banyak terjadi di lingkup kecil perseorangan, bahkan melibatkan kelompok warga tertentu.
Secara umum, publik menilai toleransi yang terbangun di bawah keberagaman agama di Indonesia sudah cukup baik. Hal tersebut diamini lebih dari 67,1 persen responden.
Walakin, sikap toleran itu harus terus dipupuk agar tak usang tergerus perselisihan yang kini rentan terjadi dengan mengatasnamakan agama. Pentingnya peneguhan sikap menghargai perbedaan antaragama ini ditangkap lebih dari sepertiga responden, yang berpendapat bahwa fondasi menerima perbedaan antaragama di masyarakat Indonesia masih rapuh.
Sikap toleran itu harus terus dipupuk agar tak usang tergerus perselisihan yang kini rentan terjadi dengan mengatasnamakan agama.
Terkait hal tersebut pula, jajak pendapat mencatatkan beberapa temuan penting terkait sikap toleransi antarumat beragama. Sikap saling menghormati itu salah satunya diwujudkan dengan menghargai perayaan hari besar atau ibadah bagi kelompok tertentu.
Hampir semua responden (96,4 persen) pun berpandangan serupa terhadap perwujudan sikap toleransi antar-keyakinan, yakni dengan menghormati ibadah dan hari raya. Sikap responden juga tak berbeda jauh dari itu dalam hal keterbukaan untuk bergaul atau menerima tetangga berbeda agama. Fakta lain, tak kurang sembilan dari 10 responden sepakat memberikan izin rumah ibadah yang berbeda agama di sekitar tempat tinggalnya.
Sikap-sikap toleransi antaragama yang terbangun untuk hal-hal mendasar di ruang sosial tersebut perlu diapresiasi. Namun, porsi penerimaan responden dalam menyikapi pemimpin yang berbeda agama tak setinggi itu. Dua dari 10 responden mengakui belum dapat menerima keberadaan pemimpin berbeda keyakinan.
Di sisi lain, aksi nyata melawan intoleran perlu ditunjukkan demi efek jera. Namun, tak mudah bagi sebagian kalangan untuk tegas. Oleh karena itu, lembaga resmi negara yang berwenang menindak pelaku diskriminasi menjadi penting.
Keseriusan aparat terkait dalam menindak pelaku intoleran juga masih menuai banyak sorotan. Hasil jajak pendapat juga mengungkap lebih dari 58 persen responden menilai penegakan hukum untuk para pelaku intoleran memang belum dilakukan dengan tegas.
Sejalan dengan hal itu, penilaian masyarakat pada peran negara dalam menjaga toleransi pun belum sepenuhnya optimal seperti yang diungkap tidak kurang dari 43 persen responden. Dukungan kepada semua pihak yang fokus dalam upaya menjaga keberagaman, baik itu dalam naungan pemerintahan maupun organisasi yang muncul secara swadaya, juga menjadi sangat penting.
Upaya memupuk toleransi ini tentu juga menjadi penting di tengah kecamuk ruang sosial. Tak kurang dari 58,8 persen responden pun mengamini hal itu bahwa keberagaman di Indonesia tak lantas secara otomatis juga menumbuhkan rasa toleransi. (LITBANG KOMPAS)